Suka menulis puisi dan mempertanyakan beberapa pertanyaan. Tinggal di salah kabupaten kecil bagian timur jawa barat, Kuningan

Menulis adalah Perjalanan Panjang, Maka Siapkan Bekalmu

Muhammad Diaul Fikri

2 min read

Barangkali, menulis adalah perjalanan panjang yang melelahkan. Ketika kita tidak tahu arah dan tujuan menulis, tidak punya persiapan dan bekal yang memadai secara fisik serta mental, yang bakalan terjadi adalah tulisan kita hanya akan berputar-putar, kita tak akan sampai ke tujuan kita menulis. Begitu terus berulang kali dan tidak akan selesai-selesai.

Saya teramat sering mengalaminya. Setiap kali menulis, setiap kali ide-ide dituangkan dan gagasan-gagasan ditorehkan, saya mandek di paragraf pertama. Ide saya tiba-tiba entah raib ke mana sehingga saya sering tidak mampu melanjutkan ke paragraf kedua, ketiga, dan seterusnya. Andaikan paragraf selanjutnya mampu dilanjutkan, syukur banyak saya panjatkan kepada Tuhan.

Jika demikian, apakah saya sering patah arang dan kehilangan semangat? Tentu saja jawabannya “iya”. Akan tetapi, ketika saya kehilangan semangat menulis, saya suka teringat jawaban Tere Liye saat ditanya soal bagaimana caranya supaya bisa menjadi penulis besar dan produktif. Singkat saja Tere Liye menjawab: Tulislah setiap hari minimal seribu kata selama tiga tahun.

Jawaban singkat itu menyadarkan saya bahwa menulis butuh proses yang tidak sehari jadi dan tulisan yang kita buat tidak begitu saja tiba-tiba dibaca oleh banyak orang. Ada jalan panjang yang berliku dan waktu tidak sebentar yang harus ditempuh untuk bisa sampai pada tujuan yang telah dicanangkan. Oleh karena itu, saya meyakini bahwa menulis adalah sebuah perjalanan panjang. Meski terasa menyenangkan, sesekali ketika melihat pemandangan di sepanjang jalan, tetap saja rasanya melelahkan.

Baca juga:

Yang Perlu Disiapkan

Sebagaimana perjalanan, menulis butuh bekal dan berbagai persiapan. Saya sering kali melupakannya karena terburu-buru ingin segera mungkin menyelasaikannya.

Bekal perjalanan menulis yang perlu disiapkan adalah buku. Lebih tepatnya membaca buku. Bacalah buku sebanyak-banyaknya. Mau tidak mau. Salah satu penyair favorit saya, Aan Mansyur, malah menyarankan hal yang lebih gila. Untuk menulis satu buah buku, minimal kamu telah membaca seribu buku. Seorang penulis juga harus menjadi seorang pembaca yang tekun. Buku yang sudah kamu baca dapat menuntunmu ke mana dan dengan cara apa saja yang mesti ditempuh untuk sampai tujuan.

Hal lain yang harus disiapkan ketika hendak melakukan perjalanan panjang adalah berlatih. Untuk mendapatkan tulisan yang baik, setiap usaha berharga. Usaha kecil yang ditekunkan dan dibiasakan ikut berperan. Usaha itu adalah rutin menulis setiap hari.

Dengan kata lain, bekal lain yang harus dipersiapkan ketika kita menghendaki perjalanan panjang menulis adalah memiliki catatan harian. Tulis apa pun itu, mau cerita, pengalaman, ataupun ide dan gagasan. Orang-orang hebat seperti Pramoedya Ananta Toer, Ahmad Tohari, dan Aan Mansyur—yang pernah saya baca sedikit banyak kisahnya—senantiasa menulis di buku harian, sebuah upaya yang cukup sederhana untuk menumpahkan sekelumit kegelisahan.

Buku catatan harian boleh jadi merupakan harta berharga yang amat sangat dibutuhkan untuk menenangkan rasa khawatir dan ragu-ragu terhadap rute yang sedang ditempuh selama berada di tengah-tengah perjalanan. Ia bisa jadi serupa peta yang siap sedia menunjukkan arah dan rute ke mana seharusnya dan tidak seharusnya dilalui. Ia juga bisa jadi pemandu jalan yang mengingatkan untuk berhenti sejenak agar kita bisa mengisi kembali tenaga dan semangat.

Baca juga:

Hal lain juga yang sering dilupakan namun wajib ada dan harus dipersiapkan matang-matang adalah kesiapan mental menghadapi segenap rintangan dan cobaan dalam perjalanan panjang yang akan ditempuh. Saya duga persiapan inilah yang sering sekali dilupakan.

Menulis, jika tidak dikatakan berlebihan, adalah sebuah perjalanan mulia. Dan sebagaimana perbuatan-perbuatan mulia lainnya, ia rentan diterjang badai godaan dan cuaca pikiran dan perasaan yang berubah-ubah. Orang-orang yang lemah iman dalam kepenulisan bisa dipastikan memilih berhenti dan kembali ke kampung halaman.

Pada akhirnya, yang layak diingat dan kita renungkan adalah bahwa kerja penulisan tak lain berisi pengalaman-pengalaman, baik pahit ataupun manis, yang kita rasakan selama menempuh perjalanan panjang. Penulis yang baik ibarat pengembara. Ia bersedia dan siap menempuh perjalanan panjang dengan persiapan yang matang. Tahan kelelahan dan godaan yang sewaktu-waktu bisa datang. Belum lagi marabahaya yang mengintai, yang sewaktu-waktu bisa saja mencelakainya. Dan setiap sampai di satu tujuan, ia akan menetapkan tujuan berikutnya. Lebih jauh lagi. Lebih menantang lagi. Terus begitu hingga ajal menjemputnya.

 

 

Editor: Prihandini N

Muhammad Diaul Fikri
Muhammad Diaul Fikri Suka menulis puisi dan mempertanyakan beberapa pertanyaan. Tinggal di salah kabupaten kecil bagian timur jawa barat, Kuningan

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Dapatkan tulisan-tulisan menarik setiap saat dengan berlangganan melalalui email