Tahun dan Anak-anak dan Puisi Lainnya

Moh. Ainu Rizqi

2 min read

Barangkali Ruang Kelas Ini Hampa

Barangkali ruang kelas ini kehampaan
yang menyimpan puspawarna kata
dan segala makna yang lenyap
koyak dikudeta oleh aroma
kaos kaki mereka
—yang berbulan-bulan tak pernah
bercengkerama dengan deterjen

Dalam isi kepala mereka
kekosongan, keterlemparan,
penderitaan, kekecewaan,
kesedihan
& lain-lain
& kehampaan
tak pernah saling sapa
tak pernah saling eja

Barangkali ruang kelas ini memang hampa
Ada yang tak mampu diseret bahasa
Ada kegelapan dan sejenis pesimisme
yang berterbangan dari lembar-lembar
buku LKS

yang angkuh, yang sia-sia
yang pongah memenuhi bekal
hari esok, dengan kehampaan
demi kehampaan.

(Kediri, 2024)

Tahun dan Anak-anak

di hari yang menyejarah, ada segerombol kecemasan yang bersitahan dalam telinga waktu
apakah pergantian tahun merupakan sejarah, atau hanya pengulangan
konstan dalam sejarah?
sekuat dan setabah apapun, dirimu hanya sebutir debu;
dirimu hanyalah sejumput yang tak kasat dalam kubangan kosmos; pada sebuah Pale Blue Dot;
yang kecemasannya luluh dijilat takdir
yang ketabahannya retak disapu detak
waktu
yang tak pernah kembali
demikianlah manusia-yang-terlempar
tahun yang berganti
tuhan yang tak berhenti
dan kita
masih terengah mengeja kata
tahan

Barangkali kita perlu belajar pada anak-anak di bangku sekolah dasar.
yang tahan pada segala tahun
dan bayangan Tuhan yang mereka bayangkan;
agung, luhur, dan bersahabat.

(Kediri, 2024)

Berziarah di Bangku Kelas

Bagi sebagian orang, berziarah adalah memintal benang
antara yang-hidup dan yang-mati. kuburan tempat mayat-mayat membisu adalah tanda bagi pengelana waktu.

Tahukah, Nak, bahwa yang perlu kauziarahi tak melulu tempat mayat-mayat membisu-termangu. bangku-bangku kelas yang kaududuki, yang kaucoreti, dan yang kaupeluk mesra saat kantuk menyabet kesadaranmu adalah tempat paling sunyi yang tak pernah kauziarahi.

Betapa banyak mimpi-mimpi yang pernah singgah di bangku itu. ada yang mati muda, ada yang prematur, ada yang panjang umur.

Mimpi-mimpi itu, Nak, ziarahilah sesekali. temui mimpi-mimpi mereka yang pernah bermimpi di bangku itu. kau tak perlu mengenali siapa para pemimpi itu. cukup kaurenung-insafi, bahwa di bangku itu ada setimbun mimpi yang telah terkubur.

Mimpi-mimpi itu mati digenosida negara; yang tak pernah hadir di hari kelahirannya. mimpi-mimpi itu babak-belur digempur keadaan yang tak pernah berkawan. mimpi-mimpi itu musnah ditelan manusia yang serakah.

Berziarahlah, Nak! bangku-bangku itu kuburan yang sunyi
tempat paling kelam dari mimpi-mimpi yang padam
di sudut waktu.

(Kediri, 2024)

Sekolah Tak Pernah Mengajarkan Kekalahan

Dengan rendah hati, mari kita akui kekalahan kita hari ini. Mari kita teriakkan dengan lantang, bahwa kita bukan apa-apa dan bukan siapa-siapa. Penuhi kekosongan-kekosongan kita dengan kekosongan yang penuh.

Suarakan kesunyian-kesunyian kita dengan jeritan paling hening. Sebab ketika kita (mungkin) bangun nanti, kita yang telah kalah pada hari ini akan kembali lagi mereguk kekalahan-kekalahan selanjutnya hingga kekalahan itu terkalahkan oleh Kekalahan Purba.

Sebelum tidur, sebiji kehati-hatian dan sebatang keteledoran mari kita gantung di tiang-tiang bendera yang usang. Agar esok hari kita bangun, kehati-hatian serta keteledoran itu bisa berkibar lagi dengan pongah dan getir.

Jangan berharap mimpi indah, jangan berharap memimpikan apa yang kita impikan. Sebab dengan mimpi indah, kita akan lebih menyukai hidup dalam kepalsuan-kepalsuan, sedangkan kenyataan-kenyataan terus menerus kita bungkus dengan penyangkalan.

Jika suatu waktu kita mimpi buruk, beruntunglah. Keburukan itu hanya di mimpi, di kenyataan kita tak pernah mengenal dengan baik apa itu keburukan. Begitu pun, kita tak pernah dengan buruk mengenal apa itu kebaikan.

Sebab sejak di bangku sekolah kita tak pernah benar-benar diajarkan untuk menjadi kalah.

(Kediri, 2024)

Percakapan Kecil Tentang Negara

dalam serbuan kantuk di jam terakhir pelajaran, seorang siswa bertanya,
“Pak Guru, negara itu apa?”

“Negara adalah apa-apa yang mewajibkanmu menghafal apa-apa. Negara adalah siapa-siapa yang menuntutmu tunduk pada siapa-siapa.”

“Jadi, apakah negara baik untuk kita, Pak Guru?”

“Segala yang baik memiliki keburukannya masing-masing. Tapi siapa yang mampu meninjau kebaikan negara?”

“Hanya mimpi-mimpi kalian di malam hari yang mampu menunjukkan kebaikannya, Anak-anak.”

seluruh siswa di dalam kelas tak jadi mengantuk,
sebagian kepala terangguk
pertanda negara dalam imaji mereka
membikin mual dan suntuk.

(Kediri, 2024)

Pesan Seorang Penulis Paruh Waktu yang Menyamar sebagai Guru Honorer di Sebuah Kelas yang Menyimpan Kisah Kelam dan Tercecer dari Simpul Sejarah pada Seorang Murid yang Bercita-cita Menjadi Pemberontak, tetapi Selalu Kalah oleh Harapan Ayahnya yang Menginginkan Anaknya Menjadi PNS

Apapun yang terjadi kelak,
jangan sekali-kali kau
sakiti ibumu, bukumu
bumimu
: ibumu.

(Kediri, 2024)

*****

Editor: Moch Aldy MA

Moh. Ainu Rizqi

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Dapatkan tulisan-tulisan menarik setiap saat dengan berlangganan melalalui email