Sebagai mahasiswa Pendidikan Sejarah, saya sering kali merasa berada di persimpangan jalan. Saya sering merasakan kebingungan dan, mungkin, sedikit iri terhadap teman-teman saya yang mengambil jurusan Ilmu Sejarah. Kami belajar tentang sejarah yang sama, tetapi cara kami menghadapinya sangat berbeda. Ilmu Sejarah memberi kesempatan bagi mahasiswanya untuk lebih bebas menggali penelitian sejarah, menelusuri arsip dan sumber-sumber sejarah, serta mengembangkan teori-teori yang lebih mendalam. Sementara itu, kami yang ada di Pendidikan Sejarah lebih banyak dibebani dengan kurikulum pengajaran, metode mengajar, dan segala hal yang berkaitan dengan menjadi seorang guru sejarah. Perasaan iri itu muncul, terutama ketika saya membayangkan betapa bebasnya mereka untuk menggali sejarah lebih dalam, sementara saya terfokus pada keterampilan mengajar yang lebih praktis.
Pendidikan Sejarah: Terjebak di Jalur Pengajaran
Sebagai mahasiswa Pendidikan Sejarah, saya diajarkan banyak hal yang berkaitan dengan bagaimana mengajar sejarah dengan baik dan efektif. Kami sering kali diberi materi tentang kurikulum, strategi evaluasi, dan metode pengajaran yang terkadang terasa seperti rutinitas. Saya paham bahwa ini adalah bagian penting untuk mempersiapkan kami sebagai calon guru sejarah, namun sering kali saya merasa terjebak dalam “kotak” yang lebih mengarah pada praktik pendidikan ketimbang menggali sejarah itu sendiri secara mendalam. Ini terasa sangat berbeda dengan teman-teman saya di Ilmu Sejarah yang bisa fokus pada penelitian, analisis sumber sejarah, dan penemuan baru dalam dunia sejarah. Saya iri melihat mereka bisa menghabiskan waktu lebih lama untuk mendalami sejarah tanpa harus terbebani oleh keharusan menjadi pengajar yang baik.
Baca juga:
Dalam praktiknya, saya lebih banyak belajar tentang bagaimana menyusun rencana pembelajaran yang baik dan efektif untuk siswa. Sementara teman-teman saya di Ilmu Sejarah bisa meneliti peristiwa-peristiwa sejarah besar, menulis artikel ilmiah, dan menjadi ahli sejarah dalam bidang yang mereka minati. Saya jadi sering berpikir, “Kenapa saya tidak bisa melakukan hal yang sama?” Saya merasa terbatas oleh jalur pendidikan yang lebih mengutamakan teori pengajaran daripada pemahaman sejarah itu sendiri. Tentu saja, saya tetap ingin menjadi guru sejarah yang baik, namun kadang-kadang saya merasa bahwa itu bukan satu-satunya jalur yang saya inginkan.
Ilmu Sejarah: Kebebasan yang Mengundang Iri
Di sisi lain, mahasiswa Ilmu Sejarah terlihat memiliki kebebasan yang lebih besar dalam mengeksplorasi dunia sejarah yang lebih luas. Mereka tidak terikat oleh kurikulum pendidikan yang membatasi mereka untuk hanya menjadi pengajar sejarah. Mereka lebih banyak terlibat dalam penelitian lapangan, menganalisis sumber-sumber sejarah yang mungkin belum banyak diketahui orang, dan melakukan proyek penelitian yang sering kali menghasilkan temuan baru dalam dunia historiografi. Mereka juga lebih bebas mengeksplorasi berbagai perspektif sejarah dan memiliki kesempatan untuk berkarir di berbagai bidang seperti penulis sejarah, kurator museum, atau bahkan peneliti di lembaga-lembaga penelitian.
Saya sering merasa iri dengan mereka. Mereka tidak perlu memikirkan seperti apa cara mengajar yang efektif atau menyusun rencana pembelajaran. Mereka bisa sepenuhnya terfokus pada pengetahuan sejarah itu sendiri. Mereka bisa berdiskusi tentang teori-teori historiografi, mempelajari sejarah yang lebih mendalam, dan tidak dibatasi oleh keharusan untuk menjadi guru sejarah. Rasanya, kehidupan mereka lebih fleksibel, lebih menantang, dan lebih mendalam dalam konteks pengetahuan sejarah.
