Pesantren Ramadhan Islam Kiri: Mengukuhkan Islam sebagai Agama Perjuangan

Taufik Ridho

3 min read

Pada tanggal 13-16 Maret 2025, saya berkesempatan menjadi peserta Pesantren Ramadhan Islam Kiri yang diselenggarakan oleh Social Movement Institute di Yogyakarta. Menjadi peserta Pesantren Ramadhan Islam Kiri merupakan suatu hal yang spesial karena ini menjadi pengalaman pertama saya mengikuti kegiatan yang bernuansa ke kirian. Uniknya lagi saya merupakan korban dari orang-orang yang menjustifikasi kiri sebagai istilah yang buruk.

Jadi ikut serta dalam kegiatan yang mengusung istilah kiri merupakan bentuk ikhtiar untuk belajar dan memahami bahwa Islam sudah kiri sejak kehadirannya. Kegiatan ini sekaligus menambah khazanah keilmuan saya sebagai seorang yang masih membutuhkan ilmu pengetahuan sebagai pegangan hidup. Oleh karena itu, melalui tulisan kecil ini, saya mencoba merefleksikan kembali apa yang telah saya pelajari selama empat hari selama berada di Pesantren Ramadhan Islam Kiri.

Justifikasi Buruk “Kiri” di Indonesia

Indonesia merupakan negara yang meyakini bahwa istilah kiri berhak dimaknai sebagai suatu hal yang buruk, bahkan jahat. Pemaknaan kiri sebagai istilah yang menakutkan di Indonesia secara historis dapat dilihat dari peristiwa huru-hara politik di tahun 1965. Pasca peristiwa tersebut, rezim Orde Baru telah mengukuhkan bahwa segala hal kiri dan turunannya adalah bentuk perlawanan terhadap pemerintah. Doktrinisasi kiri sebagai istilah yang menakutkan terus menerus dilakukan oleh rezim Orde Baru sehingga berdampak terhadap pola pikir masyarakat yang mengganggap kiri sebagai istilah yang berbahaya dan harus dijauhkan.

Baca juga:

Namun, pada Pesantren Ramadhan Islam Kiri yang diselenggarakan oleh Social Movement Institute, saya sama sekali tak menemukan istilah “kiri” yang menakutkan apalagi berbahaya. Kiri yang selama bertahun-tahun lamanya saya yakini sebagai istilah yang menakutkan pun kemudian hilang dalam empat hari. Ini yang kemudian saya sebut sebagai kebesaran ilmu pengetahuan, maka sudah benar Allah Subhanahu Wa Ta’ala meminta kepada umat manusia untuk membaca yang kemudian diturunkan melalui Qur’an Surah Al-Alaq Ayat 1.

Kiri yang saya temukan dalam Pesantren Ramadhan Islam Kiri adalah kiri yang memperjuangkan nasib kaum mustadh’afin. Kaum mustadh’afin adalah kaum yang seringkali mendapat penindasan dan ketidakadilan, merekalah kaum yang harus kita jaga dan perjuangkan. Dari kegiatan ini kemudian perspektif mengenai istilah kiri semakin berubah, dari kiri yang saya anggap berbahaya, menjadi kiri yang membawa semangat perjuangan untuk melawan segala bentuk penindasan dan ketidakadilan.

Memaknai Semangat Perjuangan Islam Kiri

Pesantren Ramadhan Islam Kiri berusaha menempatkan Islam sebagai agama yang tak hanya sekadar kepercayaan belaka. Lebih dari itu, Islam adalah agama yang mengatur sistem kehidupan masyarakat. Sebagai sistem kehidupan, Islam harus ditempatkan sebagai agama yang membebaskan masyarakat dari belenggu penindasan. Hal itu seperti yang diajarkan Nabi Muhammad SAW ketika membebaskan umat manusia dari zaman jahiliyah yang penuh dengan kegelapan, yang penuh dengan praktik perbudakan manusia, yang penuh dengan praktik penindasan terhadap yang lemah.

