Ketika membicarakan musik surf rock, benak kita membayangkan air, ikan, diving, papan seluncur, atau apa pun yang berhubungan dengan kegiatan di pantai.
The Panturas band surf rock asal Jatinangor yang beranggotakan Acin dan kawan-kawannya. Album kedua mereka yang bertajuk Ombak Banyu Asmara (2021) berhasil membuat serotonin saya meletus sekencang-kencangnya. Album ini memberikan kesan energik dengan efek gitar becek (spring reverb) yang dikombinasikan dengan sentuhan tremolo picking, membuat pendengarnya seolah terombang-ambing ganasnya ombak pantai.
Baca juga:
Album ini memiliki perbedaan yang cukup signifikan ketimbang album pertama mereka, Mabuk Laut (2018). Perbedaan yang paling kentara terlihat pada pembangunan judul dan liriknya. Album pertama menampilkan judul lagu yang memadukan kelautan dengan pengalaman urban, misalnya Gurita Kota. Liriknya pun merepresentasikan isu sosial yang dapat kita temui dalam kehidupan sehari-hari—cerita soal polusi udara di jalanan yang dipengaruhi asap knalpot hitam tebal.
Lautan roda
Asap hitam meninju telak di muka
Membabi buta
Tak tahan ku teriak semua jadi gila
Pada album kedua, The Panturas mengusung konsep bermusik yang lebih kontemporer. Lirik lagu-lagu dalam album ini seakan mengajak kita mengarungi berbagai ruang dan waktu.
Album ini menyajikan harmoni polesan melodi bernuansa Timur Tengah dan kesenian Sunda. Kekhasan musik ini terdengar jelas pada lagu yang berjudul Tipu Daya. Suasana yang digambarkan lewat lagu Tipu Daya mengantarkan saya ke masa keemasan Jalur Sutra yang menghubungkan Timur dan Barat pada 200 tahun sebelum masehi. Lirik lagu Tipu Daya ini membuat saya berfantasi menjadi manusia yang belum terpapar kemajuan teknologi, tetapi telah melanglang buana ke seluruh penjuru dunia sebagai pedagang sukses.
Dia berjaya di barat daya
Gagah perkasa di belantara
Sang penguasa Jalur Sutra
Oh, jelas kaya raya
Dalam album ini, The Panturas juga memberikan sentuhan melodi mirip musik tradisional China pada lagu yang berjudul Balada Semburan Naga. Lagu ini dibawakan dengan konsep penyampaian mirip orang mendongeng. Lirik lagu ini mengisahkan tentang seorang pria yang ingin melamar kekasihnya, tetapi terhalang oleh restu sang calon mertua. Sebab, kondisi finansial pria itu membuat ragu pihak calon mertua untuk menerimanya sebagai menantu.
Saya punya cinta tapi pasti tak cukup
Kenapa masih coba kalau tahu tak sanggup?
Bukan masalah tak sanggup namanya juga usaha
Kalau bicara usaha, Anda tak usah berlaga
Kenapa?
Butuh dua atau tiga puluh tahun lagi, sampai Anda paham hidup sebenar-benarnya
Kemudian, ada lagu Tafsir Mistik yang menyuguhkan kearifan lokal dan nuansa magis bagi para pendengarnya. Kepiawaian Abyan alias Acin sebagai memainkan akrobat gitar menjadi nilai plus yang memperkaya keindahan lagu Tafsir Mistik. Nuansa magis ditekankan dengan lirik yang menggambarkan tradisi perdukunan yang masih kental di Indonesia—horor segar yang sukses mengusik kuping.
Wahai setan yang bersembunyi di antara makna
Dan tak mempan diusir dengan ruqyah
Merasuki bangunan kepala
Dan mengendap hingga jadi lumrah
Karya-karya The Panturas membuat saya lebih jeli mengamati keadaan sekitar dan memperkaya kosakata unik yang bisa saya jadikan investasi jangka panjang kalau-kalau saya perlu merenungi persoalan kehidupan dengan romantis.
Editor: Emma Amelia