Selain mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp 193,7 triliun, dugaan korupsi dalam tata kelola minyak mentah dan produk kilang PT Pertamina (Persero) periode 2018-2023 juga merugikan masyarakat yang menjadi konsumen. Penggunaan bahan bakar yang tidak sesuai dengan standar kualitas mengakibatkan kerusakan pada kendaraan masyarakat. Dalam konteks ini, muncul pertanyaan mengenai kemungkinan bagi masyarakat untuk mengajukan tuntutan ganti rugi terhadap para pelaku korupsi.
Menurut Ahli Hukum Pidana Universitas Gadjah Mada (UGM), M. Fatahillah Akbar, masyarakat yang merasa dirugikan akibat kasus ini dapat mengajukan tuntutan ganti rugi melalui mekanisme gugatan perdata dalam bentuk class action. Hal ini didasarkan pada ketentuan Pasal 99 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang memperbolehkan gabungan gugatan perdata dalam tuntutan pidana. Dengan demikian, masyarakat dapat menggandeng Kejaksaan Agung untuk mengajukan tuntutan ganti rugi yang bersamaan dengan proses pidana yang sedang berlangsung terhadap para tersangka.
Selain itu, Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer) juga memberikan dasar hukum bagi masyarakat untuk menuntut ganti rugi atas perbuatan melawan hukum. Korupsi yang mengakibatkan kerugian bagi masyarakat dapat dikategorikan sebagai perbuatan melawan hukum, sehingga korban memiliki hak untuk menuntut pertanggungjawaban perdata dari pelaku.
Korelasi Antara Kerugian Negara dan Kerugian Masyarakat
Dalam kasus ini, terdapat dua jenis kerugian utama, yaitu kerugian keuangan negara dan kerugian perekonomian negara. Kerugian keuangan negara muncul akibat markup harga dalam pengadaan minyak, sementara kerugian perekonomian negara mencakup dampak luas yang dirasakan oleh masyarakat, termasuk kerusakan kendaraan akibat penggunaan bahan bakar yang tidak sesuai spesifikasi.
Baca juga:
Kerugian yang diderita masyarakat akibat pencampuran bahan bakar RON 92 (Pertamax) dengan RON 90 (Pertalite) dapat dikategorikan sebagai kerugian nyata yang berdampak langsung. Hal ini menimbulkan konsekuensi hukum bahwa masyarakat memiliki kepentingan hukum untuk menuntut pertanggungjawaban. Oleh karena itu, dengan adanya dasar hukum yang jelas, masyarakat dapat mengajukan gugatan secara kolektif melalui mekanisme class action untuk menuntut keadilan dan ganti rugi atas kerugian yang mereka alami.
Potensi Tantangan dalam Pengajuan Gugatan Class Action
Meskipun masyarakat memiliki hak hukum untuk mengajukan gugatan, terdapat beberapa tantangan yang mungkin dihadapi dalam proses ini. Pertama, pembuktian bahwa kerusakan kendaraan disebabkan langsung oleh penggunaan bahan bakar yang tidak sesuai spesifikasi dapat menjadi tantangan tersendiri. Diperlukan bukti yang kuat, termasuk hasil uji laboratorium atau keterangan ahli, untuk menunjukkan adanya hubungan sebab akibat antara penggunaan bahan bakar dengan kerusakan kendaraan.
Kedua, dalam mekanisme class action diperlukan perwakilan kelompok yang memenuhi syarat sebagai pihak penggugat. Tidak semua masyarakat yang merasa dirugikan dapat serta-merta mengajukan gugatan, melainkan harus ada perwakilan yang dapat membuktikan adanya kepentingan hukum yang sama dan signifikan di antara anggota kelompok.
Ketiga, proses peradilan dalam kasus class action sering kali memakan waktu yang lama. Oleh karena itu, diperlukan strategi hukum yang tepat agar gugatan dapat berjalan efektif dan memberikan hasil yang maksimal bagi masyarakat.
Pentingnya Keterlibatan Lembaga Hukum dan Pemerintah
Agar masyarakat dapat memperoleh keadilan dalam kasus ini, penting bagi lembaga hukum seperti Kejaksaan Agung untuk berperan aktif dalam membantu proses hukum yang melibatkan gugatan ganti rugi. Kejaksaan Agung dapat memberikan pendampingan hukum kepada masyarakat dalam proses litigasi, serta memastikan bahwa hak-hak masyarakat sebagai korban tetap terlindungi.
Baca juga:
Selain itu, pemerintah juga memiliki tanggung jawab untuk memastikan bahwa mekanisme hukum yang ada dapat diakses oleh masyarakat secara efektif. Sosialisasi mengenai hak masyarakat untuk mengajukan gugatan, serta kemudahan dalam proses administratif, menjadi faktor penting dalam menjamin akses terhadap keadilan.
Kasus dugaan korupsi di Pertamina tidak hanya merugikan negara, tetapi juga berdampak luas terhadap masyarakat. Oleh karena itu, masyarakat yang merasa dirugikan memiliki hak hukum untuk menuntut ganti rugi melalui mekanisme class action. Dengan adanya ketentuan dalam KUHAP dan KUHPer yang memungkinkan gabungan gugatan perdata dalam perkara pidana, masyarakat dapat menggandeng Kejaksaan Agung dalam proses hukum ini.
Namun, terdapat tantangan yang harus dihadapi, termasuk dalam hal pembuktian, pemilihan perwakilan kelompok, serta durasi proses peradilan. Oleh karena itu, keterlibatan lembaga hukum dan pemerintah menjadi krusial dalam mendukung masyarakat untuk mendapatkan haknya. Dengan adanya langkah hukum yang tepat, kasus ini dapat menjadi preseden penting dalam perlindungan hak masyarakat dan pemberantasan korupsi di Indonesia.
Editor: Prihandini N