Pegiat isu lingkungan dan pecinta hewan. Belajar jurnalistik di Fakultas Ilmu Komunikasi, Universitas Padjadjaran.

Filosofi Kompos

Melisa Ramadhiani

2 min read

Kegiatan filosofis tidak hanya terbatas pada membaca buku, melatih berpikir kritis lewat gagasan besar, atau berdiskusi. Menjalani hidup minim sampah juga merupakan bentuk melatih nalar dan rasa tentang eksistensi kita di bumi. Salah satu manifestasinya ialah dengan mengompos sisa makanan dari dapur sendiri.

Membuat kompos dari sampah organik agaknya belum umum dilakukan dalam skala rumah tangga. Namun, sesungguhnya, dari semua gerakan go green untuk menyelamatkan bumi, mengompos ialah cara yang paling mudah dan punya dampak paling besar.

Baca juga:

Gaya hidup minim sampah (zero waste) harus menjadi prinsip desain abad ke-21. Tujuan utamanya ialah untuk mengurangi konsumsi dan meminimalisir buangan sampah, memaksimalkan daur ulang dan mengompos, serta memastikan tiap barang yang diproduksi memiliki usia hidup yang panjang. Perlakuannya bisa beragam, mulai dari dipakai kembali, diperbaiki, atau didaur ulang untuk kembali dijual atau kembali ke alam. Memperpanjang daya hidup suatu barang membuatnya bertahan lebih lama sehingga tidak segera menjadi sampah tanpa nilai.

Mengolah Sisa Dapur

Mengolah sisa organik sendiri menawarkan solusi parsial untuk isu besar yang menjadi kekhawatiran banyak orang. Menurut riset dari KLHK di tahun 2017, sebesar 60% dari sampah yang tertimbun di TPA ialah sampah organik. Dengan mengolah sampah organik kita sendiri, kita telah membantu penyelesaian masalah di TPA hingga 60%. Komposter di rumah mencegah kita mencampur sampah makanan dengan sampah kering sehingga tempat sampah tidak akan berbau jika tidak terkontaminasi sampah basah.

Kompos adalah hasil penguraian segala sisa organik yang kita hasilkan. Ketika diuraikan dengan baik, sisa konsumsi kita dapat menyuburkan tanah. Proses pengomposan dikerjakan oleh berbagai macam organisme, mulai dari beragam jenis bakteri, jamur, hingga hewan seperti cacing tanah dan semut.

Selain meminimalisir buangan sampah ke TPA, kita juga turut mentransformasikan sisa makanan menjadi produk yang berguna untuk berkebun dan menutrisi tanah. Bakteri, cacing, semut, dan makhluk hidup mikro lainnya yang ada di tanah akan membantu proses pembusukan sisa-sisa makanan.

Sederhananya, kita memberi makan mereka dengan sisa konsumsi kita (sisa nasi, potongan sayur, kulit buah, dan sebagainya). Kemudian, tugas mereka ialah mengubah sisa makanan tersebut menjadi pupuk kompos atau kembali jadi tanah yang penuh nutrisi bagi tumbuhan. Tanah ini dapat kita gunakan kembali sebagai media tanam.

Mengompos tidak membutuhkan perhatian khusus. Bagi yang punya halaman rumah, mempraktikkan kegiatan mengompos akan lebih mudah. Gali lubang di tanah dengan diameter dan kedalaman secukupnya. Kemudian, tahan bagian pinggir lubang dengan kayu agar lubang tidak terganggu. Kita bisa mendesain sendiri penutup lubang kompos dengan triplek supaya terlindung dari hujan.

Untuk yang tidak punya halaman, tidak perlu khawatir. Komposter sederhana bisa dibuat sendiri dari drum plastik, ember, atau kaleng bekas cat. Tinggal campurkan sisa makanan kita dengan daun kering atau serbuk kayu. Kemudian, aduk setiap hari agar isi kompos mendapat oksigen yang cukup. Dalam dua bulan, kita akan dapat tanah bernutrisi baik untuk media tanam.

Daur Hidup dalam Kompos

Saya telah mengompos selama kurang lebih lima tahun. Selama itu pula, secara alamiah saya berkontemplasi tentang apa yang telah saya lakukan. Dengan memberi makan mikroorganisme ini, sebenarnya setiap orang yang mengompos telah membantu mengembalikan fungsi hewan kecil dan bakteri seperti yang seharusnya; sebelum manusia berjarak terlalu jauh dengan alam.

Apalagi, untuk yang hobi berkebun, mengompos adalah elemen paling mendasar untuk menutrisi tanaman secara organik. Proses pembuatan kompos berkontribusi secara signifikan bagi tanaman dan yang menanam. Seorang praktisi kebun dari AOL Gardening Forum Host menyatakan bahwa mengompos adalah esensi daur ulang; pondasi awal untuk berkebun. Mengompos juga merupakan ilustrasi mendalam dan penuh arti dari siklus hidup dan mati.

Manusia lahir dari tanah dan kembali ke tanah, begitu pula makhluk hidup lainnya yang mengalami siklus lahir-hidup-mati. Kita semua pada akhirnya akan jadi tanah kembali. Tanah tersebut akan kembali jadi media tanam untuk tumbuhan lainnya. Siklus lahir-hidup-mati itu pun akan terus terjadi selagi sisa konsumsi terus diproduksi.

Baca juga:

Selain membantu mengurangi produksi sampah dari rumah, membuat komposter rumah tangga juga membantu memperpanjang usia sisa organik kita. Tanpa disadari, kita turut menciptakan hubungan timbal balik antara tumbuhan dan mikroorganisme lainnya. Semua terhubung dalam lingkar tertutup tanpa ada yang terbuang dalam proses peralihan organik tersebut.

Setelah mengetahui fungsi dan manfaat komposter, alangkah disayangkan jika kita berkebun, tapi masih membeli pupuk dari produsen besar. Sisa organik harus kita manfaatkan sendiri. Alih-alih ke TPA, semua sisa sampah dapur, kecuali daging dan produk hewani, bisa dan harus berakhir di komposter.

 

Editor: Emma Amelia

Melisa Ramadhiani
Melisa Ramadhiani Pegiat isu lingkungan dan pecinta hewan. Belajar jurnalistik di Fakultas Ilmu Komunikasi, Universitas Padjadjaran.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Dapatkan tulisan-tulisan menarik setiap saat dengan berlangganan melalalui email