Fade Into You dan Puisi Lainnya

Dimas Anggada

1 min read

‘you float like a feather’
‘in a beautiful world’

pada tingkap yang jauh
aku memandangmu dengan tak pasti
ke sejurus samar yang seperti gelap.

di dalam katakata yang tergeletak,
ada ucapan telah terbengkalai
pada pesan yang mungkin tak berdering.

dan aku membayangkanmu,
seperti gelapnya bayangan pada terik siang
yang mengikuti menjelang ajal hari.

dan seberkas senja, seperti mega yang tak tersentuh,
akan tetap menatapmu hingga tenggelam
menuju rahasia.

(2023)

i can’t

aku meninggalkan kalimat
yang telanjur membekas
pada sepanjang ingatan yang kutulis;
sebelum itu pudar, sebelum
kembali terkubur,
aku ingin meneruskan dan
menarik kembali takdir yang pergi.

aku ingin menanami kembali harap,
aku ingin seperti janji yang terbentuk,
aku ingin kau di peraduan.

kesepianku mengkhayalkan
seluruh tubuhku
menjadi laut dengan dasar
yang tak terhitung.
beku jadi tak terhindarkan, dan
aku merasa telah memperpendek usia.

setelah kau,
sesuatu jadi tiada.

(2023)

haunted by you

pada mulanya penantian,
yang tersisa di balik bola mataku.
dan air mata yang menetes ini, kasih,
tidak lagi seperti pasang yang
menerjang karang.

pelan dan sabar,
aku ingin mengenyahkanmu
seperti mudahnya mencoret tanggal
pada hari pertama kali aku mencintaimu.

seringan kapuk randu matang,
kuharap ingatanku mampu meniup sosokmu
agar lekas terbang menjauh.

(2023)

my foolish heart

juni ini, selepas dendam yang meredam,
aku tak lagi fasih menerjemahkan remah mimpi
yang telah mengempas degupku. berulang kali,
namamu selalu lewat bersama angin kering, dan
jatuh huruf per huruf seperti rintik yang tumpah.

dengan mata yang lain,
aku ingin memandangmu

sekali lagi.

(2023)

fade into you

sebuah tempat yang memenggal sunyi,
telah mendekatkan mataku kepadamu.

pada senin yang kering,
ketika langit masih mengeriput,
kupikir kita akan sedekat dua kembang
yang saling merambat malu.

mendung barangkali mampir,
tetapi setelah siang,
kau tetap berjalan ke arahku.

dan aku ada di sana,
di balik pintu kaca
yang sebening rupamu.

gerakmu, pelan dan letih,
serupa gemerisik kembang
pada sore hari.

mungkin ada ratusan daun gugur
yang tersepuh musim. mungkin juga
ada sisasisa dari harum kemuning.

aku membayangkan diriku
dengan raut kusut:
seperti wajah yang belum tidur,
dan menua karena dirimu.

pada hari yang jauh dari bau hujan,
tugur dan kokoh bagai batang mawar,
aku merasa kita masih enggan
saling memanggil nama.

“kau tahu, aku mungkin telah menulismu
sebelum kita bertemu.”

januari telah salah memilih musim,
tiada lagi tanah basah sepanjang hari.

dan di sini, beton abu telah memanggang seluruh
perasaanku, membuat parasku meletup deras,
ketika kelopak matamu mengingatkanku akan
kelopak bugenvil merah muda yang saat ini
sedang bermekaran di kebun rumahku.
dirimu adalah anasir yang tak terjelaskan.

“seharusnya kita masuk…”

“agar kelak tahu,
apakah kita mungkin bisa saling bersisian?”

(2023)

*****

Editor: Moch Aldy MA

Dimas Anggada

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Dapatkan tulisan-tulisan menarik setiap saat dengan berlangganan melalalui email