Bermain-main transdisiplin.

Apakah Kekristenan adalah Agama Penjajah? 

Amos Ursia

4 min read

Sejak SD, saya selalu menikmati sejarah, saya masih ingat rasanya ketika guru sejarah yang saya sayangi itu mendongeng tentang rempah-rempah. Ia menjelaskan pala dan cengkeh adalah alasan utama para pedagang Eropa untuk menguasai Nusantara. Saya selalu bingung mengapa rempah menjadi alasan datangnya penjajahan, toh rempah sebenarnya tidak begitu istimewa, ia adalah sesuatu yang saya lihat setiap hari di dapur rumah. 

Sepenggal dongeng yang kemudian menjadi sumber dari segala keresahan saya adalah slogan soal 3G alias gold, glory, gospel. Dalam dongeng soal sejarah penjajahan, guru saya bercerita bahwa tiga hal yang menjadi niat untuk para pedagang Eropa melintasi samudera raya selama bertahun-tahun adalah emas, kejayaan, dan penyebaran agama Kristen. Sepintas kesimpulan sederhana dari penggalan dongeng guru sejarah itu adalah penyebaran agama Kristen merupakan tujuan dari invasi para penjajah. 

Keresahan ini mengendap dan kembali muncul saat saya dijejali sejarah di bangku SMA. Periodisasi sejarah Indonesia singkatnya adalah masa Hindu-Budha, masa Islam, masa kolonial, dan masa kemerdekaan. Saya diajari pengaruh ajaran Budha Mahayana di Sriwijaya, Wangsa Sanjaya yang menganut aliran Siwa, hingga pengaruh ajaran Islam sinkretik ala Walisongo di Jawa. Tetapi tidak ada pelajaran soal perkembangan Protestan atau Katolik di wilayah Indonesia. Topik itu mungkin disatukan secara sekilas dalam materi pelajaran soal monopoli perdagangan Spanyol dengan Portugis di Maluku hingga pendirian pos dagang kongsi dagang Belanda di Batavia. Kesimpulan sekilas dari mata pelajaran sejarah ini adalah kekristenan pertama kali menyebar dan sampai di wilayah Indonesia karena ulah para penjajah.   

Baca juga:

Maka, jika dirangkai menjadi beberapa pertanyaan, keresahan saya mungkin berbunyi seperti ini: apakah kekristenan adalah agama kolonial? Jika di bangku sekolah saya mempelajari sejarah agama Hindu, Budha, dan Islam, kenapa tak ada sejarah kekristenan? Apakah sejarah kekristenan disatukan dalam materi pelajaran soal sejarah kolonial? Berarti sungguh benar jika saya simpulkan bahwa kekristenan adalah agama penjajah? 

Datangnya Arus Pertama Kekristenan di Indonesia.  

Opini umum tentang kekristenan sebagai agama penjajah ini memang telah menyatu dalam benak kolektif kita, ia bukan sekadar fenomena kurikulum pendidikan sejarah.

Mari lihat pandangan umum dari  dua artikel berjudul “Sadarlah! Kristen adalah Agama Penjajah yang Masuk Indonesia Melalui Penjajahan” dan “3 Misi Kristenisasi yang Dijalankan Bangsa Penjajah di Indonesia”

Dua artikel itu hanya teks resmi di permukaan yang membuktikan pandangan umum soal kekristenan sebagai agama penjajah, sisanya ia menubuh dalam cara masyarakat Indonesia untuk memahami kekristenan, misalnya alegori soal kekristenan sebagai agama “Walanda” di Jawa Barat dan “wong Londo” di Jawa Tengah.

Sangat sulit memisahkan kekristenan dengan entitas yang disebut “Barat”, seakan tanpa “Barat” kekristenan tak sampai di Indonesia. Begitu pula sebaliknya, tanpa “gospel” dalam 3G, maka penjajahan di wilayah Indonesia tak terjadi. Pandangan ini saya pikir adalah konsekuensi dari gagalnya memahami kekristenan sebagai world christianity, apalagi benar-benar melihat secara historis bahwa kekristenan bukan hanya berpusat di Eropa. 

