Jurusan Kebijakan Publik (Public Policy) kian menjamur di Indonesia. Ini dapat kita lihat dari adanya sebuah perguruan tinggi khusus pendidikan public policy di Sentul, Jawa Barat yang dibangun oleh Mantan Menteri Perdagangan RI, Gita Wirjawan. Bahkan, salah satu universitas asing, Monash University Indonesia, yang terletak di BSD, Tangerang Selatan membuka Studi Kebijakan Publik sebagai salah satu jurusan andalannya.
Tidak hanya pendidikan formal, kini ada banyak forum atau organisasi yang dibangun oleh warga muda yang juga memberikan berbagai pelatihan untuk mereka yang tertarik dengan kebijakan publik. ThinkPolicy adalah salah satu organisasi yang berkembang cukup pesat dengan banyak peminat muda yang mengikuti serangkaian acara peningkatan ilmu dan kapasitas analisis kebijakan publik. Beberapa organisasi masyarakat sipil juga mencari ahli policy untuk membuat kampanye dan advokasi isu tertentu.
Baca juga:
Menjamurnya studi Kebijakan Publik ini bisa dikatakan sebuah fenomena yang berlangsung cukup cepat. Namun, belum ada studi empirik untuk mengupas tren ini di Indonesia. Saya ingin mencoba menjawab pertanyaan soal mengapa Kebijakan Publik menjadi salah satu ilmu yang dicari dan diminati oleh kaum muda di Indonesia.
Apa Itu Studi Kebijakan Publik?
Studi Kebijakan Publik sering dikaitkan dengan pendekatan studi yang melibatkan proses analisis terhadap sebuah kebijakan tertulis, yakni dokumen undang-undang (UU), peraturan presiden (Perpres), keputusan menteri, dan beberapa dokumen negara lainnya. Permasalahan reformasi birokrasi juga erat dengan studi Kebijakan Publik dan sudah menjadi salah satu narasi dominan yang berkaitan dengan disiplin ilmu ini.
Tidak ada yang salah dengan konsepsi ini. Namun, saya berargumen bahwa studi kebijakan publik tidak hanya soal kupas-mengupas RUU, UU, dan bentuk dokumen publik lainnya.
Merujuk pendapat Bali, dkk. pada artikel Procedural policy tools in theory and practice (2021), studi Kebijakan Publik juga mencakup perangkat atau instrumen dan desain kebijakan yang menentukan arah kebijakan dan tujuan kebijakan yang ingin dicapai. Kemudian, menurut Wu, dkk. dalam artikel Policy capacity: A conceptual framework for understanding policy competences and capabilities (2015), ada juga aspek kapasitas kebijakan (policy capacity) yang menentukan apakah suatu kebijakan sukses atau gagal dalam menangani isu tertentu. Kebijakan juga menghasilkan program sehingga sering kali terminologi kebijakan dan program menjadi suatu kesatuan.
Ada hal yang sering dilupakan ketika membicarakan studi Kebijakan Publik ini, yakni perubahan kebijakan yang terjadi akibat adanya berbagai masalah yang sulit dipecahkan dengan kebijakan yang telah ada. Perubahan kebijakan biasa dilakukan melalui berbagai kontestasi kuasa dan advokasi yang dilakukan oleh pemangku kepentingan dengan membawa narasi (policy narratives) tertentu agar kebijakan baru dapat lahir.
Perubahan kebijakan tidak selalu diartikan sebagai penggulingan kebijakan seluruhnya. Bauer dan Knill dalam artikel A Conceptual Framework for the Comparative Analysis of Policy Change: Measurement, Explanation and Strategies of Policy Dismantling (2014) mendapati bahwa ada juga model perubahan kebijakan yang disebut dengan policy dismantling atau pengurangan materi tertentu pada suatu kebijakan yang diikuti dengan perubahan kebijakan yang bersifat inkremental.
