Pelajaran Mindfulness dari Nanami Kento

Apriliya Wahyu Putri

2 min read

“Aku mengamati fakta dan menilai dari itu. Begitulah caraku.” –Nanami Kento.

 

Terminologi mindfulness mulai banyak digunakan di Indonesia dan beberapa masyarakat yang mempelajarinya mulai mempraktikkannya. Individu yang menerima realitas apa adanya mengisyaratkan kondisi mindfulness. Terkadang sulit bagi kita untuk membayangkan, “Kondisi individu yang mindful itu seperti apa, sih?”

Dalam konteks ini, tokoh Nanami Kento, dalam serial Jujutsu Kaisen, menunjukkan pada kita bentuk sikap individu yang mempraktikkan mindfulness. Kontras dengan Gojo Satoru, Nanami digambarkan memiliki karakter yang tenang, vokal dalam mengkomunikasikan pikiran dan perasaannya, serta mampu memisahkan antara sentimentalisme dengan kehidupan profesional. Tulisan ini sedikit banyak akan berbicara terkait mindfulness dan implikasinya ditinjau dari manifestasi kesadaran tokoh Nanami Kento.

Akar Mindfulness

Konsep dan praktik mindfulness sudah berkembang sejak 2.500 tahun yang lalu. Mindfulness, secara sederhana, didefinisikan sebagai menerima realitas apa adanya karena pada faktanya kita tidak bisa lari dari kenyataan. Konsep menerima realitas apa adanya memiliki dasar berpikir, yaitu: 1) kejadian-kejadian pada konteks kenyataan tidak perlu dirasionalisasi/dijelaskan karena faktanya memang demikian; 2) tidak bersangkutan dengan hal-hal yang berkenaan dengan spekulasi/perihal tebak-menebak maupun ekspektasi. Dengan menyadari sifat realita, yaitu temporal, mindfulness bertujuan untuk menumbuhkan pikiran yang berorientasi pada masa kini. Hal itu memungkinkan individu untuk meningkatkan kesehatan serta kesejahteraan.

Mindfulness bergerak menggunakan mahzab realistis, bukan optimisme maupun pesimisme. Artinya individu menerima realitas apa adanya dan menyadari limitasi (batas kemampuan) diri sendiri. Hal itu juga termasuk terkait seberapa toleran dirinya terhadap emosi-emosi yang muncul akibat dari proses kerja pikiran, kondisi mental, emosional, delusi, dan/atau romantisisasi fenomena di luar diri seseorang.

Pada dasarnya, secara alamiah pikiran kita akan tertarik dengan objek yang menyenangkan. Atensi dalam mindfulness berbicara tentang proses dan monitoring momen demi momen terhadap apa yang kita lakukan; tidak menciptakan strategi demi mewujudkan kondisi ideal terhadap situasi dan/atau kondisi tertentu karena mindfulness tidak bermaksud mengubah sifat alamiah dari objek. Sebagai konsekuensinya, mindfulness mengurangi rasa kepemilikan terhadap objek atensi, sehingga pengalaman-pengalaman emosional menjadi mendekati netral/bahkan netral.

Baca juga: 

Dalam konteks ini, percakapan Nanami bersama Itadori Yūji mengisyaratkan Nanami individu yang fokus pada realita.

 “Aku mengamati fakta dan menilai dari itu. Begitulah caraku.” –Episode 9, Season 1

Mindfulness dan emosi-afeksi

Sebagai organisme hidup, manusia tidak bisa sepenuhnya melepaskan diri dari emosi. Individu yang mempraktikkan mindfulness cenderung bereaksi netral terhadap realitas. Namun, bukan berarti mengabaikan dimensi emosi-afeksi (melainkan fungsi tersebut sebagai unsur penting dan fundamental dalam memahami pikiran—mind), tetapi menyadari akan potensi: “Seberapa jauh toleransi Saya terhadap emosi,” sehingga mereka menyadari konsekuensi serta risiko.

