Seorang teman bercerita kalau lima tahun lalu adalah rentang hubungan terakhir yang ia miliki. Kandas tepat pada bangku kelas dua menengah atas. Alasannya mudah, kisah kasmaran remaja memang tidak banyak yang berakhir indah.
Tapi siapapun pecinta drama Korea berjudul Twenty-Five Twenty-One atau 2521, pasti tidak setuju. Sejatinya setiap orang mendambakan kisah romansa yang berjalan mulus tanpa halang rintang dan berakhir bahagia. Namun setiap orang yang bercita-cita demikian juga tahu, tidak ada cerita cinta yang lepas dari permasalahan. Termasuk dalam hubungan fiksi.
K-drama 2521 terdiri dari enam belas episode. Dibintangi Kim Tae-ri (Na Hee-do) dan Nam Joo-hyuk (Baek Yi-jin) sebagai dua tokoh utama, seri ini menampilkan lebih dari sekadar percintaan cinta monyet ala remaja. Ada pencarian jati diri, ada juga kompromi atas berbagai situasi yang harus dihadapi.
Na Hee-do bertemu Baek Yi-jin pada kelas dua SMA. Umurnya sekitar 18 tahun. Ambisi Na Hee-do masih menggebu-gebu dalam segala hal, khususnya mimpi Na Hee-do yang belum melibatkan Baek Yi-jin di dalamnya saat itu. Mimpi yang masih berpusar dalam olahraga anggar.
Sampai Baek Yi-jin secara tidak sengaja mengantarkan koran ke rumahnya yang ditulisi ‘kami tidak mendengar koran’ dan mendengarkan percakapan Na Hee-do dan ibunya (Na Jin Joo). Baek Yi-jin merasa mendapati bara Na Hee-do bak cermin yang memantulkan Yi-jin lama.
Baca juga:
Bermula dari situasi yang penuh ketidaksengajaan tersebut, hubungan Hee-do dan Yi-jin berkembang. Beberapa kesempatan selanjutnya, mereka kembali tidak sengaja bertemu. Di tempat peminjaman komik Hee-do, misalnya, Yi-jin mengambil pekerjaan paruh waktu lain, atau di kelab malam saat Hee-do merencanakan aksi yang bisa membuatnya dipindahkan ke sekolah atlet anggar idolanya.
Beberapa kebetulan yang tidak sengaja membawa Hee-do dan Yi-jin berjalan pada garis yang sama. Garis yang saling mendukung satu sama lain ketika kesulitan menghadang.
Yi-jin yang berkaca pada Hee-do, mendorong Hee-do untuk mengejar mimpi anggarnya ketika klub anggar dibubarkan. Hee-do berhasil pindah sekolah, melanjutkan anggar, berikut cita-citanya sebagai atlet. Sedang pada Yi-jin, Hee-do menyuntikkan kebahagiaan yang Yi-jin larang dirinya untuk konsumsi sebab rasa bersalah kepada orang-orang yang terdampak kerugian bisnis ayahnya.
“Mari kita diam-diam bahagia, hanya untuk kita berdua. Tanpa peduli apa yang terjadi, kita tetap bisa bahagia, kan?”
Hee-do mengucapkan itu kepada Yi-jin di ujung terowongan setelah malam berat—kehadiran dua orang dari pahitnya dampak bisnis ayahnya menemui Yi-jin. Ia berjanji untuk tidak bahagia, sampai ada Hee-do menyelamatkannya. Hee-do mengajak Yi-jin untuk berbahagia bersama, setidaknya diam-diam.
Mengingat masa remaja, yang penuh rahasia dan pelarian dari satu bagian dunia, keduanya bisa menjalani hubungan saling mendukung seperti itu. Hee-do yang berusia 18 dan Yi-jin yang berusia 22 masih bisa berbahagia.
Beberapa saat setelahnya, ujian pertama menghantam Hee-do dan Yi-jin. Hee-do yang beradu di penyisihan timnas harus menemui fakta Yi-jin pergi tanpa pamit. Namun saat itu, Hee-do masih bisa memahami: Yi-jin bisa mendukungnya tanpa alasan, maka Hee-do bisa memahami alasan kepergian yang tidak Yi-jin katakan.