Fakta historisnya, pertama kali agama Kristen sampai di wilayah Indonesia bukan karena dibawa para penjajah. Delapan ratus tahun sebelum Portugis dan Spanyol datang, agama Kristen telah sampai di kawasan Sumatera bagian utara, hal ini ditulis dalam catatan seorang ahli sejarah dan pemikir Kristen Koptik bernama Syaikh Abu Salih al-Armini dari Mesir. Ia mengumpulkan banyak catatan tentang kekristenan di wilayah India dan sekitarnya, termasuk kawasan Asia Tenggara. Melalui naskah Abu Salih al-Armini yang diterjemahkan Thomas Alfred Evetts, tertulis bahwa “di Fansur (atau disebut sebagai Barus) terdapat beberapa gereja yang jemaatnya adalah para Kristen Nestorian.”

Diperkirakan catatan ini ditulis sejak abad ke-9, era ketika ramainya lalu lintas perdagangan antara masyarakat Sumatera bagian utara dengan bangsa-bangsa dari seluruh penjuru dunia. Kristen Nestorian sendiri berkembang di Asia kecil dan kawasan Suriah sejak abad ke-5, beberapa sejarawan mengaitkan Kristen Nestorian dengan perkembangan Kristen Mar Thoma di India dan interaksi antar bangsa di jalur perdagangan sutra.

Masuk akal bahwa sejarawan Karel Steenbrink menuliskan arus pertama kekristenan di wilayah Indonesia berasal dari interaksi global antara masyarakat Nusantara, khususnya dalam jalur maritim perdagangan sutra di abad ke-8 dan 9. Dalam kajian sejarah Indonesia, jalur yang ditulis Steenbrink bisa disebut jalur rempah, karena komoditas utama yang diperdagangkan dari dan di Nusantara bukanlah sutra melainkan rempah. 

Baca juga:

Terlihat jelas bahwa pemahaman tentang sejarah kekristenan di Indonesia sangatlah sempit, pemahaman ini tidak mengacu pada fakta historis yang ada. Justru melalui catatan Saleh al-Armini itu kita bisa melihat kekristenan pertama kali datang di kawasan Indonesia melalui interaksi global di jalur rempah. Tuduhan bahwa kekristenan pertama kali datang melalui bangsa Eropa dengan misi 3G-nya adalah miskonsepsi terbesar dalam memahami sejarah kekristenan di Indonesia. 

Menyoal Teologi Penaklukan dan Kuasa Kolonial. 

Dalam konteks ini, saya pikir kita perlu benar-benar mengurai benang kusut amnesia sejarah. Sebab jelas ada perbedaan antara kekristenan sebagai kepercayaan yang global dan kekristenan sebagai aparatus kuasa kolonial. Memang dalam sejarah kolonialisme, ada sebuah pola diskursus dari teologi Kristen Eropa arus utama yang melegitimasi invasi, penjajahan, dan segala upaya penaklukan, diskursus teologi semacam itulah yang Enrique Dussel tulis sebagai  teologi penaklukkan. Bahwa bangunan peradaban Kristen Eropa yang dominan di abad 17-20 didasari oleh sebuah ontology of domination, ketika mereka memandang budaya lain sebagai “primitif” untuk melegitimasi dirinya sendiri sebagai yang “adiluhung”.  Klaim soal “bangsa tak beradab” yang perlu diperadabkan melalui kerja-kerja kristenisasi ini menjadi hal kunci untuk memahami teologi penaklukan.  

Dalam sejarah kawasan Indonesia abad 18-19, serikat misionaris Belanda sempat menjadi “aparatus kuasa kolonial”, ia sejalan dengan rangkaian invasi kolonial terhadap masyarakat ulayat. Dorongan para misionaris untuk menginjili pada masa itu bukan semata-mata untuk menyebarkan ajaran Kristen, tetapi untuk “memperadabkan bangsa primitif” di tanah jajahan. Buktinya banyak arsip-arsip serikat misionaris Eropa yang membingkai masyarakat ulayat dalam istilah onbeschaafde volken (masyarakat tak beradab). Pada sebuah arsip dari serikat misi di Rotterdam (1891), ada sebuah pernyataan:  

“Waardoor zij de onbeschaafde volken niet slechts tot de kennis van het Evangelie brengen, maar tevens al den zegen een christelijke beschaving kunnen mededelen” (Terjemahan bebas: tidak hanya membawa masyarakat yang tidak beradab pada Injil, tetapi juga untuk menyampaikan semua berkat dari peradaban Kristen)

Modernisasi, kolonisasi, dan kristenisasi pada era itu berjalan berdampingan untuk tujuan memperadabkan masyarakat ulayat. Apalagi dengan klaim masyarakat ulayat sebagai “bangsa primitif”. Baik para misionaris, pemerintah kolonial, dan elite politik lokal berusaha keras mempertahankan klaim-klaim itu. Sementara masyarakat ulayat yang diklaim “primitif” itu memiliki ritme kebudayaannya sendiri, mereka telah memiliki  tatanan sosial-politik, kepercayaan, dan sistem ekonominya sendiri. 

