Dari hari ke hari, pejalan kaki semakin kehilangan manfaat dari keberadaan trotoar. Mereka tidak bisa lagi secara leluasa dan merasa aman berjalan di pedestrian kota. Deretan lapak pedagang kaki lima menghabiskan ruas-ruas trotoar sehingga tidak bisa diakses pejalan kaki. Pejalan kaki semakin terimpit tatkala mereka harus berbagi jalur dengan beberapa pengendara nakal yang nekat naik ke trotoar. Tak ayal, jumlah pejalan kaki di Indonesia semakin menurun.
Pejalan kaki yang masih punya semangat atau memang kepepet akan tetap berjalan kaki walaupun trotoar penuh, bahkan rela mengalah turun ke jalan raya menghindari blokade tenda tempat makan. Mereka mengambil risiko berjalan agak ke tengah jalan raya ketika barisan motor dan mobil berjajar di depan tenda PKL.
Dengan keadaan trotoar yang seperti itu, wajarlah pejalan kaki yang tidak cukup sabar ataupun kepepet memilih beralih ke kendaraan bermotor, bahkan untuk perjalanan yang jarak tempuhnya sangat dekat. Sangat mungkin, angka pejalan kaki yang terus menurun disebabkan oleh kondisi trotoar yang padat PKL, bukan karena mereka malas.
Baca juga:
Berjualan di trotoar bisa jadi melanggar aturan. Menurut Peraturan Menteri (Permen) Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Nomor 3/PRT/M/2014 tentang Pedoman Perencanaan, Penyediaan, dan Pemanfaatan Prasarana dan Sarana Jaringan Pejalan Kaki di Kawasan Perkotaan, trotoar yang bisa ditempati pedagang kaki lima minimal yang mempunyai lebar lima meter. Dengan begitu, jika bagian trotoar digunakan berjualan, masih ada sisa trotoar untuk pejalan kaki.
Namun, peraturan itu kerap tidak digubris oleh pedagang kaki lima. Alasannya, tuntutan ekonomi dan mahalnya harga sewa ruko. Tanpa pandang bulu, trotoar-trotoar sempit pun diblokade habis oleh tenda-tenda PKL.
Keberadaan PKL di trotoar juga membuat masalah lain, yaitu sampah sisa masak yang tercecer atau memang sengaja ditumpuk di jalan. Belum lagi, tumpahan minyak goreng yang melumuri trotoar sehingga kotor dan licin jika dilewati. Beberapa PKL yang berjualan malam hari terkadang tidak membereskan tenda mereka di pagi hari. Selain merusak estetika kota, hal itu juga membuat pejalan kaki tidak nyaman karena harus menghindari tiang-tiang besi penyokong tenda.
Motor Nakal
Trotoar dibangun dengan posisi lebih tinggi dari jalan raya. Hal itu dimaksudkan untuk meminimalisir kontak fisik antara pejalan kaki dengan pengendara kendaraan bermotor. Ada bagian trotoar yang dibuat agak landai dengan maksud mempermudah pejalan kaki untuk naik ke trotoar, terlebih bagi penyandang disabilitas yang menggunakan kursi roda. Namun, sisi landai ini sering disalahgunakan oleh pengendara motor untuk menghindari kemacetan di jalan raya. Pengguna trotoar sering kali harus mengalah dan memberikan jalan kepada pengendara motor untuk melaju mendahului karena merasa tidak aman.
Undang-Undang Lalu Lintas Angkutan Jalan (LLAJ) Nomor 22 tahun 2009 secara jelas menerangkan bahwa trotoar merupakan hak pedestrian atau pejalan kaki. UU ini dipertegas dengan Keputusan Direktur Jenderal Bina Marga No.76/KPTS/Db/1999 tanggal 20 Desember 1999 yang menjelaskan fungsi trotoar sebagai jalan raya yang khusus disediakan untuk pejalan kaki.
Penyalahgunaan fungsi trotoar baik oleh PKL maupun kendaraan bermotor merupakan cerminan kurangnya kesadaran masyarakat untuk berempati pada pejalan kaki. Edukasi masyarakat tentang pentingnya menjaga fungsi trotoar bisa dilakukan melalui diskusi terbuka di balai kota dan kelurahan, serta sosialisasi di kantor layanan publik. Perlu ada iklan layanan masyarakat tentang isu pedestrian. Agar tak cuma ditanggapi sambil lalu di dunia yang sudah riuh, pembuatan iklan dapat dilakukan dengan menggandeng pekerja seni dan media.
Tulisan lain oleh Kukuh Basuki:
Tidak ada kata terlambat untuk memulai gerakan tertib di ruang publik dan mengembalikan trotoar kepada para pejalan kaki. Trotoar yang kembali ke fungsi aslinya akan membawa banyak manfaat. Orang-orang tak lagi menghindari berjalan kaki. Polusi udara akan berkurang dan orang-orang dipaksa hidup sehat dengan banyak berjalan kaki.
Trotoar yang bersih dari PKL dan pengendara motor juga terlihat bagus dan indah. Kota jadi semakin menarik dan nyaman bagi siapa saja yang datang. Sebab, kota yang baik mesti dimulai dari akses trotoar yang mudah, nyaman, dan tanpa hambatan.
Editor: Emma Amelia