Tentu apa yang saya pelajari mengenai Islam dalam kegiatan Pesantren Ramadhan Islam Kiri ini tidak beda jauh dengan Islam yang selama ini saya pelajari. Selain itu, Pesantren Ramadhan Islam Kiri juga menempatkan Islam sebagai agama yang menjunjung tinggi ilmu pengetahuan. Artinya, sebagai seorang muslim kita diajarkan untuk tidak bertindak berdasarkan kepada insting atau perasaan saja, tapi juga menggunakan akal sehingga tindakan yang dikerjakan secara dapat bersifat rasional.

Dalam konteks saat ini, Islam Kiri dapat kita maknai sebagai ajaran yang mengajak kepada setiap muslim untuk tidak berdiam diri atas segala bentuk penindasan dan ketidakadilan. Kiri dimaknai sebagai perjuangan setiap muslim untuk memperoleh kehidupan yang baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur, kehidupan yang jauh dari segala bentuk penindasan dan kehidupan yang memanusiakan manusia yang lain.

Baca juga: 

Sebagai seorang muslim kita tentu belajar mengenai dakwah yang dilakukan oleh Imam Al-Ghazali ataupun Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani. Namun, di sisi lain, sebagai seorang muslim kita juga diajarkan mengenai dakwah yang dilakukan oleh tokoh-tokoh seperti Sayyid Qutb hingga Tuanku Imam Bonjol.

Bukan bermaksud membandingkan tokoh atau metode dakwah yang dilakukan oleh pejuang-pejuang Islam di atas karena setiap tokoh pasti mempunyai cara dakwahnya masing-masing. Akan tetapi, setelah menimba ilmu di Pesantren Ramadhan Islam Kiri, saya meyakini bahwa perjuangan dengan bentuk perlawanan secara langsung seperti yang dilakukan oleh Sayyid Qutb hingga Tuanku Imam Bonjol merupakan bagian dari cara dakwah untuk mengukuhkan Islam sebagai agama perjuangan. Perjuangan melawan segala bentuk penindasan dan ketidakadilan.

Ber-Islam Adalah Berjuang

Saya rasa tak salah jika memaknai bahwa ber-Islam adalah bagian dari berjuang, yaitu melawan segala bentuk penindasan dan ketidakadilan. Dari Pesantren Ramadhan Islam Kiri saya belajar bahwa pemaknaan kiri harus dipandang sebagai suatu hal yang positif.

Lantas bagaimana memandang kiri yang positif? Tentu bukan menggunakan cara pandang rezim Orde Baru yang memandang kiri sebagai bentuk perlawanan terhadap pemerintah sekalipun pemerintah benar-benar berbuat zhalim. Sebaliknya, kita harus memandang kiri dengan pandangan positif.

Kiri sebagai suatu pandangan positif adalah kiri yang berpihak kepada mereka yang tertindas atau biasa dikenal dengan kaum mustadh’afin. Ketika memandang kiri menggunakan cara pandang seperti ini niscaya kita akan mendudukan Islam Kiri sebagai Islam yang membebaskan umat manusia dari belenggu penindasan dan kebodohan, sesuai dengan yang diajarkan oleh Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wassalam, Bukan seperti cara pandang orde baru, yang memandangnya sebagai bentuk perlawanan terhadap pemerintah sekalipun pemerintah benar-benar berbuat zhalim.

Demikian refleksi singkat saya pasca mengikuti Pesantren Ramadhan Islam Kiri yang diselenggarakan oleh Social Movement Institute. Semoga tulisan ini dapat menambah khazanah ilmu pengetahuan bagi saudara-saudari yang haus ilmu, lapar akal sehat, dan rindu keadilan. (*)

 

Editor: Kukuh Basuki

Taufik Ridho

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Dapatkan tulisan-tulisan menarik setiap saat dengan berlangganan melalalui email