Suatu hari saya melihat unggahan video di Facebook. Video tersebut berisikan seorang tokoh agama (guru) yang sedang mengajarkan murid-muridnya bahasa Arab. Sang guru menyebut bahasa Arab penting sekali bagi manusia, khususnya bagi yang memeluk agama. Yang menjadi pertanyaan adalah, apa hubungan agama dan bahasa??
Sangat simpel, di situ saya mendapatkan satu pencerahan yang cukup menarik. Selain mengajar agar murid-muridnya bisa berbahasa Arab, sang guru juga menyelipkan satu hal esensial, yakni bagaimana bahasa Arab bisa memberikan demarkasi dan pemahaman penting dalam beragama.
Orang-orang yang tidak memahami bahasa Arab sering menggangap orang yang bicara dan fasih bahasa Arab sebagai orang yang paham agama. Mereka juga menganggap bahasa Arab sebagai bahasa sakral agama Islam. Hal-hal seperti inilah yang ingin coba disampaikan sang guru dalam mengajarkan pentingnya bahasa Arab. Selain sebagai alat komunikasi, bahasa juga punya fungsi penting dalam memberikan pemahaman beragama.
Bagaimana Agama Melihat Bahasa?
Bercermin dari guru yang mengajarkan murid-muridnya bahasa Arab, kita bisa melihat satu penjelasan menarik bagaimana agama melihat bahasa. Dalam pandangan saya sendiri, agama memandang bahasa sebagai media komunikasi. Bahasa digunakan sebagai instrumen untuk menyampaikan pesan agama kepada manusia yang memiliki kemiripan bahasa. Dalam menyampaikan pesan agama, penggunakan bahasa yang mudah dipahami orang-orang secara umum merupakan cara yang baik. Dengan penyampaian yang baik, ilmu agama yang didapat pun bisa dicerna dengan mudah.
Baca juga:
Melalui Al-Quran, Islam dengan sangat jelas menerangkan aturan-aturan langsung dari Tuhan melalui perantara malaikat dan nabi atau rasul. Al-Quran menyajikan pemahaman kepada manusia tentang segala hal yang berkaitan dengan kehidupan dunia dan akhirat. Bahasa digunakan sebagai alat komunikasi untuk memahami agama dengan baik dan kompherensif. Penjelasan isi kitab suci oleh para ahli agama kepada masyarakat umum memberikan dampak besar dalam pengaruh beragama. Didikan baik dari penyampai agama akan menghasilkan manusia bermoral.
Agama dan Bahasa yang Saya Pahami
Sejujurnya, fenomena mengenai agama bukan bahasa sangat minim diangkat karena dianggap tidak terlalu penting oleh masyarakat banyak. Secara tidak sadar, dalam hal-hal agama masyarakat pun menggunakan candaan melalui bahasa. Seperti fenomena ketika ada orang yang bicara bahasa Arab. Ketika mendengar ada orang yang bicara bahasa Arab, mereka dengan iseng mengangkat tangan dan mengatakan “amin”. Padahal mereka tidak tahu apa yang dikatakan orang tersebut. Bisa jadi orang itu tidak sedang berdoa, tetapi memang berbicara dan ahli bahasa Arab. Dan bisa saja apa yang ia ucapkan dalam bahasa Arab itu adalah kata-kata negatif, bukan doa.
Inilah yang ingin saya sampaikan, bahwa sangat penting memahami hubungan bahasa dan agama, dalam hal ini agama Islam bukanlah bahasa Arab. Kesengajaan bercanda dengan mengatakan “amin” ketika ada orang yang bicara bahasa Arab padahal tahu itu bukan doa, secara tak langsung menghina agama. Saya menganggap agama bukanlah hiburan yang membolehkan kita bisa berbahasa sewenang-wenangnya. Agama adalah jalan pencerahan yang luar biasa untuk manusia. Tindakan megamini setiap orang yang berbicara bahasa Arab padahal kita tahu itu bukan doa sangatlah tidak etis.
Bagaimana Menanggapi Fenomena Ini?
Salah satu hal yang pasti adalah, presepsi kita mengenai agama jangan sampai membawa kita ke dalam kebodohan. Setidaknya dalam kasus ini, kita bisa menemukan satu pemahaman singkat bahwa agama Islam dan bahasa Arab adalah dua hal yang berbeda. Jangan sampai kita terjebak dan keliru memahami konsep tersebut.
Kita sering sekali menemukan presepsi bahwa agama berasal dari Arab dan milik orang Arab. Kita perlu mendekonstruksi ulang pemahaman kita tentang agama Islam dan bahasa Arab. Agama Islam menurut saya bukan sekadar Arab seperti yang dipahami orang pada umumnya. Pemahaman sempit tentang agama yang selalu diidentikkan dengan Arab selayaknya kita kaji ulang, bahkan kita dekonstruksi ulang untuk memahami esensi Islam sesungguhnya.
Jika masih ada banyak orang yang berpandangan bahwa Islam memang lahir di Arab, dan sepantasnya segala hal berkaitan dengan Arab dilegitimasi sebagai agama, termasuk bahasa, pemahaman ini perlu dikaji ulang dengan kondisi saat ini.
Catatan yang perlu disampaikan adalah, tidak ada yang menentang sejarah agama Islam yang lahir di Arab, atau aturan Islam banyak berbahasa Arab, atau bahkan kitab suci Al-Quran yang berbahasa Arab. Namun, bukan itu menjadi satu kajiannya, melainkan bagaimana manusia perlu memahami bahwa agama Islam menggunakan bahasa Arab sebagai media, bukan kemutlakkan bahasa Arab menjadi bahasa sakral.
Kita perlu memahami bahwa tidak semua yang terkandung dalam bahasa Arab itu berkaitan dengan Islam. Kita perlu melihat Islam dan bahasa dalam kacamata esensinya, yakni bagaimana bahasa mempermudah manusia memahami agama, dan agama memberikan kemudahan bagi setiap orang yang berbeda bahasa, ras, suku, dan ideologi memahami agama Islam.
Editor: Prihandini N