Jika data cuitan penggemar K-pop di twitter menjadi ukuran, maka Indonesia adalah negara dengan jumlah K-popers terbesar di dunia. Twitter mengumumkan akhir Juli lalu bahwa dari data yang dimilikinya, jumlah penggemar K-pop yang terbesar di dunia ada di Indonesia. Meskipun Twitter tidak merinci angkanya, menurut perkiraan banyak pihak ada puluhan juta penggemar K-pop dan drama korea (drakor) di Indonesia.
Setelah banyak orang Indonesia demam film-film Mandarin di tahun 1970-an dan 1980-an dan pada saat yang hampir bersamaan dengan datangnya gelombang film-film dan lagu-lagu Bollywood dari India yang kembali populer di tahun 2000-an dan sempat diselingi oleh populernya budaya pop Jepang, termasuk film televisinya dan style harajuku di tahun 1990-an, kini Indonesia terjatuh dalam pesona K-pop.
Dengan kebudayaan populer Amerika — dari musik pop, film-film Hollywood, sampai makanan cepat saji seperti MacDonald’s — sebagai mainstay yang mewarnai kehidupan orang Indonesia, maka Nusantara seperti menjadi lahan bagi budaya lain untuk berkembang, menjual produknya dan menancapkan pengaruhnya.
Banyak dampak yang teramat penting dengan fakta bahwa Indonesia menjadi “terjajah” secara budaya oleh negara lain. Salah satunya adalah tingkat kepercayaan yang tinggi terhadap apapun produk negara yang bersangkutan. Selain tergila-gila terhadap boygroup dan girlgroup serta drama-drama Korea, Indonesia adalah salah satu pasar terbesar Korea Selatan untuk produk-produk industrinya, mulai dari televisi, ponsel sampai mobil.
Kepercayaan yang membabi-buta ini juga terlihat ketika beberapa bintang K-pop dituduh melakukan tindak kekerasan seksual, para penggemarnya di Indonesia serentak membelanya dengan menutup mata bahwa kejahatan seperti ini tidak bisa ditoleransi.
(Baca lebih jauh soal kekerasan seksual bintang K-Pop: Pesohor Predator: Selebritas Korea Selatan dalam Pusaran Kekerasan Seksual)
Belum lagi keniscayaan bahwa penetrasi budaya seperti ini pasti meningkatkan konsumerisme karena menjadi penggemar pasti membutuhkan biaya — dari membeli pernik-pernik sampai memaksa pergi melihat konsernya.
Sebagai infromasi, sampai 2019 BTS telah menyumbangkan kira-kira 4.65 miliar dolar AS atau setara dengan Rp 66 triliun. Karena banyaknya penggemar BTS di Indonesia, maka orang Indonesia adalah penyumbang yang cukup berarti bagi perekonomian Korea Selatan.
Pentingnya Budaya dan Diplomasi Budaya
Berbicara mengenai kebudayaan, banyak orang yang masih menganggap bahwa kebudayaan hanya terbatas pada performa kesenian. Namun, pada kenyataannya makna dari kebudayaan lebih itu. Ahli antropologi terkemuka, James Sparadley, mendefinisikan kebudayaan sebagai sebuah pengetahuan yang diperoleh masyarakat yang digunakan untuk menafsirkan pengalaman dan menghasilkan tingkah laku. Parsudi Suparlan, guru besar antropologi Universitas Indonesia, mendefinisikan kebudayaan sebagai keseluruhan manusia sebagai makhluk sosial yang digunakan untuk memahami dan menginterpretasikan lingkungan dan pengalamannya, serta menjadi landasan bagi perilakunya.
Dari dua penjelasan pakar di atas, dapat kita simpulkan bahwa kebudayaanlah yang membentuk karakter seseorang. Dalam ranah individu, kita dapat mengambil contoh perbedaan karakter pada manusia. Perbedaan karakter yang ada manusia ini dipengaruhi oleh faktor lingkungan, seperti pola asuh orang tua, lingkar pertemanan, dan yang terpenting adalah bagaimana seseorang memperoleh pengetahuan.
Berbicara soal kebudayaan dan ranah hubungan internasional tentu bukanlah hal yang asing. Kita tentu sering mendengar permasalahan “penjiplakan” budaya suatu negara oleh negara lain. Hal tersebut menjadi penting karena budaya merupakan identitas suatu bangsa. Akan tetapi, kaitan budaya dalam ranah internasional masih terbatas pada pertunjukkan seputar kesenian seperti musik dan tari, adat, dan makanan. Contohnya, kesenian Tari Saman asal Indonesia, yang ditampilkan pada ASEAN GAMES 2018 yang sangat memukau masyarakat Internasional. Terdapat pula, makanan khas Indonesia seperti, rendang, nasi goreng dan indomie yang sudah dikenal dunia. Namun, jika ditelusuri lebih jauh, peran kebudayaan dalam ranah hubungan internasional lebih itu. Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya bahwa kebudayaan adalah sebuah pengetahuan yang mempengaruhi tingkah laku seseorang. Namun, hal tersebut tidak hanya berlaku pada individu, melainkan juga berlaku pada sebuah negara.