Kebijakan Publik bukan hanya mempelajari substansi dari sebuah undang-undang, tapi juga material yang membentuknya. Hal ini termasuk melihat apa saja tujuan dari kebijakan tersebut dan apa kapasitas program kebijakan tersebut—adakah kemampuan analitis, politis, dan birokratis dari aktor kebijakan untuk mengoperasionalisasikan suatu kebijakan?
Mengapa Kian Menjamur?
Tidak dapat dimungkiri bahwa reformasi birokrasi terjadi di berbagai negara, termasuk di Indonesia. Salah satu gebrakan terbesar dari reformasi ini adalah new public management (NPM), yaitu mekanisme pemerintah yang berlandaskan pada prinsip privatisasi dan penerapan sistem manajerial yang tidak terpaku pada birokrasi negara yang kaku. NPM mengedepankan efisiensi dan efektivitas kinerja pelayanan publik layaknya sebuah entitas bisnis.
Dalam perubahannya, Mukherjee dan Maurya dalam artikel Public policy education in India: promises and pitfalls of an emerging disciplinary identity (2022) mencatat adanya kebutuhan yang besar untuk menciptakan individu yang dapat bekerja di dalam pemerintahan atau dengan pemerintah seperti di sebuah perusahan konsultan, korporat, ataupun lembaga swadaya masyarakat. Di Indonesia, kita dapat lihat perubahan ini pada sistem penerapan pegawai kontrak atau Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) di kementerian/lembaga untuk memastikan bahwa aktor di dalam kementerian dapat berganti secara cepat sesuai kebutuhan.
Kian banyaknya aktor demokrasi di Indonesia, menurut Disprose, dkk. dalam Two Decades of Reformasi in Indonesia: Its Illiberal Turn (2019), menghasilkan tuntutan untuk menciptakan struktur dan mekanisme pemerintahan yang lebih fleksibel, adaptif, dan bergerak cepat terhadap permintaan publik, serta perubahan sosial dan ekonomi, termasuk perkembangan teknologi dan krisis global. Pemerintah dituntut untuk dioperasikan oleh masyarakat yang memiliki kemampuan menganalisis dan menyusun sebuah kebijakan yang cost-effective, efficient, serta agile terhadap perubahan dan tantangan global.
Itu semua hanya dapat tercapai ketika seseorang mengerti perangkat dan kapasitas program kebijakan. Tentunya, kapasitas ini tidak hanya dimiliki secara eksklusif oleh ASN, tetapi juga aktor-aktor lain di luar pemerintahan yang dapat membantu negara bergerak secara adaptif dan cepat.
Baca juga:
Apa Luarannya?
Seorang lulusan studi Kebijakan Publik diharapkan dapat memahami hal-hal tentang proses pembuatan dan analisis kebijakan dengan lensa kritis, misalnya, untuk mengetahui apa perangkat yang digunakan dan kapasitasnya. Hal ini kemudian dapat dikontribusikan pada pemecahan masalah-masalah dengan sistem pembuatan kebijakan yang lebih adaptif terhadap perubahan. Pemetaan aktor-aktor penting dan negosiasi juga menjadi kemampuan yang mesti dimiliki pembuat kebijakan agar dapat menghasilkan kebijakan yang berbasiskan bukti (evidence-based policy).
Perdebatan apakah lulusan disiplin ini harus menjadi ASN terus bergulir. Perubahan mesin pemerintahan yang lebih adaptif mengharapkan lulusan Kebijakan Publik yang dapat berkontribusi terhadap pemecahan isu publik melalui perangkat kebijakan atau intervensi program di Indonesia. Dengan adanya berbagai medium pendidikan Kebijakan Publik formal maupun informal, mesin pemerintahan semestinya dapat dijalankan oleh aktor kritis yang dapat memformulasikan dan mendisrupsi kebijakan yang telah ada dengan mengedepankan kepentingan publik.
Editor: Emma Amelia
Mau nanya nii, kuliah sarjana jurusan kebijakan publik adanya di universitas mana yaa