Tiada Revolusi di Atas Ranjang
rokok masih menempel
di mulutnya yang mungil
satu gesekan korek
isap tembakau kretek
lepas tangan, satu ciuman
mendarat peluk hangat
di atas ranjang revolusi
tak meminta mufakat
satu rudal di hadapan
segelas fermentasi ubi
sayangku, lihatlah
amorfati ciu lagi
love you lagi
miss you lagi
suara rudal
seperti trombone
nyalakan lagu melodi
goyangan kita
di part-party
di atas ranjang
revolusi telanjang
menanam benih
generasi yang melawan
moral, tak berlaku
sebab lajang
disimpan di tweet
menanti fwb-fwb
gadis-gadis pinterest
dan fantasi-fantasi
otak ngeres.
(2022)
–
Seni Masih Punya Tuhan
benarkah puisi bisa memulihkan
nada ragu yang tak dipikirkan?
meja redaksi
perketat jenis tulisan
media-media bermunculan
ada dewan yang punya aturan
standarisasi kita masih saja
masih ingin menaklukkan ISBN
muda tua bergulat demi klasemen
musyawarah seniman
kini butuh iman
politik, kotor kawan
lempar bangku
apakah ini dinamika yang maju?
benarkah puisi mengobati luka
semenjak sastra nge-pop
di belantika
tak ada lagi pendalaman
psikologis pada sang tokoh
yang kini menjadi jalang
di industri alternatif
raup-raup untung
para pemodal naif
ada tangan kepanjangan
ada dewan-dewan yang memutuskan
ada nabi-nabi yang diperintah
ada para sahabat dan hawariyyun
yang saling tak sepakat
kebebasan seni hanyalah ilusi
puisi jelmaan pemberontakan
yang penyair mati
tak ada teks sakral suci
ia menjadi sampah
di feed instagram
bersama gosip artis
dan koruptor narsis
penyair itu masih baku hantam
kritikus dan kawula muda
yang masih saja tak mengakui
kalian-kalian, dibayang-bayangi
Chairil.
(2022)
–
Akui Saja Kita Hipokrit
akui sajalah kita hipokrit
yang masih lapar
perut keroncongan
gaya parlente
tak ingin hidup kere
tapi
biarkan teks-teks
di buku-buku
di karya-karya
seolah idealis
meski
para petani tembakau
masih susah untuk legal cukai
kita beli saja di toko ritel
merk yang beken
ambil bir di kulkas
bayar bill dan tuntas
besok teriak lagi
lawan lagi
perutmu
masih lapar
akui saja
kita hipokrit
(2022)
–
Surat Terbuka untuk Nona Penyair
kata kaum-kaum hijrah
yang menyimpan ayat tuhan
di bio instagramnya
bahwa mencintai dalam diam
adalah kemewahan
tapi tidak bagiku
yang kini meronta-ronta
ingin menyatakan:
“Puisimu bagus, apakah kita
bisa menikmati secangkir wiski,
menyalakan api unggun—di hutan?”
puisi-puisi sampahmu itu
aku menikmatinya
di sosial mediamu
yang kaubagikan
memang penyair anjing
sudah tahu tak mempan
pakai puisi buat
mendapatkan hati
jika kau memang penyair
senja tak begitu indah
daripada aku mencintaimu
dengan sepenuh lendir
(2022)
–
Surat Wasiat Bunuh Diri dari Temanku
temanku mau mati
dengan cara apa
aku tak mengerti
ia mengirim pesan
di whatsapp
tulisnya begini:
“untuk penyair-penyair
yang pura-pura idealis,
apolitis, nyatanya Borjuis
… neolib-neolib asulah—
untuk organ-organ ekstra
kader partai sialan
kader partai bajingan
untuk seniman-seniman
hey, tiruan lebih mahal harganya
untuk kamu yang membaca surat
ini, pesan WhatsApp maksudnya
besok aku mati, menabrakkan diri
mengenang Hang Zhi.”
sialnya ia gagal mati
hanya karena lupa
jadwal kereta.
(2022)
*****
Editor: Moch Aldy MA
Jleb 😭