Kebijakan pemerintah melalui PT. Pertamina perihal penggunaan aplikasi MyPertamina untuk pembelian BBM subsidi, Pertalite dan Solar, menemui beragam kritik dari masyarakat. Pada awal peluncurannya, masyarakat telah mengeluhkan aplikasi yang sulit diakses dan server yang selalu penuh. Belum lagi masyarakat harus melengkapi identitas diri dan kendaraan saat mendaftar.
Sebagai wujud manfaat teknologi, aplikasi mobile yang dapat diunduh di ponsel dipercaya sebagai jalan keluar dari beragam masalah konvensional demi tercapainya kemudahan dan kepraktisan. Untuk mendukung kebijakan-kebijakan publik, pemerintah pun turut memanfaatkan teknologi aplikasi ini. Namun, bukannya menawarkan kemudahan bagi masyarakat, akhir-akhir ini beragam kebijakan yang mengandalkan aplikasi malah membuat masyarakat merasa terbebani. Peluncuran aplikasi tidak diimbangi dengan fakta bahwa masih banyak masyarakat yang belum melek pengetahuan digital. Bukannya memudahkan, keharusan transaksi lewat aplikasi justu hanya akan merepotkan. Manfaat adanya aplikasi pun dipertanyakan. Apakah aplikasi dibuat untuk menunjang kemudahan dari beragam masalah atau sebagai alat politik untuk kepentingan tertentu?
Upaya yang menurut pemerintah baik nyatanya mendapat kritik dari masyarakat luas. Buktinya bisa dilihat dari orang-orang yang memberikan ulasan bintang satu di aplikasi MyPertamina. Dalam ruang-ruang obrolan sehari-hari, masyarakat juga mengeluhkan susahnya proses transaksi barang subsidi dari pemerintah. “Udah harga lagi pada naik, sekalinya dapat harga murah hasil subsidi pemerintah prosesnya ribet!”
Bukan kali ini saja, saat pandemi Covid-19, kebijakan check-in/out di tempat umum serta berpergian yang wajib memakai aplikasi PeduliLindungi juga menuai kritik dari masyarakat. Apalagi dalam teknisnya aplikasi ini menemui banyak keluhan karena verifikasi data sertifikat vaksin yang tidak terunggah. Akhirnya, hingga saat ini segala kebijakan tersebut dipahami hanya sebagai formalitas di masyarakat tanpa melihat manfaat dan interaksi yang dibangun.
Literasi Digital dan Keamanan Data
Minimnya literasi digital dan kekhawatiran akan ketidakamanan data pribadi menjadi penyebab masyarakat enggan menggunakan aplikasi buatan pemerintah. Dari 78,2 % pengguna internet di Indonesia, baru 32% yang sudah cakap digital. Kecakapan digital bukan hanya soal kemampuan mengoperasikan smartphone dan mengakses sosial media, lebih dari itu, kecakapan digital juga meliputi kemampuan individu dalam memahami perangkat teknologi informasi untuk produktivitas sehari-hari.
Selain terbatasnya sumber daya manusia (SDM) yang berpengetahuan teknologi, minimnya kualitas SDM yang mengatur jalannya implementasi kebijakan publik berbasis aplikasi ini juga menjadi masalah lain. Contohnya bisa kita lihat dari program e-Goverment di berbagai daerah di Indonesia yang mengalami keterbatasan SDM. Misalnya di Kabupaten Merauke, dalam artikel “Implementasi Pengembangan Sumber Daya ManusiaTerhadap Implementasi E-Goverment di Kabupaten Merauke”, ada beberapa masalah SDM yang menghambat, antara lain: ketidaksiapan SDM dari segi dukungan pengembangan dan peningkatan kualitas serta kurangnya pendidikan dan pelatihan bagi operator, progammer, analis, dan pegawai.
Baca juga:
Isu keamanan data juga jadi penyebab kuat keengganan masyarakat untuk memakai aplikasi. Kebocoran data masyarakat di tangan pemerintah yang sering terjadi membuat masyarakat khawatir dan sulit percaya. Penyebab keengganan masyarakat boleh jadi disebabkan oleh tidak adanya penjelasan tentang keberlanjutan penggunaan data pribadi yang selalu menjadi syarat mendaftar aplikasi. Pemerintah sebagai penjamin dan pemangku kebijakan tidak memberikan keterangan yang jelas perihal jaminan keamanan data pribadi.
Seharusnya, kita bisa mencontoh aplikasi TraceTogether, aplikasi semacam PeduliLindungi asal Singapura yang secara transparan memberi kejelasan berapa lama data akan disimpan dan alasan mengapa data pribadi harus digunakan. Di aplikasi tersebut secara jelas disebutkan bahwa dalam 25 hari data akan secara otomatis terhapus.
Serba Aplikasi tapi Minim Persiapan
Selain faktor literasi digital dan keaman data, masalah penggunaan aplikasi dalam kebijakan publik juga timbul dari kurangnya persiapan penyedia layanan. Pada kasus aplikasi MyPertamina, meskipun PT Pertamina menyatakan bahwa aplikasi wajib dipakai per tanggal 1 Juli 2022, kenyataannya ada begitu banyak kasus eror saat akan mengakses aplikasi. Alhasil, ketika orang-orang datang ke SPBU untuk mengisi BBM, terjadi antrean yang luar biasa. Petugas SPBU pun mau tidak mau harus tetap melayani dengan cara konvensional untuk mengurai antrean. Tak sedikit pula pengendara yang batal mengisi BBM. Lagi-lagi, yang paling dirugikan karena ketidaksiapan ini adalah masyarakat, yaitu petugas SPBU maupun pengendara.
Keengganan masyarakat dalam merespons beragam kebijakan pemerintah berbasis teknologi bukan tanpa alasan atau sekedar malas. Kendala-kendala teknis dan keamanan data pribadi juga menjadi sebab lain yang perlu diperhatikan oleh pemerintah agar segala kebijakan publik yang dimaksudkan baik berjalan dengan partisipasi dan dukungan masyarakat yang penuh.