sat-set
meski honor puisiku
tak menjangkau harga skincaremu
tak merintangi segala upayaku
untuk jadi sigaran nyawamu
meski honor puisiku
tak sebanding harga outfitmu
bukanlah sandungan bagiku
untuk order tempat di hatimu
bila kau menolak proposal cintaku, hanya karena honor puisiku
maka akan kutunjukkan struk honor puisiku
kepada kritikus sastra, akademisi sastra,
ketua dewan kesenian, pimpinan redaksi koran,
peneliti seni dan kebudayaan
kepada mereka akan kuminta saran
apakah kepenyairanku mesti dilanjutkan?
tapi buru-buru jiwa kepenyairanku meronta
ia seolah lantang berkata, “digas terus saja!”
–
anxiety disorder
motor baru lunas cicilannya
laptop sudah lima tahun usianya
smartphone dengan spek biasa saja
topi, sepatu, lemari, baju dan celana
headset, speaker, backsound, kacamata
buku, gitar elektrik, kursi dan meja
tanah: tidak ada
sawah: tidak ada
rumah: tidak ada
keberanian menghadapi hidup: ada
–
bergetahlah bersamaku
bergetahlah bersamaku meski dunia yang kita huni
menyuguhi pencemaran dan deforestasi.
dengarlah kasihku, mereka berbisik, “gerah banget nih!”
seraya menyalakan mesin pendingin ruangan.
dengarlah kasihku, merdu gergaji mesin meyaru
musik latar bagi eskalasi suhu panas di planet ini.
dan dadaku diresapi pahit mahoni
ketika pohon-pohon ulin ditebang
ketika pohon-pohon eboni tumbang.
bergetahlah bersamaku meski
kendaraan bermotor lebih banyak diproduksi
ketimbang rindu dan cinta dalam sehari.
bergetahlah bersamaku, bergetahlah bersamaku
kasihku, mari kita menari di riuh kontradiksi.
–
di hadapan kebutuhan
aku hanya lunak daging semangka
terdiam sayu di dalam blender waktu
–
beauty, brain, behavior
ibuku bertanya,
“apakah calon istrimu sudah memenuhi standar beauty, brain, behavior?”
“sudah, bu. malahan menurutku, aku yang belum standar buat dia!” sahutku.
“hah, maksudmu? tanya ibu heran.
“aku kan pengangguran, bu!” jawabku tegas.
*****
Editor: Moch Aldy MA