Rencana pertambangan batu andesit di desa Wadas adalah contoh terbaru dari sikap yang serampangan dan ugal-ugalan dalam kebijakan publik dan pengelolaan sumber daya alam.
Pemerintah seperti tidak mempunyai panduan moral dan juga seperti kehilangan akal dalam mengelola alam sebagai satu entitas dengan kehidupan manusia yang tak selayaknya dirusak. Belum lagi kalau kita mencermati masalah konflik agraria yang sering terjadi dalam alih fungsi lahan pertanian dan perkebunan menjadi perkebunan sawit, pembangunan pabrik dan pertambangan.
Baca Editorial: Robbing People in Broad Daylight
Daerah dengan potensi kekayaan sumber daya alam seperti pegunungan Kendeng, Wadas, wilayah pesisir Batang dan Molo di NTT diperlakukan hanya sebagai komoditas untuk melayani kemauan pasar tanpa mempertimbangkan manusia-manusia yang hidup di dalamnya. Daerah-daerah ini merupakan sekelumit contoh dari wajah kerusakan lingkungan di Indonesia.
Selain pemerintah, korporasi memiliki peran besar dalam menguras alam menjadi kepingan pundi-pundi keuntungan ekonomis. Pembangunan berorientasi profit menguntungkan para pemilik modal yang secara nyata akan sangat memberi dampak pada kondisi lingkungan hari ini dan masa mendatang.
Negara dan korporasi telah menjalin hubungan mesra. Negara memberikan pemilik modal keleluasaan untuk bertindak merusak lingkungan melalui kemudahan pemberian izin investasi yang membuka gerbang-gerbang kehancuran lingkungan. Para elite politik berburu rente pembangunan dan bersikap manipulatif sambil berdalih peningkatan taraf hidup bersama.
Baca juga: Terorisme Negara di Desa Wadas
Emil Salim dalam bukunya Pembangunan Berwawasan Lingkungan mengatakan bahwa kegiatan pembangunan adalah mengolah sumber alam dan lingkungan. Paradigma pembangunan yang tidak berwawasan lingkungan dapat memutuskan rantai berbagai siklus hidup dalam ekosistem sehingga mengganggu keselarasan hubungan manusia dengan lingkungan, dan kemudian menghancurkan keduanya.
Jika pembangunan tidak berorientasi lingkungan, pembangunan yang digagas untuk meningkatkan taraf kehidupan lebih baik malah akan bertolak belakang dengan tujuan mensejahterahkan masyarakat serta membuat mereka semakin tersingkir. Korban utama atas kesalahan penanganan pembangunan dan lingkungan adalah masyarakat yang mendiami wilayah tersebut.
Krisis ekologi ini telah menyebakan kemiskinan struktural yang muncul karena sumber daya alam yang menjadi potensi sumber kehidupan harus dihancurkan begitu saja.
Kesalahan pengelolaan sumber daya alam yang menyebabkan krisis ekologi ini menciptakan perlawanan dalam bentuk gerakan-gerakan sosial dan penolakan terhadap program pembangunan di banyak daerah. Perlawanan ini memberikan suatu nafas baru dalam melestarikan lingkungan. Giddens dalam bukunya Sociology (1993) mengatakan bahwa gerakan sosial merupakan upaya kolektif untuk mengejar suatu kepentingan bersama, atau mencapai tujuan bersama melalui tindakan kolektif (collective action) di luar lingkup lembaga-lembaga yang mapan.
Perlawanan dan penolakan masyarakat ini merupakan peringatan bagi penguasa dan pengusaha bahwa alam tidak bisa begitu saja diperlakukan serampangan karena akan mengakibatkan kerusakan alam yang pada akhirnya juga akan menghancurkan masyarakat sendiri.
Baca juga: Perempuan Penjaga yang Dibisukan
Namun, alih-alih memperbaiki diri, pemerintah malah merepresi masyarakat yang berjuang mempertahankan haknya serta menjaga kelestarian alam. Mereka kerap kali mendapat perlakuan seperti layaknya pencuri yang diperlakukan tidak manusiawi.
Pemerintah bukannya melaksanakan tugasnya melindungi warga negaranya yang hidup di wilayah mereka sendiri dan tidak melanggar hukum apapun serta hanya mempertahankan hak hidup mereka, malah merampas hak-hak dasar para warga negara ini. Padahal sebagai wara negara, mereka dijamin oleh Undang-Undang Dasar untuk berhak hidup yang layak, mendapatkan jaminan keselamatan dan kesejahteraan dalam hidupnya.
Serangan dan pengambilalihan Wadas menjadi contoh paling nyata perlakuan tidak manusiawi negara terhadap masyarakat.
Jika kebijakan pembangunan dan lingkungan yang hanya mementingkan sisi ekonomi, pengusaha serta segelintir elite politik tanpa memperhatikan lingkungan dan nasib masyarakat maka perlawanan masyarakat akan semakin kuat dan meluas. Kita akan lebih sering lagi melihat kejadian perlawanan seperti yang terjadi di desa Wadas. Makin banyaknya kejadian seperti akan melemahkan sovereignty negara dan menghilangkan kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah yang ujung-ujungnya akan mengakibatkan kerusuhan sosial yang luas yang mengganggu keseluruhan tatanan hidup bernegara di Indonesia.
Alangkah lebih bijaknya adanya situasi tindakan pencegahan oleh pemangku kebijakan publik yaitu pemerintah dalam mengatasi masalah lingkungan dan memberlakukan setiap izin pembangunan berwawasan terhadap lingkungan tanpa menggerus kehancuran sosial dan ekonomi masyarakat sekitar.
Krisis ekologi adalah masalah serius dan sumber daya alam tak bisa lagi dipandang sekadar sebagai komoditas yang harus ditundukkan dan dieksplorasi secara berlebihan.