Ulang Tahun dan Puisi Lainnya

Aloysius Bram

1 min read

Ulang Tahun – I

duapuluh sekian sekian.
lebih baik segera lepaskan segala ukuran.
sebab sudah tersengal-sengal di tepi lintasan umur
kau menggamit segala hal yang terjadi,
tapi tak kunjung kau mengerti.
dengan segala hal yang terjadi,
but just end up being a junk of memory.

dan usia,
semakin ulang tahun tak lebih relevan
untuk diingat ketimbang jatuh tempo bermacam cicilan
dan pajak tahunan kendaraan
yang dalam beberapa kedipan
bisa menyita penghasilan sebulan.
(“berikanlah kepadamu apa yang menjadi milik kaisar?” bualan!)

Ulang Tahun – II

ulang tahun adalah hari yang mana
kau ‘kan habiskan dengan melamun.
waktu warna-warni berpakaian badut mengejekmu
karena masih terdampar
di Wirobrajan. di sebuah kamar.
kembali ke sana,
setelah sekian bulan Rawabelong
yang never became a place to belong.

kasih sayang yang dulu kau damba
bisa jadi adalah Jakarta
sebagaimana satu dua tenggak intisari
alami angin dini hari
merangsek rimbunnya Taman Suropati.
rasa-rasanya itu jauh lebih baik
ketimbang mendengar doa dan berbagai ucapan
sedekat satu tarikan nafas yang bagai untaian panjang tantangan:
“memang kuat sampai kapan kau bermain-main dengan variasi kegelapan?”
lalu kau kembali tersengal-sengal
di duapuluh sekian.

Ulang Tahun – III

kita adalah sekeping koin pada hari ulang tahun seseorang. kau ingin menjadi kue tart dan tiup lilin. aku memilih jadi sebilah pisau kue yang bikin risau dan kejutan gagal di detik terakhir.

engkau ingin jadi syukur, perayaan dan pengingat atas segala berkat. sementara aku adalah waktu warna-warni berkostum badut yang mengejek ke segala arah.

setelah pesta usai kau adalah daftar panjang hal-hal yang harus dipenuhi usia. menggulung diri terlampau panjang.

sedangkan aku makanan sisa yang tak lagi punya tempat. selain di kantong plastik hitam Apollo yang dibenci pecinta lingkungan.

Ulang Tahun – IV

di hadapannya, kalender baru
pernah jadi lembaran basah
yang kuyup akan harapan.

kalender baru pernah menghamparkan
riang bukan kepalang
ketika didapati hari lahirnya
berulang pada sebuah malam minggu.

dahulu setiap ganti kalender baru
ia mana tahu
jika hari yang selalu ditunggu
adalah tergelincirnya sebuah roman
dari lembar halaman nasib.

kebelet penasaran
tentang bagaimana rasanya
lubang rahim yang dipenuhi mani karam:
cikal bakal sekian tahun kesunyian.

kini nasib yang tergelincir itu
menemukan halaman baru.
setiap pertanyaan tentang:
“dari mana datangnya ulang tahun?”
selalu berbalas jawab
“dari kegemaran kita merayakan kecelakaan yang beruntun.”

*****
Editor: Moch Aldy MA

Aloysius Bram

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Dapatkan tulisan-tulisan menarik setiap saat dengan berlangganan melalalui email