I am librarian, with passion to be a great leader in my institute.

Cinta dalam Perdebatan Abadi

Bennet Andria

2 min read

Bagaimana jadinya jika rasionalitas dan spiritualitas bertempur?

Pertanyaan itu mewarnai novel The Castle in the Pyreness karya Joestin Gaarder, penulis yang dikenal melalui karya fenomenalnya Sophie’s World (Dunia Sophie).

Dalam The Castle in the Pyreness, dua mantan kekasih, Solrun dan Steinn, baru saja dipertemukan oleh takdir setelah keduanya dipisahkan selama 30 tahun. Perpisahan yang terjadi karena dua hal. Pertama, karena mereka benar-benar telah berpisah sebagai kekasih. Kedua, mereka dipisahkan secara, pemikiran, keyakinan waktu dan tempat yang jauh.

Anehnya, perjumpaan ini diyakini Solrun seperti konspirasi alam semesta. Namun, bagi Steinn, perjumpaannya dengan Solrun hanyalah masalah peluang, bukan supernatural.

“Aku pernah menghitung bahwa kemungkinan mendapatkan angka enam dari dua belas kali lemparan dadu, secara berturut-turut, adalah kurang dari satu banding dua miliar.”

“Sungguh kebetulan yang luar biasa bisa bertemu denganmu di sana. Itu sangat mengejutkan. Aku tak segan-segan menyebutnya keberuntungan. Namun, “supernatural” sih tidak.” 

Joestin membuat Solrun dan Steinn berkirim pesan elektronik dengan sangat intens dan semua ceritanya memang berpusat pada pertukaran email. Meski begitu, Joestin menghadirkan plot yang berhasil membuat pembaca ikut merasakan segenap perasaan manusiawi tokoh yang bahagia atas pertemuan tak terduga atau pun perasaan duka, mengetahui Stein menangis dengan tubuh basah kuyup merindukan Solrun setelah mereka berpisah.

Obrolan daring ini bisa sangat membosankan tanpa kehadiran pemikiran-pemikiran ilmiah Steinn yang memikat dan Solrun dengan teori supernaturalnya sebagai penganut Kristen yang taat.

Wanita Whortleberry

Joestin tidak banyak membuat karakter di bukunya. Lebih tepatnya di buku ini, Joestin seperti sedang mengumpulkan kumpulan email Solrun dan Steinn. Namun, selalu ada satu karakter pemicu yang begitu kuat yang dihadirkan sebagai kunci dari cerita. Solrun dan Steinn menamainya Wanita Whortleberry.

Di masa pacaran, Solrun dan Steinn pernah melakukan liburan bersama ke Sundvollen. Mereka menaiki Volkswagen merah dan membawa peralatan ski di atasnya. Saat itu, sudah larut malam dan janggal, keduanya melihat seorang perempuan berjalan sendirian di Hemsedalsfjellet. Dia mengenakan pakaian abu-abu dan di bahunya melingkar syal merah muda yang mencolok seperti bunga foxgloves.

Steinn tanpa sengaja menabraknya, tetapi yang terjadi, wanita itu menghilang tanpa jejak, hanya meninggalkan syal pink yang tergeletak di aspal dan bercak merah di depan mobil mereka. Kejadian ini jelas mengguncang keduanya dengan sangat hebat, kalau tidak, Joestin tidak akan membuat hubungan mereka menjadi taruhan.

Sepasang kekasih yang mulanya sangat sepemahaman dan sependirian, mendadak dibuat berbeda untuk pertama kalinya. Setelah membuat mereka tubruk lari, Joestin mempertemukan mereka kembali dengan wanita yang ditubruknya itu di Bukit Mundalsdal. Wanita Worthleberry yang keduanya pikir sudah mati, tiba-tiba saja hadir dengan misterius di antara pepohon birch. Dia tersenyum dan menyampaikan pesan yang ditangkap sangat berbeda oleh Solrun dan Steinn.

“Kau adalah aku yang dulu, dan aku adalah dirimu suatu hari nanti.” Tetapi kau bersikeras dia mengatakan yang berbeda. Sungguh aneh, kan setelah kita berkali-kali sepakat bahwa apa yang kita lihat sama? Kau bersiteguh bahwa wanita itu melihatmu dan berkata “Kau seharusnya kena tilang, Nak.” 

Pembaca bisa menangkap pesan tersirat yang sedang Joestin lakukan pada Steinn yang rasional dan tidak  mempercayai kekuatan supernatural mengalami sedikit sentuhan ‘penghinaan atas’ ilmu pengetahuan diyakininya selama ini.

Sedangkan Solrun semakin yakin, kemunculan Wanita Worthleberry adalah sumbangsih kekuatan supernatural. Dari perbedaan inilah kekacauan paripurna itu terjadi dan email-email mereka akan terus memberitahu pembaca bagaimana keduanya menjadi sangat berbeda.

Tidak ada petunjuk banyak, kenapa Joestin memilih memberikan judul bukunya  “The Castle in the Pyreness” dan bukan “Si Wanita Wortleberry” yang lebih sering disebut di buku ini, dari sekadar poster yang mereka tempel di kamar hotel, tempat mereka menghabiskan liburan dengan perasaan takut ditangkap polisi. Apa karena Joestin sangat meyukai karya-karya Magritte atau sebenarnya Joestin sedang memberikan bukti, jika Solrun dan Steinn pernah benar-benar sepemikiran soal lukisan Rene Margritte, sehingga mereka mau repot-repot memasangnya di kamar hotel. Tetapi kenapa harus lukisan Rene Magritte?

Cinta Menjadi Penyelamat?

Maaf, sayangnya, tidak. Joestin memang membuat keduanya saling terhubung lewat email, namun kenyataanya cinta yang mereka miliki tidak bisa menyelamatkan mereka dari perbedaan kenyakinan. Steinn yang cintanya selalu digambarkan mengebu-gebu oleh Joestin, gagal menerima keyakinan baru, Solrun sebagai seorang Kristiani setelah dia membaca buku The Book Of Spirit.

Berkeyakinan adalah hal yang paling tidak masuk akal bagi Steinn, terutama jika harus menggantungkan pada hal-hal yang tak terlihat seperti supernatural. Akhirnya perpisahan, menjadi pilihan untuk saling melindungi dan menolong diri masing-masing. Solrun meninggalkan Steinn ke Bergein dan dia tidak mau ditemukan lagi sampai ‘takdir’ melakukan untuk keduanya. Mereka saling mencintai, tetapi juga sangat menyadari cinta belum cukup, untuk membangun sebuah hubungan manusiawi tanpa toleransi.

Bennet Andria
Bennet Andria I am librarian, with passion to be a great leader in my institute.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Dapatkan tulisan-tulisan menarik setiap saat dengan berlangganan melalalui email