Pengajar Filsafat Pendidikan PSP ISI Yogyakarta

Ketika Dosen Turun ke Jalan

Roy Simamora

3 min read

ISI bersatu tak bisa dikalahkan!

Tukin turun, menjadi keharusan!

Demikian yel-yel yang menggema dalam aksi damai di depan rektorat ISI Yogyakarta pagi itu. Dalam suasana penuh semangat tetapi tetap tertib, para dosen bersatu menyuarakan tuntutan terkait tunjangan kinerja yang belum dibayarkan oleh pemerintah.

Pada hari yang sama, Senin, 03 Februari 2025, Aliansi Dosen Kemdiktisaintek Seluruh Indonesia (ADAKSI) juga menggelar serangkaian aksi damai serentak di berbagai kota besar di Indonesia. Aksi ini merupakan respons penuh kegelisahan terhadap ketidakpastian yang terus berlangsung mengenai pencairan tunjangan kinerja (tukin) bagi dosen Aparatur Sipil Negara (ASN) di bawah Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi bidang Sains dan Teknologi (Kemendiktisaintek).

Masalah ini terjadi karena serangkaian kendala birokratis yang mencegah hak-hak finansial bagi para dosen. Seiring berjalannya waktu, ketidakjelasan ini bukan hanya menambah ketidakpastian dalam kehidupan pribadi para dosen, tetapi juga timbulnya rasa tidak dihargai atas pengabdian mereka dalam mencerdaskan kehidupan bangsa.

Aksi ini membawa tuntutan utama yang jelas dan tegas: percepatan pencairan tunjangan yang tertunda sejak 2020 hingga 2024. Dosen di seluruh Indonesia menegaskan bahwa hak mereka atas tunjangan ini, yang sudah sepatutnya diberikan, harus segera dipenuhi. Para dosen mengingatkan pemerintah bahwa tugas mereka dalam menjalankan Tri Dharma Perguruan Tinggi—pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat—adalah beban berat yang membutuhkan perhatian lebih. Bukan hanya dalam bentuk pengakuan semata, tetapi juga dalam hal kesejahteraan yang layak.

Sementara para dosen dengan penuh dedikasi menjalankan kewajiban akademik, mereka terpaksa melihat kenyataan bahwa kesejahteraan mereka sering kali diabaikan. Keadaan ini diperburuk oleh fakta bahwa lembaga-lembaga riset yang hanya terfokus pada sebagian aspek Tri Dharma telah menerima tunjangan serupa tanpa menghadapi kendala birokratis yang sama.

Baca juga:

Salah satu aksi yang menonjol dilakukan oleh dosen-dosen Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta, yang dengan lantang menyuarakan pentingnya harmonisasi kebijakan terkait pencairan Tukin. Para dosen menyoroti bahwa tahun 2025, telah tercapai kesepakatan antara Kementerian dan DPR yang membuka peluang bagi penyelesaian masalah ini, sehingga tidak ada lagi alasan untuk menunda pencairan yang sangat diharapkan ini. Selain itu, dosen di lingkungan ISI Yogyakarta mendesak agar pemerintah, di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto, segera mengambil langkah tegas dan konkret dalam menyelesaikan permasalahan yang telah berlarut-larut ini.

Cermin Tata Kelola Birokrasi yang Lemah

Ketidakjelasan dan kelambanan dalam pencairan Tukin bagi dosen ASN menunjukkan lemahnya tata kelola birokrasi di negara ini. Hal ini mencerminkan kurangnya perhatian serius dari pemerintah terhadap kesejahteraan tenaga pendidik, meskipun mereka merupakan elemen yang sangat vital dalam mencetak generasi penerus bangsa.

Salah satu akar masalah utama adalah kurangnya koordinasi antara Kementerian Keuangan, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, serta DPR dalam menetapkan mekanisme pencairan yang jelas, efisien, dan tepat waktu. Pada era sebelumnya, para pejabat yang bertanggung jawab atas kebijakan ini tampak kurang memahami kompleksitas birokrasi pencairan tunjangan yang berujung pada keterlambatan yang tak kunjung selesai. Bagi para dosen, masalah ini bukanlah tanggung jawab mereka, melainkan tanggung jawab kementerian.

Kebijakan yang tidak berpihak pada kesejahteraan dosen ini memiliki potensi dampak yang jauh lebih luas: merusak kualitas pendidikan tinggi di Indonesia. Tanpa perhatian yang layak terhadap kesejahteraan para dosen, negara ini berisiko mengalami penurunan kualitas pengajaran yang berujung pada kerdilnya potensi intelektual bangsa. Dampak dari ketidakpastian pencairan tukin ini jauh lebih besar dari sekadar ketidaknyamanan pribadi dosen. Ketidakjelasan mengenai hak finansial mereka berpotensi menurunkan motivasi kerja dan kualitas pendidikan di perguruan tinggi.

