Moralitas Negara Kesejahteraan di Era Neoliberalisme

Mohamad Rachmat Ramdhani

3 min read

Maurizio Lazzarato dalam The Making of the Indebted Man menggambarkan bagaimana utang, lebih dari sekadar kewajiban finansial, membentuk moralitas dan subjektivitas manusia modern. Melalui logika kreditor-debitor, sistem neoliberalisme menciptakan subjek yang terus-menerus tunduk pada kekuasaan kreditor, baik melalui institusi negara maupun mekanisme sosial. Negara kesejahteraan, yang idealnya berfungsi untuk mengatasi risiko sosial-ekonomi secara kolektif, justru sering berubah menjadi alat yang memperkuat dominasi tersebut. Esai ini mengeksplorasi bagaimana moralitas utang mengakar dalam kebijakan negara kesejahteraan modern, menciptakan transformasi dari solidaritas sosial menjadi individualisasi risiko.

Relasi Kreditor-Debitor: Teori Lazzarato

Dalam sistem kreditor-debitor seperti yang dijelaskan Lazzarato, utang bukan sekadar hubungan ekonomi yang netral. Ia menjadi instrumen kekuasaan yang memaksa debitor untuk tunduk pada otoritas kreditor. Moralitas yang dibangun dalam sistem ini tidak hanya memandang pembayaran utang sebagai kewajiban finansial tetapi juga sebagai tanggung jawab moral. Subjek utang, atau “manusia berutang” (indebted man), diharapkan menerima segala risiko dan konsekuensi utangnya sebagai hasil dari keputusan pribadi, tanpa mempersoalkan keadilan struktural yang menciptakan utang tersebut. Hal ini menciptakan legitimasi sosial untuk sistem yang mendukung kekuasaan kreditor, baik di tingkat individu maupun negara.

Di bawah neoliberalisme, negara kesejahteraan mengalami transformasi signifikan. Awalnya dibangun atas dasar solidaritas sosial, dengan pajak progresif untuk mendistribusikan kekayaan dan memberikan akses universal terhadap layanan dasar seperti pendidikan dan kesehatan, negara kesejahteraan kini bergerak ke arah privatisasi dan pengurangan subsidi. Negara semakin berperan sebagai fasilitator pasar, bukan pelindung kolektif. Transformasi ini mencerminkan logika kreditor-debitor: individu diminta untuk mengelola risiko sosial mereka sendiri, termasuk pengangguran, kemiskinan, dan ketidakamanan ekonomi, sering kali melalui mekanisme utang.

Mekanisme seperti program pelatihan kerja berbasis digital atau bantuan keuangan sering dipromosikan sebagai solusi pemberdayaan. Namun, dalam banyak kasus, program semacam itu hanya menempatkan tanggung jawab atas risiko sosial kepada individu tanpa memberikan jaminan pengentasan jangka panjang. Sebagai contoh, pelatihan keterampilan sering kali tidak diikuti dengan penciptaan lapangan kerja baru, sementara bantuan tunai bersifat sementara dan tidak mampu mengatasi akar masalah kemiskinan. Dalam sistem ini, individu yang gagal memenuhi kebutuhan mereka melalui utang sering kali dipandang sebagai tidak bertanggung jawab, meskipun kegagalan mereka lebih banyak disebabkan oleh kondisi struktural yang berada di luar kendali mereka.

Implikasi Teoritis

Moralitas utang yang dibahas oleh Lazzarato juga memiliki implikasi signifikan dalam konteks global. Lembaga keuangan internasional seperti IMF dan Bank Dunia sering kali menggunakan utang sebagai alat untuk mendorong agenda reformasi struktural di negara-negara berkembang. Program penyesuaian struktural yang mereka dorong sering kali mencakup privatisasi layanan publik, pengurangan subsidi, dan reformasi pajak regresif. Sementara kebijakan ini sering dipromosikan sebagai cara untuk meningkatkan efisiensi ekonomi, kenyataannya adalah bahwa mereka sering memperburuk ketimpangan sosial dan meminggirkan kelompok rentan. Negara-negara berkembang sering kali dipaksa untuk mengalokasikan sumber daya yang seharusnya digunakan untuk pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur sosial lainnya untuk membayar utang kepada kreditor internasional.

