Kenapa banyak usaha menengah yang tampaknya sukses di awal, tapi tidak bertahan lama?
Lihat saja usaha-usaha baru yang langsung kelihatan mentereng sejak hari pertama buka. Modal dihabiskan untuk menyewa tempat yang megah serta membeli mesin produksi yang harganya mahal demi mendapat image sukses. Namun, kesan sukses itu hanya bertahan dalam hitungan bulan saja. Seperti yang terjadi pada dua percetakan di Keling, Jepara, Jawa Tengah.
Baca juga:
Di awal kemunculan, dua percetakan tersebut langsung mendatangkan mesin cetak outdoor dengan harga di atas seratus juta rupiah dan menyewa ruko luas berlokasi di jalur utama antarkota. Awalnya, dua percetakan itu terlihat berhasil secara fisik. Nyatanya, umur usaha tersebut tidak sampai dua tahun. Jangankan balik modal, bertahan saja tidak sanggup.
Nasib salah satu percetakan tersebut bahkan berakhir tanpa pernah memulai. Ia menyewa ruko di pinggir jalan raya dengan harga tinggi, tapi percetakan itu salah melangkah dengan membeli mesin cetak second yang kondisinya tidak stabil. Dengan harapan menghemat pengeluaran, justru hanya rongsokan besi tua yang didapat. Mesin tidak bisa beroperasi sehingga tidak mampu menghasilkan pundi cuan sama sekali.
Lain lagi kisah percetakan yang bernama Sahabat. Percetakan ini memiliki kasus hampir sama dengan yang pertama, tapi sedikit lebih beruntung. Berada di pinggir jalan raya sehingga mudah ditemukan, percetakan ini menjadi tujuan pelanggan yang ingin mencetak dalam waktu cepat. Sayangnya, mesin cetak mereka adalah mesin second yang juga kurang stabil.
Di samping itu, percetakan Sahabat membanting harga jual sehingga omsetnya tidak mampu menutup biaya produksi maupun membayar dua karyawannya. Akhirnya, percetakan ini tutup di separuh tahun kedua, bahkan masih meninggalkan utang kepada percetakan lain yang saat itu dijadikan partner guna memenuhi orderannya. Pemilik percetakan Sahabat menghilang dan tidak ada iktikad membayar utang.
Bakar Uang
Pola yang digunakan pada dua percetakan tersebut selaras dengan tren bakar uang yang identik dilakukan startup. Bakar uang dilakukan pada garis start kemunculan startup demi meningkatkan brand awareness dengan memberikan diskon hingga 99%, gratis ongkos kirim, belum lagi hadiah yang dibagi-bagi pada berbagai event.
Sekilas, cara itu berhasil digunakan untuk menguasai pangsa pasar, mendapatkan pelanggan yang loyal, juga menarik investor lebih banyak. Namun, ritme selanjutnya yang terjadi adalah lingkaran dumping antar-startup. Semua startup berlomba-lomba memberi harga rendah di bawah harga pasar, bahkan tak jarang memberi harga di bawah batas margin sehingga jelas merugi.
Tren bakar uang massive terjadi karena sumber daya manusianya belum mempunyai skill mumpuni dan pengalaman yang cukup di dunia bisnis. Banyak startup yang hanya mengandalkan produk dan suntikan dana besar, tapi minus kecakapan berbisnis. Kemudian, para pelaku usaha kecil dan menengah latah melihat kesuksesan yang ditampakkan startup dan menjadikan tren bakar uang sebagai kiblat dalam mengawali bisnis. Mereka tidak mengetahui lebih jauh bahwa 70 persen startup di Indonesia gulung tikar pada tahun pertama.
Lantas, bagaimana sebaiknya memulai bisnis?
Perintis usaha harus tahu bahwa bisnis dibangun secara bertahap, bata demi bata. Sebagai contoh, tahapan pertumbuhan itu bisa dilihat pada percetakan yang bernama Digital Printing USB Design yang juga berlokasi di Keling. Pertama dibuka sembilan tahun lalu, berawal dari percetakan yang hanya memiliki komputer dan printer dengan satu karyawan. Tidak memiliki pendanaan besar sebagai modal awal, tapi owner mengandalkan pengalaman dan kesiapan mental.
Pengalaman adalah guru terbaik sepanjang masa. Owner pernah menjadi manajer di sebuah percetakan di kota lain sehingga memberi nilai tambah pada usaha itu. Kesiapan mental juga tak kalah penting dalam merintis usaha—membiasakan diri untuk menjadi pribadi yang ulet, tangguh, dan berani ambil risiko setelah berspekulasi dengan detail.
Dua hal itulah yang menjadi fondasi saat merintis USB Design, didukung dengan relasi dan komitmen menjaga kestabilan harga sesuai pasar. Relasi sangat penting untuk saling bertukar value dengan kompetitor sekitar sehingga alih-alih menjadi musuh, justru kompetitor dijadikan partner dalam memenuhi kebutuhan konsumen.
Untuk menggaet pelanggan, USB Design juga tidak merusak harga dengan menjual di bawah harga pasar, melainkan menggantinya dengan memberi nilai plus berupa servis tambahan. Menurut owner USB Design, menurunkan harga jika tidak dibarengi dengan spekulasi yang tepat hanya akan menjadikan kerja sebagai sambatan belaka. Itu sangat berbahaya bagi kelangsungan suatu usaha karena tidak bisa menutup biaya produksi, apalagi mendapat keuntungan.
Tulisan lain oleh Ummi Tanzila:
Memasuki tahun ke-10 di tahun 2023, USB Design kini memiliki lima karyawan dengan puluhan reseller tetap dan ratusan pelanggan loyal offline maupun online. Percetakan tersebut sudah memiliki ruko sendiri yang cukup luas untuk ditempati mesin cetak outdoor, mesin shimming, mesin cetak foto studio, mesin laser A3+, mesin pembuat pigura, mesin cutting, dan mesin-mesin lainnya, serta jadi pusat pembuatan prasasti terbesar di Jepara. Proses pengembangan tidak akan berhenti, USB Design terus menata bata untuk membangun usaha yang lebih besar dan berkomitmen memberi manfaat kepada sesama.
Godaan bermewah-mewah di awal usaha memang menggiurkan bagi siapa saja. Namun, perlu disadari bahwa kesuksesan tak bisa dituai dalam semalam. Keberadaan kerikil harus dilalui, modal utamanya dimulai dari skill dan value diri sendiri.
Editor: Emma Amelia