Tokoh Intelektual kiri, Social-Politic & Human Right Law Writer Specialist

HAM dalam Kebijakan Lingkungan Hidup

Uray Andre Baharudin

3 min read

Pernahkah kita berpikir, apakah kebijakan lingkungan yang diambil pemerintah benar-benar mempertimbangkan hak-hak dasar manusia? Saya sering kali memikirkan hal ini ketika mendengar kabar pembangunan besar-besaran atau pembukaan lahan untuk kepentingan ekonomi. Dari satu sisi, kita menyadari bahwa pembangunan ekonomi memang penting. Tapi di sisi lain, saya bertanya-tanya, apakah kita cukup adil terhadap alam dan manusia itu sendiri dalam prosesnya?

Hak untuk menikmati lingkungan yang sehat seharusnya bukan sekadar wacana. Ini adalah hak dasar yang perlu kita perjuangkan bersama. Dalam Declaration on the Right to a Healthy Environment, hak ini diakui sebagai elemen penting bagi kehidupan manusia. Sayangnya, di tengah derasnya arus pembangunan, sering kali hak ini hanya dianggap sebagai sesuatu yang “bagus untuk dimiliki”, bukan keharusan. Misalnya, ketika hutan dibuka untuk perkebunan, kita tahu bahwa masyarakat yang tinggal di sekitarnya sering terkena dampak langsung. Udara yang dulu segar menjadi tercemar, akses terhadap air bersih semakin sulit, belum lagi ancaman bencana ekologi yang menghantui. Pertanyaan yang muncul adalah: bagaimana kita bisa memastikan bahwa kebijakan lingkungan yang diterapkan benar-benar melindungi hak hidup sehat bagi semua orang?

Hak untuk Lingkungan Sehat

Saya percaya bahwa lingkungan yang sehat bukan hanya kebutuhan, tapi hak yang melekat pada setiap individu. Sering kali kita melihat bagaimana polusi, deforestasi, dan perubahan iklim memengaruhi kehidupan sehari-hari kita. Tak perlu jauh-jauh, saat kualitas udara di kota besar memburuk, siapa yang paling merasakan dampaknya? Masyarakat luas, terutama mereka yang tidak memiliki akses terhadap fasilitas kesehatan yang memadai. Menurut sebuah laporan dari PBB, lebih dari 90% populasi dunia hidup di daerah dengan tingkat polusi udara yang melampaui batas aman. Ini jelas bukan hanya isu lingkungan, tetapi juga pelanggaran hak dasar kita sebagai manusia untuk hidup dalam lingkungan yang sehat.

Baca juga:

Kebijakan lingkungan yang tidak memadai bisa menjadi pemicu pelanggaran HAM secara langsung. Dalam konteks Indonesia, kita bisa melihat kasus kebakaran hutan yang setiap tahun terjadi di beberapa provinsi. Dampaknya, bukan hanya lingkungan yang rusak, tapi masyarakat sekitar pun menjadi korban. Mereka yang tinggal di sekitar area kebakaran hutan terpaksa menghirup asap beracun, anak-anak mereka mengalami gangguan kesehatan, dan mata pencaharian hilang. Ini menjadi bukti bahwa kebijakan yang tidak memperhatikan aspek HAM dalam lingkup lingkungan hanya akan menambah penderitaan masyarakat. Lingkungan yang tercemar adalah bukti nyata pelanggaran hak dasar manusia untuk hidup sehat.

Prinsip Pembangunan Berkelanjutan

Berbicara soal pembangunan berkelanjutan, ada baiknya kita ingat bahwa konsep ini tidak hanya tentang menjaga kelestarian lingkungan, tapi juga tentang bagaimana keadilan sosial dapat dijamin. Pembangunan yang berkelanjutan seharusnya mampu memastikan bahwa generasi saat ini dan yang akan datang memiliki akses yang sama terhadap sumber daya. Namun, saya sering bertanya, apakah prinsip ini benar-benar dipegang dalam praktik? Sering kali, pembangunan berkelanjutan hanya diukur dari sisi ekonomi, tanpa mempertimbangkan dampaknya terhadap kehidupan sosial masyarakat di sekitar proyek tersebut.

Misalnya, pembangunan infrastruktur besar seperti jalan tol atau bendungan tentu memiliki manfaat ekonomi. Namun, kita perlu menanyakan, apakah komunitas-komunitas kecil yang terpinggirkan oleh proyek ini mendapat perlindungan yang cukup? Apakah kehidupan mereka menjadi lebih baik atau justru semakin termarjinalkan? Menurut Prof. Amartya Sen, ekonom dan peraih Nobel, pembangunan seharusnya dilihat sebagai proses yang meningkatkan kebebasan dasar manusia. Artinya, pembangunan berkelanjutan yang ideal adalah pembangunan yang menyeimbangkan antara pertumbuhan ekonomi, kesejahteraan sosial, dan lingkungan hidup. Ketika satu aspek terabaikan, maka pembangunan itu akan merugikan.