Dosen yang seharusnya fokus pada Tri Dharma Perguruan Tinggi mungkin akan terpaksa mencari pekerjaan tambahan untuk mencukupi kebutuhan hidup, yang tentu saja mengurangi kualitas pengajaran mereka. Hal ini dapat menciptakan lingkaran setan ketidakpedulian yang merugikan sektor pendidikan tinggi secara keseluruhan. Selain itu, ketidakpastian ini juga memengaruhi regenerasi tenaga pendidik. Generasi muda yang tertarik untuk bergabung sebagai dosen ASN akan berpikir dua kali sebelum memilih jalur karier ini, mengingat ketidakpastian dan ketidakadilan yang melingkupi profesi ini.

Dalam menghadapi situasi ini, para dosen ASN dari berbagai perguruan tinggi, termasuk dosen-dosen di lingkungan ISI Yogyakarta, dengan tegas menyatakan bahwa para dosen akan terus memperjuangkan hak mereka hingga ada keputusan yang adil. Para dosen berharap agar Presiden Prabowo Subianto dan jajaran pemerintah segera mengambil tindakan konkret, bukan sebatas janji. Selain itu, reformasi birokrasi dalam pengelolaan tunjangan bagi tenaga pendidik sangat perlu dilakukan untuk mencegah terulangnya masalah serupa di masa depan.

Dukungan terhadap Aksi

Dukungan terhadap aksi damai ini semakin meluas. Berbagai elemen masyarakat, termasuk mahasiswa, organisasi akademik, dan pengamat pendidikan, turut bersuara. Para mahasiswa yang langsung merasakan dampak dari kualitas pengajaran dosen ikut menyuarakan dukungan terhadap perjuangan untuk kesejahteraan dosen-dosen di Indonesia. Mereka menyadari bahwa kualitas pendidikan yang mereka terima sangat bergantung pada kesejahteraan dosen yang mengajarnya.

Baca juga:

Tidak hanya itu, organisasi-organisasi akademik seperti Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) dan Forum Dosen Indonesia (FDI) juga memberikan dukungan tegas terhadap perjuangan ADAKSI, mengingat pentingnya perhatian pemerintah terhadap kesejahteraan dosen demi menjaga kualitas pendidikan tinggi di Indonesia.

Dalam pengamatan saya, jika masalah terkait ketidakpastian tunjangan yang diterima oleh para dosen ini tidak segera diselesaikan, Indonesia bisa menghadapi krisis serius terkait dengan tenaga pengajar di masa depan. Sebagai profesi yang membutuhkan dedikasi tinggi, dosen-dosen yang selama ini telah berjuang untuk mencerdaskan generasi muda akan semakin merasa terpinggirkan, baik secara finansial maupun moral.

Oleh karena itu, saya mendesak dengan tegas agar pemerintah segera menetapkan kebijakan lebih proaktif, bukan hanya untuk mengatasi masalah ini sesaat, tetapi juga mencegah terjadinya masalah lebih besar di masa mendatang. Pemerintah harus memastikan bahwa tunjangan kinerja yang layak bagi para dosen dapat diberikan dengan tepat waktu dan sesuai dengan ketentuan berlaku. Selain itu, sangat penting untuk menerapkan mekanisme pencairan yang lebih transparan, efisien, dan akuntabel, guna membangun kembali kepercayaan para dosen terhadap sistem yang ada.

Sebagai penutup, aksi damai yang dilakukan para dosen di Indonesia adalah pengingat keras bahwa perjuangan mereka bukan hanya untuk kepentingan pribadi mereka, melainkan juga untuk masa depan pendidikan yang berkualitas dan berdaya saing. Pemerintah diharapkan segera merespons tuntutan ini dengan langkah yang nyata dan konkret demi menciptakan sistem pendidikan yang lebih adil, transparan, dan sejahtera. Dukungan publik yang semakin meluas terhadap isu ini adalah sinyal bahwa perubahan tidak hanya dibutuhkan, tetapi harus segera dilaksanakan demi menjaga masa depan pendidikan yang lebih baik dan bermartabat.

 

 

Editor: Prihandini N

Roy Simamora
Roy Simamora Pengajar Filsafat Pendidikan PSP ISI Yogyakarta

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Dapatkan tulisan-tulisan menarik setiap saat dengan berlangganan melalalui email