Kota /1
hidup dalam mimpi buruk yang abadi
setiap senin pagi menenggak racun
berkali-kali sempoyongan
hampir mabuk nyaris mati
ah! siang hari
penuh kunang-kunang, katamu
jalanan penuh
orang-orang tekun menghamba
kepada lampu lalu lintas; klakson
kendaraan; pom bensin; jam 7 pagi;
jam 12 siang; sore hari; gajian;
tanggal muda; mesin atm; konsumerisme;
uang; uang; uang
rahim kota melahirkan
tangan-tangan pendek dengan harapan
yang terlampau panjang juga tak mengenal rampung
seperti si kecoa samsa ciptaan kafka
mengangankan pemandangan musim semi
di dalam kamar sempit & tertutup atau
seperti si melankolis mersault ciptaan camus
ingin mati bahagia meninggalkan hidup yang absurd
selamanya? selamanya.
sebab selamanya adalah labirin penderitaan bagi setiap orang kota; kita.
–
Kota /2
suara kereta menabrak angin
malam adalah soal mengucek mata
jam 6 pagi matahari masih malas
tetapi rumah-rumah mulai bekerja
air memuntahkan diri dari lubang keran
ayam tetangga berkokok bergantian
mengucap selamat pagi & selamat bekerja
kau bekerja lebih pagi sebab kunci kantor mengikutimu pulang hari kemarin!
di atas jok motor yang membuat
bokongmu kesemutan, kaulihat
seluruh jalanan berwarna abu-abu
bukan karena mendung, melainkan
waswas kalau kesiangan
–
Kota /3
di kota, bunuh diri boleh-boleh saja
asal pelan-pelan, banyak anak kecil
ha ha ha
–
Kota /4
setelah putus, aku mengingatmu:
kita berpacaran, kau dan aku
cinta kita telor gulung alun-alun kesukaanmu
atau bubur sumsum puskesmas kesukaanku
selera kita berbeda; pedas & manis,
timur & barat, kanan & kiri, bioskop & timezone,
berenang & tapak suci, hujan & senja,
pasar kliwon & rita supermall, & & &
oh mantanku,
kau boleh berseberangan denganku
dalam segala hal, tetapi satu hal yang jelas & paling berkesan bagiku & bagimu ialah:
di lampu merah,
kau dan aku selalu tertawa berebut uang receh
untuk diberikan kepada pengamen atau pengemis
atau badut doraemon atau manusia perak yang—
khawatir alpa mengisi perut.
–
Kota /5
kepalamu; gedung tua tanpa penghuni
dengan tembok penuh coretan-makian
soal negara yang gagal, pekerjaan yang memperbudak,
upah murah, tilangan polisi, tagihan listrik mencekik,
dsb, dsb
di jalan pulang
senja mengendap di usiamu
hidup tinggal separuh
rambut hitam tinggal satu
lainnya putih, semuanya putih
suara toa masjid agung
masuk ke lubang kuping
bersamaan dengan ingatan
tentang negara yang gagal,
pekerjaan memperbudak,
upah murah, tilangan polisi,
tagihan listrik mencekik, dsb, dsb
satu detik saja kau sudah
terbebas dari segalanya
gedung tua dengan tembok
penuh coretan-makian,
hancur-lebur dalam sekejap.
–
Kota adalah Racun
adalah bebatuan yang menghalangi jalan,
langkan besi pembatas jembatan,
pohon ambruk, mobil polisi di tengah jalan,
tiang listrik roboh, lampu lalu lintas,
undang-undang, buku-buku, sel penjara,
tali pramuka yang melilit leher,
status whatsapp, dan tetek-bengek lainnya,
dan tetek-bengek lainnya
seluruh aku menabrakkan diri
meminjam keangkuhan simulakra
menerobos semak kata-kata
serupa penyair, oh, tidak!
maaf, tubuhku lumer
perasaanku bawang merah
dan mataku?—ya, mataku;
membaur bersama mata-mata
yang lain, yang tak terlihat
di kota ini
serupa hantu. serupa hantu.
sementara tuhan?—patung pahlawan di tengah kota yang diabaikan.
*****
Editor: Moch Aldy MA