Sampai Yi-jin kembali, Hee-do masih menyambutnya dengan terbuka. Keduanya dengan mudah kembali bersama, meskipun belum menetapkan status atas hubungan yang lebih Hee-do suka sebut sebagai pelangi alih-alih pacar atau teman dekat atau apapun itu.
Dengan kemudahan-kemudahan yang bisa teratasi ini, sangat mengecewakan ketika menemui fakta yang mengakhiri hubungan keduanya sesungguhnya adalah komunikasi mereka yang sebelumnya sangat penuh kompromi. Sebelumnya, Hee-do memaklumi Yi-jin yang pergi tiba-tiba, tapi tidak dengan Yi-jin yang mulai mangkir karena padatnya pekerjaan.
Sementara itu, Yi-jin yang pernah diam-diam bahagia bersama Hee-do ketika tidak bisa, justru memilih diam-diam menanggung kesedihan sendirian. Padahal Hee-do memintanya berbagi sebagai pasangan.
Permasalahan yang dihadapi Hee-do dan Yi-jin sejatinya ditemui dalam dunia nyata. Berbagai permasalahan yang sebelumnya baik-baik saja untuk dihadapi bersama, bisa berkembang menjadi melelahkan pada satu waktu berbeda. When the reality hits, hal-hal baik yang diiyakan sewaktu sekolah bisa bermetamorfosis menjadi sesuatu yang tidak lagi disetujui.
Baca juga:
Meski banyak yang menganggap masalah kecil yang dialami Hee-do dan Yi-jin sepatutnya bisa selesai dengan komunikasi, kunci inilah yang justru menjadi banyak muara permasalahan para pasangan. Bila pasangan yang sudah saling menjalin hubungan bertahun-tahun pun tidak sepenuhnya bisa mengkomunikasikan perasaan satu sama lain, bayangkan hubungan anak remaja yang beranjak dewasa—terkejut menghadapi tantangan kehidupan yang berbeda—juga harus mempertahankan kisah asmara untuk tetap menggelora. Jawabannya, tentu sulit.
Maka paling masuk akal ketika penulis dari seri ini memutuskan, keduanya tidak bersama. Sebab pada satu momen pertengkaran Hee-do dan Yi-jin sekembalinya Hee-do dari olimpiade, sedang Yi-jin dari korespondensi di AS, mereka menunjukkan tanda-tanda perubahan dalam diri masing-masing yang telah mendewasa.
“Kamu tidak pernah mencoba memahamiku?”
“Kamu juga tidak pernah mencoba memahamiku. Memahami? Apa itu terlalu banyak untuk diminta? Apa kamu benar-benar mencintaiku?”
“Jaga omonganmu!”
“Kamu pernah bilang kalau kamu menyukaiku yang bicara asal-asalan.”
Kalimat terakhir adalah yang dikatakan Hee-do. Kalimat itu menjadi alasan Yi-jin mengatakan, dirinya menyukai Hee-do. Namun itu adalah yang dikatakan Yi-jin berusia 22 kepada Hee-do berusia 18, tidak sama bagi Yi-jin berusia 25 dan Hee-do berusia 21.
Pada akhirnya, keduanya hanya bisa saling melepaskan untuk tidak mengungkung satu sama lain dalam bayangan cinta remaja yang berubah seiring beranjak dewasa. Pada bagian akhir ini juga, kiranya pesan kepada satu sama lain yang menandai akhir hubungan mereka menunjukkan kedewasaan—yang kontras dengan diri remaja yang serba suka, jujur, apa adanya.
“Pertandinganmu banyak setelah ini? Jangan sampai sakit. Jangan sampai cedera,” ucap Yi-jin kepada Hee-do.
“Jangan terlalu banyak minum alkohol. Pergilah terapi jika terlalu stres. Kudengar fasilitas di Amerika baik,” dan sebaliknya.
Memang tidak disampaikan kalau keduanya sama-sama telah tumbuh melewati umur saling jatuh cinta untuk bisa kuat bersama. Tapi dari pesan perpisahan yang menarik Hee-do dan Yi-jin pada realitas: atlet anggar dan pekerjaan Yi-jin sebagai reporter yang sering menyusahkan dirinya secara emosional, baik Yi-jin maupun Hee-do memang harus saling melepaskan. Keduanya bukan lagi remaja, tetapi adalah dua orang dewasa yang punya kehidupan berbeda. (*)
Editor: Kukuh Basuki