Aktif di komunitas Bengkel Sastra UNJ, tapi lebih suka menulis esai ala-ala curhat, daripada menulis sastra.

Ketika Kamar Pribadi Menjadi Barang Mewah

Muhammad Ridwan Tri Wibowo

2 min read

Saat menginap di rumah teman, saya merasakan betapa nyaman dan menyenangkannya memiliki kamar pribadi. Teman saya begitu bebas, punya privasi, dan bisa fokus mengerjakan sesuatu tanpa gangguan. Rasanya benar-benar berbeda dengan suasana di rumah saya sendiri, di mana sering kali sulit memperoleh ruang pribadi dan ketenangan.

Rumah saya hanya 4×3 meter, dihuni oleh saya, ibu, dan dua kakak saya. Saya harus berbagi ruang untuk makan dan tidur. Rumah saya juga selalu penuh dengan aktivitas dan suara. Ibu dan kakak saya sangat suka berbicara sehingga suasana rumah selalu ramai. Tidak ada ruang untuk mengembangkan diri, bersedih, atau sekadar menyendiri dengan pikiran-pikiran saya. Bagi saya, kamar pribadi adalah kemewahan yang tidak bisa dinikmati.

Dalam situasi seperti ini, saya selalu merasa cemas. Bagaimana saya bisa menemukan kedamaian hidup?

Baca juga:

Tidak Bisa Menangis Sepuas-puasnya

Menurut artikel Healthline yang berjudul 9 Ways Crying May Benefit Your Health, menangis bermanfaat bagi tubuh dan pikiran. Ada tiga jenis air mata: air mata refleks yang membersihkan mata dari kotoran seperti asap dan debu; air mata terus-menerus yang melumasi dan melindungi mata dari infeksi; dan air mata emosional yang mengandung hormon stres dan racun. Para peneliti percaya bahwa air mata emosional membantu mengeluarkan racun dari tubuh meskipun diperlukan penelitian lebih lanjut.

Namun, menangis setiap hari di hadapan ibu dan kakak saya bukanlah pilihan yang tepat. Jadi, saya mencari tempat sepi seperti taman atau rel kereta untuk meluapkan perasaan. Di rumah, saya harus menahan kesedihan agar tidak mengganggu suasana hati mereka. Mereka sudah cukup terbebani dengan masalah sehari-hari dan saya tidak ingin menambah beban mereka.

Pernah suatu hari setelah pulang dari kampus, tubuh saya sangat lelah dan hati saya begitu kelu. Saya ingin menangis dan berteriak, tapi di rumah tidak bisa. Akhirnya, sebelum sampai rumah, saya mampir terlebih dahulu ke rel kereta. Pada pukul 01.00 WIB, saya berbaring di bantalan rel. Saya sudah ikhlas dengan apa pun yang terjadi, hidup atau mati. Saya bengong dan menangis hingga pukul 02.00 WIB. Namun, Tuhan masih baik kepada saya. Tidak ada kereta yang melintas, padahal biasanya suaru gemuruh kereta barang sering terdengar di waktu-waktu sekitar itu.

Seandainya saya punya kamar pribadi, saya bisa menangis sepuasnya tanpa mengganggu ibu dan kakak saya. Di ruang itu, saya bisa meluapkan semua emosi saya, melepaskan beban perasaan tanpa harus khawatir memengaruhi suasana hati ibu dan kakak saya. Kamar pribadi sangat penting, terutama dalam situasi hidup yang penuh tekanan. Dengan kamar pribadi, saya bisa benar-benar menyendiri, meresapi, dan mengatasi emosi saya tanpa rasa takut.

Menghindari Konflik

Memiliki kamar sendiri sangatlah penting saat terjadi konflik di rumah. Setiap anggota keluarga bisa masuk ke kamar masing-masing untuk menenangkan diri. Hal ini bisa membantu mengurangi ketegangan dan membiarkan setiap orang memproses perasaannya dengan lebih baik.

Namun, di rumah saya yang hanya sepetak, tidak ada tempat untuk menenangkan diri saat terjadi konflik. Saya tidak punya ruang pribadi untuk menyendiri. Akhirnya, saya harus mencari tempat sepi di luar rumah. Lagi-lagi, saya harus ke taman atau rel kereta untuk merenung, menangis, dan meredam emosi. Karena itu, saya sering menghindari konflik dengan mengalah demi menjaga suasana rumah tetap tenang.

Menghindari konflik terus-menerus tanpa bisa mengekspresikan emosi dengan sehat membuat saya merasa stres dan frustasi. Memiliki kamar pribadi bukan hanya memberi saya ruang untuk meredakan emosi saat konflik, tetapi juga mendukung kesehatan mental saya dan memungkinkan saya mengekspresikan diri dengan lebih bebas dan terbuka.

Konsentrasi Terganggu

Memiliki kamar pribadi jadi sangat penting ketika saya harus mengerjakan tugas kuliah. Kondisi rumah yang tidak kondusif sering mengganggu konsentrasi saya. Saya harus menghadapi berbagai gangguan setiap kali mengerjakannya. Terkadang, hanya malam hari saat semuanya tenang barulah saya bisa sepenuhnya fokus meskipun saya harus mengerjakan tugas kuliah di dekat pintu masuk.

Sering kali, saya pergi ke kafe untuk mengerjakan tugas kuliah. Namun, saat keuangan sedang tidak mencukupi, saya terpaksa mengerjakannya di rumah. Hal ini, membuat saya tidak dapat menyelesaikan tugas dengan maksimal—hanya semata-mata selesai. Seandainya saya memiliki kamar pribadi, saya bisa fokus mengerjakan tugas kuliah tanpa harus mencari tempat lain. Saya yakin jika konsentrasi saya tidak terganggu, hasil kerja saya akan lebih baik, tidak seadanya saja.

Selain itu, memiliki kamar pribadi juga penting untuk mengembangkan hobi saya. Contohnya, saat saya menulis, saya dapat berlatih tanpa terganggu oleh suara ibu atau kakak saya. Kamar pribadi memberikan ruang bagi saya untuk fokus mengembangkan ide-ide kreatif tanpa gangguan.

Baca juga:

Oleh karena itu, kamar pribadi bukan sekadar masalah kenyamanan fisik, tetapi juga penting untuk mendukung kenyamanan emosional. Dengan memiliki kamar pribadi, saya bisa mempunyai privasi, tumbuh berkembang, dan menjalani hidup dengan lebih tenang. Saya yakin bahwa memiliki privasi itu penting untuk kebahagiaan dan kualitas hidup saya.

Apakah kalian juga merasakan hal yang sama?

 

Editor: Emma Amelia

Muhammad Ridwan Tri Wibowo
Muhammad Ridwan Tri Wibowo Aktif di komunitas Bengkel Sastra UNJ, tapi lebih suka menulis esai ala-ala curhat, daripada menulis sastra.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Dapatkan tulisan-tulisan menarik setiap saat dengan berlangganan melalalui email