Baca juga:

Fenomena utang mikro, yang awalnya dipromosikan sebagai alat pemberdayaan ekonomi bagi masyarakat miskin, juga menunjukkan kelemahannya dalam konteks ini. Pinjaman mikro sering kali hanya memperpanjang siklus utang tanpa memberikan solusi yang nyata untuk pengentasan kemiskinan. Sebagian besar penerima pinjaman mikro menggunakan dana tersebut untuk memenuhi kebutuhan dasar, seperti pendidikan anak atau biaya kesehatan, daripada untuk investasi produktif yang dapat meningkatkan pendapatan mereka. Dalam banyak kasus, utang mikro hanya menggantikan peran negara dalam menyediakan layanan dasar, sementara beban finansialnya sepenuhnya dipindahkan kepada individu.

Dalam kehidupan sehari-hari, logika kreditor-debitor ini tidak hanya memengaruhi keputusan ekonomi tetapi juga membentuk identitas individu. Orang-orang yang tidak mampu melunasi utang mereka sering kali distigmatisasi sebagai tidak bertanggung jawab atau tidak produktif, meskipun situasi mereka sering kali disebabkan oleh faktor-faktor yang berada di luar kendali mereka, seperti resesi ekonomi, kehilangan pekerjaan, atau kenaikan biaya hidup. Pada saat yang sama, narasi tentang utang sebagai kewajiban moral memperkuat kontrol kreditor atas debitor, yang sering kali merasa bersalah atau malu atas ketidakmampuan mereka untuk melunasi utang.

Narasi yang sama juga berlaku di tingkat kolektif. Negara-negara yang memiliki utang publik tinggi sering kali didorong untuk menerapkan kebijakan penghematan dengan alasan “tanggung jawab fiskal.” Kebijakan ini sering mencakup pengurangan subsidi, penghapusan layanan publik gratis, dan peningkatan pajak regresif yang berdampak lebih besar pada masyarakat miskin. Dalam banyak kasus, kebijakan penghematan ini hanya memperburuk ketimpangan sosial dan meminggirkan kelompok yang sudah rentan, sementara kreditor internasional tetap mendapatkan pengembalian investasi mereka.

Untuk melawan logika kreditor-debitor ini, Lazzarato menekankan perlunya mereformasi sistem ekonomi dan sosial yang ada. Negara kesejahteraan harus kembali pada prinsip solidaritas sosial, di mana risiko sosial dibagi secara kolektif melalui sistem pajak yang adil dan layanan publik yang universal. Reformasi ini harus mencakup penguatan program-program sosial yang tidak bergantung pada mekanisme utang, seperti pendidikan gratis, layanan kesehatan universal, dan jaminan sosial untuk kelompok rentan.

Selain itu, penting untuk menciptakan narasi alternatif yang menentang moralitas utang. Pendidikan kritis tentang hubungan antara utang, kekuasaan, dan ketimpangan sosial dapat membantu individu memahami bahwa utang bukanlah tanggung jawab moral individu semata, tetapi hasil dari sistem yang secara struktural menciptakan ketidakadilan. Kesadaran ini dapat menjadi dasar bagi gerakan sosial yang menuntut reformasi kebijakan dan mengadvokasi redistribusi kekayaan yang lebih adil.

Penutup

Teori Lazzarato memberikan kerangka analitis yang kuat untuk memahami bagaimana moralitas utang telah mengubah peran negara kesejahteraan di era neoliberalisme. Dalam sistem ini, utang menjadi instrumen kontrol yang menciptakan ketergantungan finansial dan moral bagi individu maupun negara. Dengan mereformasi negara kesejahteraan dan menciptakan narasi alternatif yang menantang logika kreditor-debitor, kita dapat membangun masyarakat yang lebih adil dan berkelanjutan. Negara kesejahteraan tidak boleh hanya menjadi fasilitator pasar tetapi harus kembali berfungsi sebagai pelindung kolektif yang memastikan kesejahteraan semua warga negara. (*)

 

Editor: Kukuh Basuki

 

Mohamad Rachmat Ramdhani

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Dapatkan tulisan-tulisan menarik setiap saat dengan berlangganan melalalui email