Pertentangan: Pengajaran Sejarah vs Penelitian Sejarah
Perbedaan utama antara Pendidikan Sejarah dan Ilmu Sejarah terletak pada bagaimana saya dan teman-teman saya diposisikan dalam hubungan dengan sejarah itu sendiri. Mahasiswa Pendidikan Sejarah lebih banyak belajar bagaimana menyampaikan sejarah kepada orang lain dengan cara yang mudah dipahami dan menarik. Di sisi lain, mahasiswa Ilmu Sejarah lebih fokus pada bagaimana mereka menemukan sejarah, menggali sumber-sumber sejarah yang lebih dalam, dan membuat penemuan baru dalam dunia sejarah.
Baca juga:
Namun, meskipun saya sering merasa terbatas oleh jalur Pendidikan Sejarah, saya juga sadar bahwa profesi sebagai guru sejarah tidaklah buruk. Menjadi seorang pendidik sejarah adalah hal yang sangat mulia dan memberi kontribusi besar terhadap pendidikan generasi mendatang. Saya juga bisa berperan dalam menanamkan rasa cinta pada sejarah kepada siswa, dan itu adalah hal yang tidak bisa dipandang remeh. Akan tetapi, perasaan iri terhadap teman-teman di Ilmu Sejarah yang bisa fokus pada penelitian dan pengembangan teori historiografi tetap ada.
Mendamaikan Keduanya: Menggabungkan Pengajaran dan Penelitian
Namun, apakah saya harus memilih antara menjadi guru sejarah atau peneliti sejarah? Jawabannya adalah tidak. Meskipun saya berada di jalur Pendidikan Sejarah, tidak ada yang menghalangi saya untuk tetap mengembangkan minat saya dalam penelitian sejarah. Saya bisa tetap menulis, meneliti, dan berkontribusi dalam dunia sejarah meskipun saya mengajar. Dunia sejarah sangat luas, dan saya tidak harus memilih satu jalur saja.
Saya bisa menggabungkan keduanya. Sebagai seorang guru, saya bisa mengajak siswa untuk berpikir kritis tentang sejarah, mendiskusikan berbagai perspektif, dan mungkin bahkan melibatkan mereka dalam penelitian sejarah kecil yang bisa dilakukan dalam kelas. Di sisi lain, saya juga bisa terus menggali minat saya di luar kelas, seperti menulis artikel sejarah, bergabung dalam komunitas sejarah, atau bahkan terlibat dalam proyek penelitian yang bisa menambah wawasan saya tentang sejarah.
Pendidikan Sejarah dan Ilmu Sejarah memang memiliki jalur yang berbeda, namun keduanya tetap berfokus pada satu tujuan utama: memahami dan mengajarkan sejarah. Perbedaan ini tidaklah buruk, bahkan bisa saling melengkapi. Sebagai mahasiswa, saya harus siap menerima kenyataan bahwa jalan saya mungkin lebih terstruktur jika saya memilih Pendidikan Sejarah, tetapi itu bukan berarti saya kehilangan kesempatan untuk menjadi bagian dari dunia sejarah yang lebih luas. Sebaliknya, mahasiswa Ilmu Sejarah mungkin lebih bebas mengejar impian akademisnya, tetapi mereka juga harus siap dengan tuntutan dunia kerja yang sering kali tidak langsung menghargai gelar mereka sebagai sejarawan.
Pada akhirnya, baik Pendidikan Sejarah maupun Ilmu Sejarah menawarkan peluang yang sangat berharga. Keduanya sama-sama memiliki tantangan dan keunikan, tetapi yang terpenting adalah bagaimana saya memilih untuk menjalani dunia sejarah, dan bagaimana saya berusaha untuk mengembangkan diri meskipun di tengah batasan yang ada. (*)
Editor: Kukuh Basuki