Mahasiswa Doktoral Ilmu Pendidikan Bahasa, yang berasal dari Gorontalo dan sedang berdomisili sementara di Yogyakarta.

Sebelum Malam Menutup Mulut dan Puisi Lainnya

Salman Alade

2 min read

Ratapan Sang Babi yang Ditulikan

Aku dulu hidup di ladang lumpur,
menyerap suara angin dan bisikan tanah,
tetapi suatu malam, mereka datang,
membawa pisau yang dinginnya seperti perintah.

Mereka tidak hanya mengambil nyawaku,
mereka merampas telingaku,
sebab di dunia ini, mendengar adalah dosa,
dan aku telah mendengar terlalu banyak.

Kini aku diletakkan di meja mereka,
sebagai peringatan, sebagai simbol,
bahwa siapa pun yang mencoba mendengar,
akan kehilangan kepalanya juga.

Dagingku membusuk perlahan,
namun bau ketakutan lebih pekat dari bau kematian.

Dan aku tahu,
aku tidak akan menjadi yang terakhir.

(19 Maret 2025)

Sebelum Malam Menutup Mulut

Ada enam tikus tergeletak,
tanpa kepala, tanpa suara,
Jelas angka ini bukan kebetulan.

Satu untuk yang menulis.
Dua untuk yang membaca.
Tiga untuk yang berbicara.
Empat untuk yang bertanya.
Lima untuk yang mendengar.
Enam untuk siapa pun yang masih bernapas.

Ini bukan sekadar bangkai,
ini adalah hitungan mundur.

Ketika malam tiba,
akan ada kepala lain yang harus memilih:
diam dan hidup, atau bersuara dan terputus.

(21 Maret 2025)

Sunyi di Meja Makan

Di meja panjang tanpa doa,
terhidang kepala babi, tanpa telinga,
tanpa dengung rahasia, tanpa bisikan luka.

Pisau tak hanya memisah daging dari tulang,
tetapi juga suara dari pendengaran,
sebab yang mendengar terlalu banyak,
akan tahu, lalu berkata,
dan akhirnya tak punya kepala.

Lihatlah, enam tikus terbaring sunyi,
tanpa mulut yang bisa mengadu,
tanpa mata yang bisa membaca,
tanpa kepala yang bisa berpikir sendiri.

Mereka telah selesai,
sebelum cerita mereka dimulai.

Tikus-Tikus yang Tak Sempat Bicara

Mereka dulu berlarian di selokan kota,
membawa serpih rahasia yang basah.
Kini, mereka tergolek di atas meja,
tanpa kepala, tanpa ingatan,
tanpa kisah yang sempat terucap.

Seseorang telah menghapus mereka,
dengan tajam yang sunyi,
dengan amarah yang tak ingin didengar.

Dan di sudut ruangan,
sebuah kepala babi menatap kosong,
tanpa telinga yang bisa mendengar,
tanpa daya untuk berbisik—
sebab di negeri ini,
kata-kata bisa menjadi ajal.

Ritual Penghilangan

Mereka membawa sesajen di atas nampan,
sebuah kepala yang telah ditulikan,
dan enam tubuh yang telah dipenggal.

Mereka paham satu hal:
di dunia yang mengunyah kebenaran,
telinga adalah beban,
kepala adalah kutukan.

Lebih baik membiarkan daging membisu,
daripada membiarkan pikiran berisik,
lebih baik membuang telinga ke selokan,
daripada membiarkan mereka mendengar.

Lalu, siapa yang masih berani berkata?
Hanya bayang-bayang yang tak bisa dicengkeram.

Kisah Tikus dan Babi di Meja Kekuasaan

Ada yang pernah memelihara babi,
mengajarinya mendengar bisikan angin,
tetapi seseorang datang dengan pisau,
memotongnya dari dunia,
agar ia tak pernah bisa mendengar lagi.

Ada pula yang merawat tikus-tikus kecil,
membiarkan mereka mencium bau kebenaran,
tetapi seseorang datang dengan pisau,
memisahkan kepala dari badan,
agar mereka tak pernah bisa berkata.

Dan di kota yang penuh meja-meja rapat,
kepala babi itu tetap diam,
tikus-tikus itu tetap mati,
dan orang-orang bertanya—
di mana kata-kata yang kemarin hidup?

Enam Liang, Satu Kepala, dan Seribu Ketakutan

Ada enam liang yang digali cepat,
tak ada doa, tak ada nisan.
Hanya tanah yang menelan rahasia,
dan angin yang menghapus jejak.

Mereka bilang ini hanya tikus,
bukan manusia, bukan kisah yang layak dibaca.
Tetapi bagaimana jika tikus itu adalah suara?
Bagaimana jika kepala mereka adalah lembaran yang belum sempat ditulis?

Dan di sudut yang redup,
sebuah kepala babi dibiarkan membusuk,
tanpa telinga untuk menangkap jeritan,
tanpa mata untuk melihat siapa yang menghilang.

Di negeri ini, kebenaran bukan lagi pertanyaan,
tetapi mayat yang dibiarkan membisu.

(Pada Maret yang Penuh Teror di 2025)

*****

Editor: Moch Aldy MA

Salman Alade
Salman Alade Mahasiswa Doktoral Ilmu Pendidikan Bahasa, yang berasal dari Gorontalo dan sedang berdomisili sementara di Yogyakarta.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Dapatkan tulisan-tulisan menarik setiap saat dengan berlangganan melalalui email