Senjakala Akademika
mohon bantu aku membaca
cara kerja universitas
dalam beternak sarjana
termasuk bagaimana negeri kami
begitu obsesif dan sakau
untuk mendomplang pengakuan-pengakuan
: kepalsuan yang dicanggih-canggihkan
membuat tokoh di pojok sana teriak,
“universitas kini adalah sunset industry!”
pas dengan selera generasi senja dan kopi (paste)
—yang menjadi pelumas dan legitimasi
dalam pemborosan riset yang salah kiblat
di tengah kapitalisme publikasi yang tak seenak lemper
satu lagi ceriwis beringsut masuk,
“Indonesia butuh banyak menara air, bukan menara gading!”
sehembus aforisme untuk mendistribusikan mata air pengetahuan seluas mungkin
bukan membangun menara gading dengan kolam pribadi
membangun mata air sendiri
untuk dipakai renang sendiri
sambil tetap merasa bangga dan seolah telah berjasa membangun peradaban
pedahal cuma kolam kobokan
kata sobat di rahim kepalaku
kampus sekarang tak ubahnya seperti lilin
: dahulu jadi sumber penerangan utama
begitu ada invensi lain yang lebih efektif dan efisien bernama lampu
ia lekas ditinggalkan
meski tidak musnah
dan lilin tetap ada
setidaknya ia akan beralih fungsi sebagai sinar pengganti
atau bumbu pencitraan
buat kaum bujangan yang sedang berkencan
(Umbulharjo, 12 September 2022)
–
Sisa-sisa
aku ingin belajar mengeja pagi
namun mataku lepuh
sejak subuh
mungkin karena suntuk menyalin
sisa-sisa impian yang berserak
di kampung halaman
barangkali tubuh, hidung, dan pipi
bisa menggantikannya
: membaca hangat mentari baru
di saat mata dan cuaca batin
mendung-dibasahi
keraguan
(Yogya, September 2022)
–
Rasa Kosong
: untuk Ibu
sesepi apakah harimu kini, Ibu?
anakmu benci pada dirinya sendiri
sampai menjauhimu dan enggan
memberi kabar
sebuah kebodohan yang sayangnya terlalu berharga
untuk kulepas
kuingin menjerit lewat kebisuan angin
menyapu sepi malam gerimis
di kegelapan kosan
bersama rasa sendiri
yang tiba-tiba membekap
hanya suara token listrik sekarat dan ingatan padamu
yang membersamaiku
dengan bantal di depan rak buku, map ijazah, kardus bekas, dan mik podcast usang tak terpakai sejak sebulan ini
akan seperti apakah sisa jatah usiaku nanti, Ibu?
kehidupan yang bagaimanakah yang menghadang di ujung sana?
kebosanan berhasil mengikisku
ketakbergairahan dan alunan bimbang
khusyuk membaluri sekujur isi kepala
sementara gaji, kerja, dan teman
sudah tak ada lagi
sekosong apakah harimu kini, Ibu?
anakmu dipaku rantau
mencicil lamunan yang tak kalah kosongnya
dengan sorot mripat-mu
(Muja Muju, Oktober 2022)
–
Sajak di Musim Gugur
dingin, suhu minus
sore yang bengkok
sepasang kekasih beradu bibir di stasiun kota
sedang mulutku cuma memainkan asap napas—seperti jomblo melas di Bromo
sepanjang rute Janskerkhof – Domtoren
buku-buku berjatuhan
gedung-gedung menguap bersama bau ganja
esok masih dingin, suhu minus
dan aku diisap pintu perpustakaan
yang di dalamnya ada hutan indoor
tempat aku membaca dedaun musim gugur
sedang diseka waktu
mirip petapa sembahyang
dengan aneka jenis kebisuan
esok masih dingin, suhu plus
bendera merah putih biru, angin lembab,
pun suara camar di geladak kapal tua Vreeswijk
ikut menyimpan lalu-lalang perasaan dan beban sejarah
membuat pepohon di sini gemetar
reranting menggigil
dedaun luruh ke bumi seperti hujan di kampung halaman
aku jadi kangen rumah
kangen misuh bersama arek-arek
atau konsorsium laga gapleh di Cibiru
dan dramaturgi angkringan di Janturan
meski, terkadang, Bandung dan Jogja adalah hadeuh
dari kejauhan sini
gugur hatiku masih jatuh padanya
(Utrecht-Nieuwegen, November 2022)
–
Sebelum Bahasa
sebelum manusia bermain bunyi
menemukan huruf dan bahasa
dengan apa mereka berpuisi?
cukupkah ricik air dan bisik semak belukar mewakilinya
atau tarian angin bersama ranting bambu sanggup menerjemah perasaannya?
tak usah digubris
ini hanyalah pertanyaan filsafat randomisme
dari seorang gabutis sejati
bernama aku
: penyair magang yang malu-malu kalau mendaku aku adalah penyair
biarkanlah, dan sikapilah
seperti pada riak air yang lekas terburai
atau segumpalan ide acak yang mengendarai udara
menghidupi ruang, waktu, dan peristiwa
demi bukan apa-apa
(Yogya, Oktober 2022)
*****
Editor: Moch Aldy MA