Semacam Utopia dan Puisi Lainnya

Gusti Fahriansyah

1 min read

Biar Kudekap Kata

Akan kuhentikan mata ini
Memasang kacauan masa lampau

Kudekap kata demi kata
Yang semula hanya gema maya
Cuaca seisi kepala

Kututup jendela rapat-rapat
Langlang kenangan melekat
Yang jadikan sepiku melesat-lesat

Biar waktu mengikis jemari
Akan kuhentikan kebiasaan ini
Dan mulai bernapas lagi
–sepanjang napas puisi.

(Maret 2022)

00.53 di Taman

Pertanyaan melintas, bergantian
Taman relakan orang-orang lalu lalang
Menjejak dan menginjak pedal waktu

Embun perlahan bersarang
Paparan sebuah pelukan membayang
Terekam dalam masa silam

Taman serupa pembunuh darah dingin
Mengincar beberapa orang:
Kesepian menjejal mata kenangan
Meratap kaki yang menendang bulan-matahari.

(31 Juli 2022)

Kasta Para Pencinta

Layaknya perantau
Rindu bekerja keras dalam sepi
Semula ketika riuh nasib jatuh miskin
Dan aku dituntut mencintaimu
Di kehidupan serba baru.

Pada etalase yang dingin kaku
Tak seorang pun pembeli peduli
Betapa cemas terkemas rapi
Berjajar saban hari.

“Pulanglah ke kampung
Hentikan rindu yang kau tabung”

Panggil seseorang tengah petang
Yang itu adalah engkau membayang
Hanya kesal terkepal
Serta cantikmu yang kuhafal
Tiap sepi memenggal

Sebagaimana layaknya perantau
Aku menjahit nasib parau
Menjadi selimut hangatmu
Yang tak sekedar dibayar dengan rindu.

(03 Februari 2022)

(M)impikan

Setelah berkali-kali kuhadapkan diri
Pada langit yang serupa cermin nasib:
Tak yakin, bahwa diriku ada di sana
Atau hanya bayang yang dipertontonkan

Segera kesunyian menghampar
Menyobek malam, taman, dan jalanan
Pada pukul 00.00
“Dream On” aku tulis begitu saja
Dalam status WhatsApp sebagai doa puncak
Lalu, beberapa orang melihat. Lewat.

Bayangkan, kesakitan ditabuh-tabuh sepi:
Pesan tak terbalas, kerinduan tak tuntas
Serta mimpi membentuk kumpulan kapas
Di langit-langit kamar. Di tiup lagu-lagu.

Saat Joe Perry mainkan pre-chorus
Tulang seperti tersetrum, dan
Steven Tyler meneriaki telinga:
Hiduplah dunia selama usianya
Dengan suara, hingga hampir putus
Urat leher, hingga penonton bersorak-sorai

Dari tahun ke tahun
Bertahun-tahun.

(Sumenep, 2022.)

Semacam Utopia

Bayangkan, di tempatmu
Rembulan memandang jendela
Dengan tatapan purnamanya
Sunyi masuk serupa angin
Yang selalu berhasil menembus tubuh

Di kampung, kata dibajak sedemikian tabah
Tak perlu petak untung menoreh lelah
Dari tetes peluh yang jatuh mengharumi tanah
Demikian pula, aku bayangkan bisa ke kotamu
Pergi dari suara jangkrik dan nyanyian katak.

Aku ingin
Merasakan kehangatan
Bahkan sebelum kita merencanakan pelukan
Lalu kubayangkan kesepian hilang
Dan kau mudah mencariku: di sana
Di apartemen dekat jalan
Yang mengurus laju kesibukan

Bayangkan, seru bukan?

(20 April 2022)

*****

Editor: Moch Aldy MA

Gusti Fahriansyah

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Dapatkan tulisan-tulisan menarik setiap saat dengan berlangganan melalalui email