Bagi saya, pembangunan yang adil haruslah mampu memberikan manfaat yang merata. Ia tidak boleh hanya berfokus pada keuntungan ekonomi jangka pendek, melainkan juga pada keberlanjutan ekologi dan sosial dalam jangka panjang. Prinsip-prinsip HAM perlu diintegrasikan ke dalam setiap kebijakan pembangunan lingkungan, agar tidak ada yang merasa tertinggal atau terpinggirkan. Ketika kita memprioritaskan hak-hak asasi dalam pembangunan, saya percaya kita sedang menciptakan lingkungan yang lebih sehat dan masyarakat yang lebih sejahtera.

Integrasi HAM dalam Kebijakan Lingkungan

Saat membahas kebijakan lingkungan yang berpihak pada HAM, ada satu hal yang selalu menjadi perhatian saya: transparansi dan akses informasi. Hak untuk tahu adalah hak asasi dasar yang perlu dijamin. Ketika ada rencana pembangunan yang berdampak besar, baik terhadap lingkungan maupun kehidupan masyarakat, mereka berhak mengetahui semua informasinya. Kebijakan lingkungan yang transparan memberikan ruang bagi masyarakat untuk terlibat dalam pengambilan keputusan yang berhubungan langsung dengan hidup mereka.

Sebuah contoh yang bisa kita ambil adalah prinsip Free, Prior, and Informed Consent (FPIC), yang biasanya digunakan dalam proyek-proyek yang melibatkan masyarakat adat. Dengan adanya FPIC, masyarakat setempat memiliki hak untuk menyetujui atau menolak proyek yang akan berdampak pada wilayah mereka, setelah diberikan informasi yang lengkap dan akurat. Menurut saya, ini adalah bentuk integrasi HAM yang efektif dalam kebijakan lingkungan. Bukan hanya soal menghormati hak, tetapi juga soal membangun kepercayaan antara masyarakat dan pemerintah. Jika pemerintah dapat memberikan ruang bagi masyarakat untuk berbicara, mendengarkan kekhawatiran mereka, serta menjamin transparansi, maka kebijakan lingkungan akan lebih diterima dan efektif.

Selain itu, saya pikir penting sekali adanya keadilan dalam distribusi sumber daya alam. Jangan sampai kebijakan yang dibuat hanya berpihak pada investor atau pihak-pihak dengan kekuatan ekonomi yang besar, sementara masyarakat kecil semakin termarjinalkan. Dalam pandangan saya, keadilan sosial dalam kebijakan lingkungan adalah memastikan bahwa akses terhadap sumber daya tidak terpusat pada segelintir pihak saja. Dengan demikian, masyarakat luas, khususnya yang bergantung pada alam untuk hidup, tidak kehilangan hak mereka.

Integrasi prinsip-prinsip HAM dalam kebijakan lingkungan memang bukan pekerjaan mudah. Ada tantangan-tantangan yang harus dihadapi, terutama ketika berhadapan dengan kepentingan ekonomi yang besar. Namun, bagi saya, ini adalah harga yang harus kita bayar jika kita ingin menciptakan lingkungan yang sehat dan adil bagi semua. Hak atas lingkungan yang sehat adalah hak asasi, dan setiap kebijakan lingkungan harus berlandaskan pada prinsip tersebut.

Kesimpulannya, kebijakan lingkungan hidup dan HAM adalah dua hal yang tidak bisa dipisahkan. Ketika kebijakan lingkungan dibuat tanpa mempertimbangkan aspek HAM, maka kita sedang menciptakan masalah baru, bukan solusi. Seperti yang dikatakan oleh Kofi Annan, mantan Sekjen PBB, “Kebijakan yang baik adalah kebijakan yang tidak hanya bermanfaat bagi generasi saat ini, tetapi juga melindungi hak-hak generasi mendatang.” Dengan panduan ini, saya berharap kita dapat lebih bijak dalam merancang kebijakan yang seimbang antara kebutuhan ekonomi dan kesejahteraan manusia. (*)

 

Editor: Kukuh Basuki

Uray Andre Baharudin
Uray Andre Baharudin Tokoh Intelektual kiri, Social-Politic & Human Right Law Writer Specialist

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Dapatkan tulisan-tulisan menarik setiap saat dengan berlangganan melalalui email