Pernikahan Dini tak Seindah Harapan

Aviatul Rofikasari

3 min read

Pernikahan dini terus menjadi sorotan di Indonesia, terutama di kalangan masyarakat yang menganggap hal ini sebagai solusi dari masalah sosial seperti menghindari zina maupun sudah telanjur hamil di luar nikah. Di balik keputusan tersebut, terdapat dampak negatif yang sering kali diabaikan, terutama pada masa depan pendidikan, pencapaian, dan karir para generasi muda.

Sebagian besar, penyebab remaja memilih menikah di usia dini karena gaya pacaran yang sudah melampaui batas. Adapun faktor lainnya, lantaran remaja mengikuti trend atau fomo, pola asuh yang kurang baik, desakan dari orang di sekitarnya, lingkungan, adat istiadat, dan kemudahan dalam mengakses informasi.

Dampaknya, banyak remaja terpaksa putus sekolah setelah menikah di usia dini. Bagi sebagian keluarga, pernikahan dini dianggap sebagai solusi untuk menutup rasa malu atau tekanan sosial. Remaja yang hamil di luar nikah atau terjerat hubungan yang tidak sesuai dengan norma agama dan budaya sering memilih menikah untuk menghindari stigma demi menjaga nama baik keluarga. Namun kenyataannya, pilihan ini seringkali diambil tanpa mempertimbangkan efek jangka panjang sehingga membawa banyak masalah di kemudian hari.

Baca juga:

Pendidikan menjadi korban utama dari pernikahan dini. Remaja yang menikah muda harus mengorbankan masa depan akademis dan melepaskan kesempatan mereka untuk mengembangkan potensinya demi bertanggung jawab sebagai istri/ibu maupun suami/ayah. Tanpa pendidikan yang memadai, banyak dari mereka yang kesulitan mendapatkan pekerjaan yang layak, sehingga rantai kemiskinan sulit diputus. Hal ini juga dapat mempengaruhi psikologis remaja seperti depresi bahkan keinginan untuk bunuh diri. Sebab di usia yang masih belasan tahun, remaja masih terjebak dalam mengontrol diri sendiri.

Sebuah contoh yang kerap dijadikan pembenaran adalah ketika kasus pasangan remaja yang memutuskan menikah karena sudah terlanjur hamil. Bagi sebagian kalangan, hal tersebut dianggap sebagai solusi untuk menyelamatkan kehormatan keluarga dan menjaga agar anak tidak lahir di luar ikatan pernikahan. Meskipun tujuannya untuk “menyelesaikan” masalah sosial, pernikahan yang didorong oleh situasi ini seringkali berakhir dengan perceraian, konflik dalam rumah tangga, atau bahkan kesulitan ekonomi. Tanpa kesiapan emosional dan finansial, pasangan muda ini harus menghadapi tantangan besar dalam menjalani kehidupan rumah tangga.

Di beberapa wilayah, remaja yang memilih menikah dini sering kali didorong oleh keinginan untuk menghindari zina demi menjaga baik moralitas. Namun, mereka kerap tidak menyadari bahwa pernikahan bukan hanya soal menghindari dosa, melainkan tentang tanggung jawab yang besar. Minimnya persiapan dan pengetahuan tentang kehidupan berumah tangga membuat banyak pasangan muda ini merasa kewalahan. Tidak sedikit yang akhirnya kembali kepada orang tua atau bahkan berpisah di usia muda. Hal ini menciptakan masalah baru yang berdampak bagi anak-anak yang lahir dari pernikahan tersebut. Di sisi lain, juga dapat meningkatkan risiko stunting.

Para ahli pendidikan, psikolog, dan aktivis hak anak menentang keras pernikahan dini. Mereka berpendapat bahwa solusi terbaik bukanlah menikahkan remaja, melainkan dengan menekankan pentingnya memberikan edukasi yang lebih komprehensif tentang seksualitas, hubungan yang sehat, dan tanggung jawab dalam pernikahan. Pendidikan yang cukup, tidak hanya mencegah kehamilan diluar nikah, tetapi juga memberikan kemampuan para remaja tersebut untuk membuat keputusan yang lebih bijaksana dan berharga tentang masa depan mereka.

Pemerintah juga telah menetapkan batas usia minimal untuk menikah, namun masih banyak celah hukum dan tekanan sosial yang dimanfaatkan oleh keluarga untuk mengizinkan pernikahan dini. Terbatasnya edukasi seks dan akses rendah terhadap alat kontrasepsi juga menjadi penyebab meningkatnya kehamilan remaja, yang kemudian diselesaikan dengan pernikahan.

Pernikahan dini jelas bukan solusi yang ideal. Alih-alih menyelesaikan masalah, justru pernikahan di usia dini membawa banyak persoalan yang berkepanjangan. Sebagai masyarakat, penting bagi kita untuk mendorong remaja melanjutkan pendidikan dan mempersiapkan mereka dengan pengetahuan yang memadai agar dapat menghadapi tantangan hidup tanpa harus terjebak dalam pernikahan dini yang merenggut masa depannya.

Baca juga:

Dalam kehidupan, pencarian jati diri tidak semata-mata tentang kasmaran saja . Seorang remaja bisa mengeksplorasi berbagai hal dan mencari relasi dengan banyak orang di sekitarnya. Contohnya seperti mengikuti kegiatan ekstrakurikuler, webinar atau diskusi, berpartisipasai dalam kegiatan sosial atau volunteer, bimbingan belajar, organisasi kepemudaan, dan mampu memberikan dampak yang bermakna di lingkungan sekitar. Dengan begitu, remaja tersebut bisa menemukan hal-hal yang menarik dan berpotensi untuk mencapai sesuatu yang ingin dikuasai dalam hidup.

Berbagai macam aktivitas tersebut dapat membantu generasi muda dalam menemukan bakat dan minat sesuai dengan kepribadiannya. Di berbagai aktivitas yang dijalani, remaja mampu menghadapi persoalan yang ada (problem solving) sehingga mereka bisa meningkatkan kemampuan berpikir.

Produktivitas di usia dini merupakan langkah dan solusi yang dapat membantu generasi muda untuk menghindari pernikahan dini dan memutus rantai permasalahan sosial. Ketika seorang remaja memiliki keinginan, mereka akan bersemangat dan termotivasi untuk selalu bersekolah dan mengembangkan diri. Pendidikan yang baik akan memberikan peluang yang lebih luas, tidak hanya untuk mendapatkan pekerjaan dan penghidupan yang layak tetapi juga mewujudkan masa depan gemilang.

Dengan demikian, generasi muda dapat memandang pernikahan dini bukan satu-satunya jalan keluar untuk menghindari zina atau tekanan sosial, melainkan sebuah keputusan penting dalam hidup yang harus dipertimbangkan secara matang dan kesiapan penuh memilih masa depannya. Mereka juga diberikan pemahaman bahwa kehidupan adalah tentang proses belajar dan masa depan yang memerlukan suatu usaha, dedikasi, kesabaran, dan berproses. (*)

 

Editor: Kukuh Basuki

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Aviatul Rofikasari

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Dapatkan tulisan-tulisan menarik setiap saat dengan berlangganan melalalui email