Kekristenan yang menyandarkan dirinya pada ontology of domination adalah satu arus saja dalam 2000 tahun sejarah kekristenan. Jelas bahwa teologi penaklukan ini yang perlu didekonstruksi dalam membaca sejarah kekristenan di Indonesia. Bangunan teologi yang berkelindan dan melegitimasi kuasa kolonial itu yang kemudian perlu ditelaah, dibongkar, dibaca ulang, dan dikritisi secara radikal. Masalah lain, bukan hanya kekristenan yang berkelindan dengan arus kuasa kolonial, elite-elite lokal di Nusantara lintas agama dan etnis juga ikut ditopang kuasa kolonial itu. 

Tuduhan bahwa kekristenan pertama kali dibawa oleh penjajah tidak layak dipertahankan. Sebab pada abad 8-9, kekristenan dan masyarakat Nusantara telah menjalin interaksi. Tugas penting yang perlu dikerjakan sejarawan dan pengkaji kekristenan Indonesia adalah mendekonstruksi jalinan kuasa kolonial dan kekristenan, membongkar peran kekristenan dalam melanggengkan Eropasentrisme, dan merumuskan sebuah diskursus teologi yang mengakar pada masyarakat Nusantara. Toh, jauh sebelum Portugis, Spanyol, dan Belanda datang, kekristenan telah menjalar dalam lokalitas kita. 

 

Editor: Prihandini N

Amos Ursia
Amos Ursia Bermain-main transdisiplin.

5 Replies to “Apakah Kekristenan adalah Agama Penjajah? ”

  1. Fix kristen itu adalah agam bawaan penjajah (yg disebarkan (missionaris) olh penjajah, Fakta bhw penjajahlah yg menyebarkan agama Kristen di nusantara dng konsep 3G nya yg pertama kali dicetuskan olh Paus Alexander VI, (Konsep 3G yg d cetuskan Paus Alexander VI dari Vatikan pada 1494). Penjajah yg dng salah satu misi penyebaran Kristennya juga konsep Gold-Glory, mengeruk kekayaan dari nusantara, memiskinakan dan membohdohkan penduduk dengan cara dibatasinya akses pendidikan, mengajarkan rasis dengan istilah orang eropa, orang timur asing, dan orang pribumi. Ini ajaran rasis dari kaum penjajah terutama Belanda cs.
    Sy tdk tau apa krn merasa malunya pemeluk Kristen “tertentu” mencari alibi sana sini utk mengaburkan fakta sejarah.

  2. Sayang sekali, percaya atau tidak, Agama Kristen yang ada di Indonesia ini total harus diakui sebagai warisan penjajah. Yang disebut pertama kali bahwa ada gereja yang diasumsikan milik Kristen nestorian dianggap ajaran sehat oleh kekristenan modern. Toh tidak ada peradaban Kristen nestorian yang muncul hari-hari ini. Kecuali mungkin kelompok kecil. Dan soal pemberadaban, saya sangat kecewa jika adab yang dimiliki oleh bangsa kita diukur dengan standar para penjajah. Sayang sekali, anda gagal mengharumkan warisan penjajah ini melalui artikel Anda. Fakta sejarah adalah Kristen yang dianut di indonesia mayoritas adalah hasil invasi bangsa fasis eropa.

  3. Kekristenan kalau dilihat sebatas sebagai ideologi, ya kasihan orang-orang Kristen saat ini. Tapi kalau dijadikan sebagai pengenalan akan Sang Pencipta, saya justru bersyukur bahwa Sang Pencipta bisa memanfaatkan apa saja, termasuk “penjajahan”, untuk membawa pengenalan ini ke penjuru dunia. Penjajah tau bahwa ideologi Kristen itu baik, lantas mereka memanfaatkannya untuk mengeruk keuntungan. Jadi yang salah bukan Kekristenannya, tapi penjajahnya.

  4. sebelum kristen datang ke Nusantara terlebih dulu datang agama Hindu, budha dan Islam melalui jalur perdagangan. Tidak ada bukti kristen sampai ke Nusantara sebelum Portugis, Spanyol dan Belanda datang ke Nusantara.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Dapatkan tulisan-tulisan menarik setiap saat dengan berlangganan melalalui email