Sampai saat ini, sayangnya, agama masih dijadikan landasan pelanggengan kekerasan. Kejahatan kemanusiaan di Palestina selama bertahun-tahun, pembantaian muslim Rohingnya di Myanmar, pembakaran rumah ibadah agama minoritas di beberapa daerah di Indonesia, diskriminasi pengungsi muslim Timur Tengah, hingga perang saudara merupakan bukti masih adanya kekerasan tersebut.
Sebetulnya, apa yang bisa merekatkan agama-agama di dunia? Adakah sesuatu yang ditawarkan agama untuk mengakhiri kekerasan? Sejauh yang bisa kita pelajari melalui kitab suci berbagai agama, kita akan tahu bahwa yang menjadi semen perekat antaragama adalah ajaran kasih dan cinta. Pertanyaannya, kenapa harus ajaran cinta?
Di dalam Al-Qur’an, kata cinta (hubb) dan derivasinya disebut sebanyak 83 kali. Kata rida terulang 73 kali. Kata benci (bugd–bagda’) disebut 5 kali. Sementara murka (sukht) sebanyak 4 kali. Dari sini dapat disimpulkan bahwa di dalam Al-Quran, kata-kata yang mengandung cinta kasih jauh lebih banyak digunakan ketimbang kata-kata yang mengandung kekerasan. Cinta kasih adalah pandangan inti yang dipakai agama untuk merangkul umat.
Alih-alih menampilkan wajah agama yang seram dan garang, jauh lebih baik menampilkan wajah agama yang sejuk, ramah, penuh toleransi, serta menjunjung cinta kasih dan kedamaian. Faktanya, ajaran tentang cinta dan kemanusiaan dapat dengan mudah kita jumpai pada agama-agama yang ada di dunia. Cinta dan kemanusiaan itulah yang mempertemukan semua umat beragama dalam satu semangat untuk mewujudkan hidup damai.
Cinta sebagai Jalan Menuju Tuhan
Benar apa kata Mahatma Ghandi, “Kebenaran akan sangat baik jika dilayani dengan cinta.” Pencetus gerakan tanpa kekerasan asal Porbandar, Gujarat, India ini berpandangan bahwa cinta adalah kebajikan utama dan tertinggi. Tidak hanya itu, di tanganya, cinta juga menjadi “jalan menuju Tuhan”.
Dalam dunia sufi, Jalaludin Rumi menyuguhkan konsep “agama cinta”. Agama ini melampaui bentuk-bentuk keyakinan umat manusia yang pernah ada. Pemeluknya adalah orang-orang yang punya cinta luar biasa kepada Tuhan. Tak penting lagi baginya keimanan dan kekufuran. Suatu ketika ia berkata, “Aku telah membersihkan rumahku dari kebaikan dan keburukan; rumahku hanya diisi dengan cinta kepada Yang Esa.”
Dalam agama Hindu, cinta dan kasih sayang terhadap sesama juga tertanam kuat. “Semua umat manusia bersaudara,” begitu bunyi ayat dalam Veda. Pemeluknya diajarkan untuk berbuat baik kepada sesama seperti kepada dirinya sendiri.
Pada dasarnya kita tahu bahwa tidak ada agama yang datang semata-mata sebagai ekspresi kesenangan dan kenikmatan hidup. Agama hadir sebagai perlawanan terhadap ketidakadilan dan penindasan yang terjadi di mana-mana. Di tengah kegetiran, kesengsaraan, dan kezaliman itu agama-agama hadir dengan penuh cinta.
Di dalam Perjanjian Lama misalnya, ada sebuah ayat yang menyebutkan, “Agar orang-orang Yahudi selalu menunjukkan kasihnya kepada orang asing, karena pada mulanya orang Yahudi adalah asing, orang-orang Bani Israil itu adalah asing.”
Begitu pula yang diajarkan dalam agama Kristen. Ada pandangan yang cukup kuat tentang pentingnya ajaran kasih. Bahkan, sebagian mengatakan bahwa ajaran kasih dalam agama Kristen sudah menjadi satu padu di dalam tubuh Yesus Kristus.
Baca juga:
Sementara itu, di dalam Islam sendiri Al-Qur’an sudah menjelaskan:
وجعلنا في قلوب الذين اتبعوه رأفة ورحمة
“Aku jadikan kasih sayang di dalam hatinya para pengikut Nabi Isa itu sendiri.”
Tak hanya itu, Al-Qur’an juga menjelaskan:
وما ارسلنك رحمة للعلمين
“Tidak Aku utus engkau wahai Muhammad, kecuali sebagai rahmat bagi seluruh alam semesta ini.”
Cinta Mengakhiri Kekerasan
Pendek kata, Nabi diutus untuk hudan li an-nas, menebarkan kedamaian, serta cinta dan kasih sayang. Meminjam bahasa Gus Dur, yakni menebarkan nilai-nilai humanisme.
Dengan demikian, kehadiran Nabi Muhammad mestinya bukan hanya bermanfaat bagi umat Islam, tapi juga bagi umat agama lain. Nyatanya, inspirasi dari kehadiran Nabi Muhammad bukan hanya umat Islam, tapi juga umat agama lain. Ajaran kasih adalah ajaran yang universal. Tidak bisa disekat hanya untuk satu agama. Semua agama sama-sama membawa ajaran cinta. Bahkan cinta inilah yang menyatukan suatu agama dengan agama lain. Filsuf Islam, Muhyiddin Ibnu Arabi pernah membuat syair yang indah sekali:
أدين بدين الحب أنى توجهت ركائبه فالحب ديني و إيماني
“Agamaku adalah agama cinta, ke mana pun dia berlayar, maka cinta itu adalah agamamu dan keimananku.”
Dalam syairnya, mafhum sudah bahwa Muhyiddin Ibnu Arabi tidak memandang perbedaan agama sebagai ancaman. Perbedaan antaragama akan disatukan oleh ajaran cinta yang dibawa oleh setiap agama. Cinta dan kasih sayang yang diajarkan seluruh agama di dunia merupakan semangat inti untuk membebaskan yang tertindas.
Oleh karena itu, tak seharusnya ada kekerasan, kebencian, dan peperangan atas dasar agama. Hal tersebut bertentangan dengan prinsip ajaran setiap agama yang menjunjung cinta dan kasih sayang. Dengan demikian, orang beragama adalah orang yang di dalam hatinya terpatri cinta kasih dan tidak pernah melakukan kekerasan.
Editor: Prihandini N