Awalnya praktik hubungan internasional selalu dikaitkan dengan aspek politik, ekonomi, hukum, dan sejarah. Teori – teori yang berkembang juga awalnya hanya berpaku pada asumsi-asumsi politik. Akan tetapi, karena memiliki sifat yang dinamis, seiring dengan perkembangan zaman Hubungan Internasional mulai mengakui kebudayaan sebagai suatu aspek yang bisa dibilang sangat berpengaruh dalam disiplin ilmu ini.
Pengakuan kebudayaan dalam ranah hubungan internasional ini dibuktikan dengan masuknya aspek kebudayaan ke dalam teori – teori hubungan internasional seperti teori benturan peradaban (clash of civilization theory), teori soft power (soft power theory), dan teori konstruktivisme (constructivism theory). Masuknya aspek kebudayaan dalam ranah internasional bisa kita lihat dengan jelas pada saat perang dingin. Di mana negara adidaya yaitu Amerika Serikat dan Uni Soviet saling bersaing dalam menyebarkan paham/ideologi mereka masing-masing.
Namun, jika melihat jauh ke belakang, sebenarnya aspek kebudayaan itu sudah ada jauh sebelum perang dingin. Hal itu bisa dilihat dari asumsi teori realisme yang berpendapat bahwa perang tidak bisa dihapuskan, tetapi bisa dicegah dengan mengelola konflik. Asumsi realisme tersebut berangkat dari asumsi “Hobbesian Culture” milik Thomas Hobbes yang berpendapat bahwa, negara memiliki sifat asli manusia. Sifat asli manusia yang dimaksud adalah untuk bertahan hidup, individu harus menyingkirkan individu yang lainnya. Dari kasus ini kita bisa melihat bahwa kebudayaan tidak hanya mempengaruhi cara berpikir individu, melainkan juga mempengaruhi bagaimana sebuah negara berperilaku.
Perilaku Indonesia sebagai peach builder adalah contoh lain dari kebudayaan yang mempengaruhi perilaku negara dalam ranah hubungan internasional. Memiliki penduduk muslim terbesar di dunia, menjadikan nilai-nilai kebudayaan Islam sebagai salah satu landasan perilaku masyarakat Indonesia. Tak hanya itu terdapat pula nilai-nilai Islam yang menjadi landasan perilaku Indonesia di ranah diplomasi. Salah satunya adalah nilai-nilai yang mengajarkan kebaikan dan menghindari pertengkaran. Implementasi nilai tersebut bisa kita lihat dalam julukan Indonesia di ranah Internasional yaitu peach builder, di mana Indonesia terlibat aktif dalam kegiatan menjaga perdamaian dunia seperti, mendukung kemerdekaan Palestina, menengahi konflik antara Vietnam dan Kamboja, dan aktif dalam mengirimkan pasukan perdamaian ke daerah – daerah konflik.
Pasca perang dingin, aspek kebudayaan memang semakin menonjol dalam aktivitas hubungan internasional. Hal tersebut bisa kita lihat dari mulai diperhitungkannya aspek kebudayaan ke dalam bentuk soft power. Setelah perang dingin berakhir banyak negara – negara yang semakin gencar mengembangkan soft power mereka, salah satu soft power yang paling terkenal adalah diplomasi.
Diplomasi dapat diartikan sebagai suatu proses atau keahlian dalam mengurus kepentingan sebuah negara dengan menggunakan cara damai. Di zaman globalisasi seperti sekarang, budaya merupakan salah satu aspek yang sangat diperhitungkan dalam diplomasi. Hal tersebut didukung dengan adanya internet, sehingga masyarakat suatu negara bisa mengetahui kebudayaan negara lain tanpa harus berkunjung ke negara tersebut.
K-pop dan Diplomasi Budaya
Ada banyak negara yang tengah berfokus mengembangkan kebudayaan mereka masing-masing agar lebih dikenal oleh masyarakat dunia namun, yang paling dikenal berhasil adalah Korea Selatan. Tak bisa dipungkiri, Korea Selatan berhasil meningkatkan sektor perekonomian negaranya lewat diplomasi budaya “Korean wave”. Ada dua sektor utama yang menjadi fokus yang ingin dikembangkan pemerintah Korea yaitu K-Pop dan K-Drama. Diketahui, peningkatan sektor perekonomian Korea Selatan berasal dari penjualan tiket konser, merchandise K-Pop, dan peningkatan devisa dari sektor pariwisata yang merupakan dampak positif dari mendunianya K-Pop dan K-Drama.