Nanami menyadari, dalam kehidupan tidak mungkin terbebas dari ketidaknyamanan. Dia menyadari bahwa kehidupannya sebagai Penyihir Jujutsu adalah buruk. Saat bekerja di perusahaan, dia menyadari bahwa pekerjaan kantor juga buruk. Namun, alih-alih membuat rasionalisasi atas kondisi tersebut, Nanami menyadari bahwa dirinya lebih toleran untuk bekerja sebagai Penyihir Jujutsu, kesadaran itu membuatnya kembali sebagai Penyihir Jujutsu.

“… aku menyadari bahwa Penyihir Jujutsu itu buruk. Saat bekerja di perusahaan biasa, aku menyadari bahwa pekerjaan kantor juga buruk. Karena keduanya buruk, aku memilih yang lebih kusukai. Karena itulah aku kembali.” –Episode 9, Season 1

Nanami menyikapi kebutuhan Itadori Yūji untuk menjadi “orang baik”, yang menimbulkan perasaan bersalah ketika orang lain dirugikan akibat perkataan maupun perbuatannya. Nanami mengatakan bahwa sesal yang muncul kemudian merupakan hal yang wajar, Yūji tidak perlu menghukum diri sendiri dengan rasa bersalah, apa yang dia alami adalah bagian dari proses untuk tumbuh dan berkembang selayaknya manusia.

“Selama kamu melakukan pekerjaan ini, kau akan bertemu seseorang (yaitu mereka yang menggunakan energi supernatural untuk berbuat kerusakan) yang harus dibunuh  suatu hari nanti. Tetapi, sekarang bukan saatnya. Tolong mengertilah, menjadi anak-anak bukanlah sebuah dosa.” –Episode 11, Season 1

Yūji mengakui bahwa Nanami tidak akan melakukan kesalahan hanya karena emosi dan lepas kendali.

“Dia (Nanami) tidak akan melakukan kesalahan karena emosi dan lepas kendali.” –Episode 18, Season 2

Sekarang dan Di Sini

Latihan Mindfulness memungkinkan manusia untuk memasukkan banyak informasi “saat ini”, dibandingkan mengelaborasi tentang informasi di masa lalu dan/atau apa yang belum terjadi. Intervensi berbasis kesadaran (MBI) dikatakan efektif untuk pengobatan gejala fisik dan psikologis. Praktik mindfulness dapat diawali dengan memusatkan perhatian pada napas. Teknik ini diyakini ditulis oleh Vasugupta dalam Siva Sutras—teks abad ke-9 yang termasuk dalam tradisi mistik nondual Shaivisme Kashmir. Praktik ini dimulai dengan menyadari sensasi napas secara berulang-ulang, yaitu dengan merasakan naik-turun dan keluar-masuknya napas. Apabila dalam proses memusatkan perhatian mengalami distraksi, cukup kembalikan perhatian ke napas tanpa menghakimi/menilai kinerja diri sendiri. Penulis menyarankan untuk secara tematik melakukan retret meditasi Vipassana (biasanya berlangsung 10 hari) dengan instruktur, supaya dalam prosesnya mencermati pernapasan, untuk memusatkan pikiran, tidak salah kaprah.

Bukan Solusi Absolut

Apapun praktik yang mengatasnamakan mindfulness tidak selamanya menghasilkan hal yang positif. Faktanya memang ada praktik mindfulness yang tidak efektif diaplikasikan pada orang-orang tertentu. Mindfulness tidak cocok untuk dipraktikkan oleh semua orang karena ada derajat kewarasan  berlatih untuk sadar dan penuh perhatian. Pada praktiknya, proses mindfulness memang akan sulit karena kita sebagai manusia sudah memiliki kebiasaan-kebiasaan laten yang terbentuk sejak lama. (*)

 

Editor: Kukuh Basuki

 

 

Apriliya Wahyu Putri

2 Replies to “Pelajaran Mindfulness dari Nanami Kento”

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Dapatkan tulisan-tulisan menarik setiap saat dengan berlangganan melalalui email