Kesepian Kolektif di Kursi Minimarket

Hoshi Thoriq

2 min read

Bagaikan tempat yang mampu menghadirkan ketenangan, kursi minimarket hadir sebagai jawaban bagi individu-individu yang sedang menghadapi ketidakpastian hidup. Dengan bermodal kopi botol dan rokok, mereka duduk di kursi minimarket selepas pulang kerja, merenung sembari melihat lalu lalang kendaraan dan dunia yang sedang sibuk-sibuknya. Lantas, fenomena apa yang akhirnya membuat kursi minimarket menjadi pelarian banyak individu yang ingin mengambil jeda dari carut-marut kehidupan? 

Kursi Minimarket dan Pekerja

Biasanya, yang melakukan aktivitas merenung di kursi minimarket adalah para pekerja. Mereka yang bekerja dari pagi hingga petang, yang berusaha untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dan tentunya keluarga. Ketika memutuskan untuk pergi ke minimarket, mungkin mereka sedang merasa tak berdaya, lalu lantas membeli kopi botol dan rokok, duduk di kursi besi terdekat, menyeruput kopi dan menghisap rokok, sembari melihat dunia bekerja.

Saat ini kita hidup pada zaman ketika dunia penuh dinamika. Dinamika yang membuat kita merenung akan segala sesuatu tentang kehidupan kita. Mulai dari pekerjaan, hubungan, dan segala sesuatu yang membuat kita seakan-akan meragukan kehidupan di masa yang akan datang. Makan apa besok? Apa yang bisa dilakukan besok? Sampai kapan kita bisa bertahan dalam kondisi saat ini? Dan hal-hal lainnya yang memenuhi kepala. Tentu saja hal tersebut berkaitan dengan kondisi ekonomi dan sosial masyarakat modern saat ini.

Hal tersebut dijelaskan secara rinci oleh Zygmunt Bauman dalam karyanya yang berjudul The Liquid Modernity (2000). Dalam konteks masyarakat modern saat ini, seorang individu dihadapkan dengan ketidakpastian yang terus menerus dalam kehidupan sehari-hari. Bauman menggambarkan bagaimana saat ini dunia sedang berada dalam sebuah liquid modernity atau modernitas cair, yang dipenuhi oleh ketidakpastian, perubahan yang cepat, dan kerapuhan sebuah struktur sosial.

Baca juga:

Dalam liquid modernity, ketidakpastian hadir karena sebuah tujuan yang tidak pasti. Dalam kata lain, seorang manusia modern bukan hanya tidak tahu bagaimana mencapai sesuatu, tetapi juga tidak tahu apa yang harus mereka capai yang menyebabkan kecemasan tak berujung. Dan tentunya terjadilah kompetisi, pertempuran dominasi pada setiap individu untuk dapat keluar dari jurang ketidakpastian yang padahal pada akhirnya menambah ketidakpastian itu sendiri.

Kursi Minimarket sebagai Ruang Kolektif

Kursi minimarket menjadi sebuah bentuk ruang kolektif di kehidupan masyarakat modern saat ini. Ruang kolektif merupakan ruang yang sering muncul secara spontan di tengah perkotaan dan dimanfaatkan untuk melakukan aktivitas tertentu. Pantelidou (2011) menjelaskan dalam artikelnya bahwa permasalahan eksistensial dan sosial yang terjadi pada masyarakat modern saat ini menjadi latar belakang kenapa ruang kolektif itu ada. Ditambah ruang-ruang tersebut terlepas dari kepemilikian formal.

Di kursi minimarket, seseorang seakan-akan menemukan sebuah ruang untuk merenungkan dinamika kehidupannya. Sebuah pencarian jawaban atas ketidakpastian dan keragu-raguannya akan hari-hari ke depan. Minimarket menjual berbagai macam kebutuhan dengan rentang harga yang beragam, ditambah di sana terdapat kursi-kursi yang dapat diduduki secara bebas tanpa batasan apa pun. 

Kursi minimarket mendatangkan pengalaman menarik dan cukup mendalam. Ramai riuhnya kehidupan, lalu lalang kendaraan dan sibuknya dunia tidak dapat menggangu perasaan penuh ketidakpastian dan kecemasan seseorang saat itu. Padahal mungkin saja saat itu ia tidak sendiri, terdapat individu-individu lain dalam ruang tersebut yang mungkin saja merasakan hal yang sama. Ini bukan soal jumlah individu yang ada di sekitar kita, melainkan ramainya pergumulan di kepala yang membuat kita terasingkan dari lingkungan sekitar. Sebuah kesepian kolektif. Sebuah perasaan sepi, di ruang ramai.

Kesepian Kolektif

Kesepian kolektif merupakan fenomena yang tumbuh besar di era modern ini. Kesepian tidak hanya dirasakan oleh individu secara terpisah, melainkan sudah menjadi karakteristik struktural dari suatu masyarakat secara keseluruhan.

Franklin (2012) dalam artikelnya yang berjudul A lonely society? Loneliness and liquid modernity, menjelaskan bahwa kesepian saat ini hadir sebagai suatu fitur struktural yang tertanam dalam norma, budaya, dan ekspektasi manusia. Masyarakat modern, dalam liquid modernity, punya penekanan pada kebebasan individu dan fleksibilitas. Akan tetapi, ironisnya adalah kebebasan dan fleksibilitas tersebut berakibat pada hilangnya stabilitas hubungan sosial yang menyebabkan perasaan kesepian yang lebih luas di masyarakat.

Baca juga:

Meningkatnya individualisme dan fleksibilitas dalam sebuah hubungan membuat ikatan sosial yang ada menjadi lemah dan kurang stabil. Hal tersebut membuat seseorang akan merasa terisolasi terhadap sekitarnya karena tidak ada hubungan dan ikatan yang benar-benar berarti. Perkembangan teknologi dan digitalisasi juga menjadi alasan di balik terjadinya kesepian kolektif ini.

Teknologi dan digitalisasi, khususnya media sosial, kerap menciptakan ilusi akan ikatan dan hubungan tertentu secara sosial. Akan tetapi nyatanya hubungan yang terjalin cenderung dangkal dan kurang memiliki ikatan emosional. Akhirnya yang dihasilkan adalah individualisme dan isolasi.

Kesepian kolektif di kursi minimarket mencerminkan bagaimana liquid modernity telah mengubah pola hubungan sosial di masyarakat, di mana kesepian dalam masyarakat modern tidak selalu berasal dari isolasi fisik, tetapi lebih kepada hubungan sosial yang semakin dangkal karena banyak hal.

Kursi minimarket bisa menjadi metafora dari kehidupan modern: tempat sementara di mana orang mencari kehadiran sosial tanpa komitmen, dan di mana kesepian menjadi sesuatu yang normal tetapi tetap dirasakan secara mendalam.

 

 

Editor: Prihandini N

Hoshi Thoriq

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Dapatkan tulisan-tulisan menarik setiap saat dengan berlangganan melalalui email