Keberhasilan Korea Selatan ini dimulai ketika krisis ekonomi dunia menghantam negara tersebut tahun 1997-1998 yang mengakibatkan pemimpin Korea membuat strategi menggunakan musik dan budaya sebagai alat meningkatkan reputasi dan pengaruh di dunia internasional. Mereka mengalokasikan jutaan dolar Amerika untuk usaha-usaha ini termasuk mendirikan kementerian kebudayaan yang di dalamnya ada departemen khusus tentang K-pop. Kemudian, pemerintah Korea Selatan menjadikan proyek ini prioritas serta mengembangkan teknologi hologram, membangun fasilitas untuk pertunjukan, termasuk ruangan konser yang besar serta membuat peraturan-peraturan yang mendukung K-pop ini. Tujuannya utamanya adalah menjadikan budaya pop Korea dianggap bagus oleh dunia.
Terbukti kemudian bahwa semua kebijakan ini berhasil mengantarkan K-pop ke tataran global dan menciptakan penggemar di mana-mana. Korea Selatan kemudian berhasil mendapatkan keuntungan ekonomi yang berlimpah dari K-pop karena bukan hanya lagu-lagu dan drama, demam K-pop merambah ke industri lain, misalnya seperti skincare, cosmetic, makanan dan bahasa Korea yang kini makin populer untuk dipelajari di seluruh dunia.
Budaya, Masyarakat dan Pemerintah Indonesia
Tahun 2020-2021 merupakan cobaan bagi seluruh negara di dunia. Setelah ditetapkan virus CORONA sebagai pandemi oleh WHO pada awal 2020 lalu, banyak negara yang mulai dihadapkan dengan masalah stagnansi bahkan resesi ekonomi, tak terkecuali Indonesia. Sudah bukan rahasia umum lagi, bahwa Indonesia adalah sasaran empuk bagi diplomasi budaya negara lain, terutama budaya Korea Selatan. Begitu banyaknya tren yang mengarah kepada budaya Korea Selatan di Indonesia, mulai dari tren kuliner, pakaian, musik, bahkan tren penggunaan bahasa. Hal ini sungguh disayangkan karena Indonesia hanya sekedar menjadi follower dari diplomasi budaya negara lain. Indonesia harusnya mampu menjadi trendcenter dalam hal diplomasi budaya karena Indonesia adalah negara yang kaya akan budaya. Akan tetapi, hal tersebut tidak bisa dibangun dengan mudah, butuh sinergi dan bantuan dari masyarakat Indonesia sendiri dalam memperkenalkan budaya Indonesia kepada dunia.
Diplomasi budaya tidak harus selalu dilakukan secara formal seperti yang dilakukan konsulat atau duta-duta besar pada umumnya. Akan tetapi, diplomasi budaya juga bisa dilakukan melalui internet, melalui media sosial seperti twitter, instagram, youtube, dan tiktok, sebagaimana yang dilakukan Korea Selatan.
Memiliki penduduk nomor empat terbesar di dunia, masyarakat Indonesia memiliki peran yang besar dalam menyukseskan program diplomasi budaya ini. Diplomasi budaya melalui media sosial ini dapat berhasil jika setiap masyarakat menganggap dirinya sebagai seorang agen yang wajib memperkenalkan budaya Indonesia di kancah internasional. Dengan begitu Indonesia tidak hanya sekedar menjadi penikmat belaka. Dengan adanya diplomasi budaya ini diharapkan budaya Indonesia bisa menjadi lebih mendunia dan juga bisa memberikan dampak positif dalam membangun citra Indonesia di dunia diplomasi.
Seperti yang ditunjukkan oleh Korea Selatan, selain peran masyarakat, pemerintah memegang peranan sangat penting. Pemerintah harus mendisain kebijakan yang jelas tentang dukungan penuhnya terhadap industri kreatif dan budaya serta mengalokasikan dana yang cukup ke usaha ini. Hanya dengan perencanaan, strategi dan eksekusi yang tepat industri kreatif Indonesia bisa tumbuh dan mendunia, dan seperti yang ditunjukkan oleh K-pop, investasi ini tidak akan sia-sia dan akan kembali berlipat-lipat secara ekonomi, budaya dan politik.
Sudah saatnya kita belajar dan kita tidak usah malu belajar dari Korea Selatan.