Penulis dan Imajinator Ulung. Akan menjadi novelis best seller Indonesia

Narsistik Megalomania si Penguasa Lama

safi sahri

2 min read

Beberapa pekan ini banyak warga Jakarta yang resah. Bukan karena pilkada yang semakin dekat dengan tiga kandidat yang nampaknya biasa-biasa saja, tetapi karena menjamurnya baliho besar narsisistik megalomania. Jika sebelumnya masyarakat diresahkan dengan baliho “Kepak Sayap Kebinekaan” dengan sosok perempuan bersanggul dan berkebaya merah yang terpampang di banyak titik, baliho yang kini terpasang jauh lebih mengganggu dan meresahkan.

Entah apa tujuannya, baliho ucapan terima kasih atas kinerja si penguasa lama yang sebentar lagi tutup kuasa bertebaran di mana-mana. Baliho itu tersebar di beberapa titik sepanjang ruas utama Jalan Gatot Subroto, area Mega Kuningan, Mampang Prapatan, Tendean, dan banyak lagi titik lainnya. Boleh jadi ini adalah upaya brain wash kepada masyarakat agar citra si penguasa lama tetap terjaga.

Mengutip pernyataan koran Tempo edisi 14-20 Oktober 2024, si penguasa lama menginstruksikan kementerian dan lembaga negara membuat pelbagai kampanye pencitraan menjelang lengser. Ada semacam upaya mengelabuhi publik.

Jika kita cermati lebih jauh, bahkan menjelang tutup kuasa, pemimpin kita masih saja gemar dengan euforia pencitraan semu, mempertontonkan sikap narsis dan tidak tahu malu. Di saat publik begitu geram dengan tingkah polahnya beserta keluarganya, dia masih sempat berselancar dengan kekuasaan yang dimilikinya untuk memoles citra diri dengan baliho-baliho memuakkan.

Kenapa memuakkan? Jika kita berpikir dengan logika yang waras, apa sebenarnya tendensi kita harus mengucapkan terima kasih kepada penguasa? Apa karena dia telah bekerja dan meninggalkan banyak legasi untuk kita? Atau karena dia telah berhasil membangun infrastruktur berkelanjutan yang konon bisa mendongkrak ekonomi bangsa?

Pertanyaan kritisnya adalah: bukankah itu kewajiban dari seorang penguasa? Poin-poin yang telah disebutkan di atas adalah pekerjaan yang sudah seharusnya dilakukan olehnya. Lagipula, dia dibayar dengan gaji yang sangat layak oleh rakyat melalui berbagai pungutan pajak. Pesoalannya menjadi lain kalau dia bekerja secara sukarela tanpa imbalan apa-apa. Pantaslah kalau rakyat mengucapkan terima kasih kepadanya.

Baca juga:

Perilaku Narsistik Megalomania

Secara teoretis, narsistik merupakan sikap arogan, kompetitif, percaya diri berlebihan, tidak punya empati terhadap orang lain, dan senang mengintimidasi orang lain untuk meloloskan kepentingan pribadinya. Pengidap narsistik sering menceritakan dan mengungkapkan kemampuannya secara berlebihan untuk memberikan sensasi lebih atas dirinya dibandingkan orang lain.

Sementara megalomania adalah sebuah keyakinan dalam diri seseorang bahwa dia memiliki kebesaran, keagungan, dan kekuasaan. Keyakinan ini sering dipertontonkan dan membuat pengidapnya menjadi arogan, tone deaf, dan anti kritik. Perilaku narsistik megalomania menjadi perpaduan yang sempurna antara sikap haus legitimasi dan serakah akan kekuasaan.

Jika ditarik mundur lebih jauh, perilaku narsis dari pemimpin kita bukan sekadar asumsi semata. Sejak kemunculannya pertama kali di publik, dia memang hadir dengan pola-pola narsistik. Kenaikannya ke atas perhelatan politik juga karena popularitas yang sedang naik kala itu. Sepanjang karir kekuasaannya, kita juga sudah begitu kenyang dengan pementasan kinerja artifisial yang dibalut pencitraan.

Perilaku pura-pura bodoh dan pura-pura tidak tahu menjadi jalan ninja terbaik ketika publik mempertanyakan kebijakannya yang merugikan atau meresahkan rakyat. Tidak cukup sampai di situ saja, respon yang diberikan ketika ada sebuah hal penting yang terjadi hanyalah: geram, kaget, dan heran.

Terlalu banyak daftar hitam dan keblunderan yang harus dipaparkan. Dan untuk itu semua, kita harus menyaksikan baliho ucapan terima kasih menjelang akhir kuasanya?

Sepuluh Tahun Terendah

Sepuluh tahun ini adalah titik paling rendah bagi bangsa kita. Fase ketika konstitusi diinjak-injak, dikangkangi, dan dimainkan seenak hati. Era saat demokrasi sudah tidak ada harga dirinya lagi. Masa ketika pencitraan, cawe-cawe politik, dan pembohongan sudah bukan menjadi hal yang mengejutkan lagi. Sudah seharusnya kita banyak belajar dan berefleksi.

Masih panjang sekali jalan yang harus kita tempuh menuju pemerintahan yang beradab. Kekuasaan yang digunakan untuk melindungi segenap bangsa, memajukan kesejahteraan umum, dan mencerdaskan kehidupan bangsa sesuai dengan amanat pembukaan UUD 1945 alinea keempat.

Banyak pelajaran yang bisa kita petik sepanjang satu dekade ini. Sebagai bangsa yang masih bertumbuh, kita tentu harus selalu mengaktifkan nalar kritis, menghentikan fanatisme buta, juga tidak segan mengingatkan ketika terjadi ketidakadilan. Kita harus menjadi pengawal jalannya pemerintahan. Demokrasi mengamanatkan kekuasaan di tangan rakyat. Namun, saat rakyat tidak tahu caranya menggunakan kekuasaan, itu justru akan melukai dan membuat pihak lain memanfaatkannya.

Pesan Terakhir untuk Penguasa Lama

Mundurlah dengan terhormat. Jadilah negarawan sejati. Belum lama ini jagad media sosial juga disajikan sebuah baliho ungkapan bahwa setelah lengser, penguasa lama akan menjadi guru bangsa. Setidaknya, di akhir usia kekuasaan, berikanlah budi pekerti dan asas yang mulia.

Percayalah bahwa rakyat bisa menilai semua usaha yang telah dilakukan. Jika itu semua tulus dan murni untuk kepentingan bangsa, tentu semua orang bisa melihatnya. Sebaliknya, jika kebijakan itu hanya diperuntukan bagi kepentingan oligarki dan sekelompok golongan saja, di kemudian hari rakyat juga akan bisa mengungkapnya.

Sibuk memoles diri di senja kala menjelang tutup kuasa hanya menguatkan keyakinan  publik bahwa penguasa lama ketakutan turun dari takhta dengan borok yang menganga. Satu hal yang perlu diingat, setiap hal itu ada masanya. Era lama berakhir, era baru terlahir. Begitulah peradaban di dunia ini terbetuk.

Penguasa lama pada akhirnya akan tinggal cerita. Namanya akan dicatat dalam sejarah. Hitam putih rekam jejaknya akan dibaca ribuan generasi berikutnya.

safi sahri
safi sahri Penulis dan Imajinator Ulung. Akan menjadi novelis best seller Indonesia

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Dapatkan tulisan-tulisan menarik setiap saat dengan berlangganan melalalui email