Serupa Tuhan
Eden, tahun ini ataukah
tahun-tahun lain yang tiada?
Di hutan, Ia menutup mata
mencoba mengingat Tuhan;
Ada hari di mana semua mengingat
Desus Adam yang gugup
Sayup Hawa yang kudus
Hilang, tak diketahui
Timbul dari tanah
Tenggelam dalam darah
Dusta menyebar-memenuhi
Teologi dan otoritas bersekutu
Serupai Tuhan yang menggerutu.
(Yogyakarta, 2018)
–
Ia
Ia ada dalam angka
Ia hanya membicarakan
Pundi-materi tertinggi;
Sembari memoles pelanggannya
Ia cerita tentang seorang bangsat
yang tak bertanggung jawab
dan sebuah apel busuk
sebab dari setiap akibat
…
Tuhan, semau itu kah Ia?
(Yogyakarta, 2019)
–
Jarak
Kekasihku yang bermata gelap
Segenap waktu kini menjadi saat ini
Berdekatan tapi tetap tak terjangkau.
Penantian tanpa akhir
tiba-tiba menerima bagian
yang getir dan membosankan
Tak ada yang diinginkan selain
pergi-kehilangan saat ini;
Tak ada pelabuhan yang aman
dalam setiap diri
Tak heran jika berbagai bentuk pelarian kemudian menjadi menjadi katastrofi.
(Yogyakarta, 2019)
–
Tetanya Hawa
Sejak Hawa jadi bunda
Di suatu losmen sudut kota
Perempuan itu menunggu pacarnya
Doa yang membeku, memekat,
menghamil dendam.
Kutukan masih menggumpal,
tersangkut, tetap ditelan.
Ia bertanya kepada hatinya:
“Apakah luka bisa laku?”
“Berapakah harga kemesraan
sepanjang usia?”
“Bagaimanakah cara menjadi perempuan dalam karya sastra?”
(Yogyakarta, 2018)
–
Beauna
Imaji ini menyajikan tujuan baik
Meskipun terletak pada sisi jurang yang menganga
Di dalam
Sepenggal realitas telah dikaburkan
Di luar
Dunia melihat dirinya dengan satu perenungan
Dunia memperlakukannya sebagai
sebuah lubang dikelilingi daging;
Beauna
Apakah manusia dicipta
semanusia mungkin untuk
menghapus kepersetanan?
(Bekasi, 2020)
*****
Editor: Moch Aldy MA