Bermain-main transdisiplin.

Sabung Intelektual dan Puisi Lainnya

Amos Ursia

1 min read

Sabung Intelektual

dan si dia banyak omong
soal pengetahuan,
soal kiat-kiat manusia
ngeraih kebenaran.

maksud aing kieu nya
maneh téh pengen
ngeraih
absolut
ngeraih
benar
tapi caranya dengan nginjek
kepala orang

maksud aing
emang harga sebuah kepala yang maneh injek téh lebih berharga dari metasaintifikontoteologipascawacana

filsuf imut dari
Probolinggo
pernah bilang,
hal yang
lebih filosofis dari filsafat
adalah persahabatan.

terus kebijaksanaan ontologis macam apa yang membuat kepala-kepala itu maneh injek?

Sabung Intelektual (ii)

jika p adalah q
maka matamu adalah x.

lalu, bagaimana merangkai sebuah x yang adalah matamu, yang hanya jika bilamana x itu adalah matamu yang lain pada akar kuadrat dan akar-akar persamaan dua variabel sama kaki dan sama satu rasa sepenanggungan.

tapi lupakan

x
y
z
p
q

dan

kita
yang
ndas
e
mumet
ditrabas
mambu ego-ego kognitif.

Nggak Enak Badan

kenapa tangisku sore ini menjadi proses produksi pengetahuan yang melibatkan warga yang berakar pada lokalitasnya, bahkan ia berlangsung pada tanggal dan waktu ketika ilmu sosial berubah jadi ilmu yang partisipatoris, nah, ini adalah beberapa contoh momen partisipatif yang akan terjadi, tapi beneran deh fren jangan lupa untuk meletakkan buku itu, ia akan menjadi pusat wisata epistemik di Indonesia, ia berhasil dikumpulkan oleh para santo bernama kaum intelek, akhir kata, semoga Allah memberikan kekuatan pada sebuah rumah yang tidak terlalu substansial dibanding konflik kita dan mereka di Timor Leste yang tidak melibatkan partisipasi politik tadi, yang tak pernah ada di dalam konteks ini, ia adalah beberapa contoh kecil bagaimana kemudian wacana ini akan menjadi bagian dari proses menjadi salah satu cara terkoneksi dengan jaringan peneliti filsafat dan agama hanya sebagai alat untuk mengukur suhu tubuh yang rindu bermain-main dengan baik, ia baik-baik saja dan sehat dengan handbody bengkoang untuk memutihkan wajah dari sejarah manusia yang menangis sepertiku sore tadi, yang selalu update untuk menghapus air mata yang membanjiri dunia ini, meski tangis itu adalah tong kosong nyaring bunyinya, ternyata begini caranya pengendara yang melintas di depan mataku, ia sehat dan bugar dan cantik saat menemui ajalnya, padahal kita bisa melakukan itu semua karena cinta yang dekolonial, ia bisa menjadi salah satu cara untuk tetap hidup

dan para santo bernama intelektual masih tolol untuk mencintai.

Mencapai Asharisitas

filsafat itu nggak sesusah nahan boker; pas lari ke toilet malah kesandung ejakulasi intelektual maneh sendiri, apalagi hasrat ngebacot itu lebih absolut dari kacrut, terus udah gitu maneh gak bisa bangun dari jatuh yang terpasung mitologi soal kebenaran berkedok saintifikasi, padahal yang kaki maneh butuh cuma lari.

Kotak X, 1979
dari dan untuk Jim Supangkat

hidup
hanya soal kekuatan otot kaki
untuk lari,
dari sirine palang merah.

sementara
bulat koin masih meledak dalam kaleng

ledaknya disambut terompet upacara pagi
siap laksanakan, jendralllll!

sementara
salib-Nya masih menganga, diam, cicing ngajedog, membeku, meneng ae, mboh.

dan hidup
hanya soal dikepung jutaan momen kaotis
lalu seni
mengabadikan momen jadi monumen

hidup yang kaotis
—dan seniman jadi yang paling keos.

*****

Editor: Moch Aldy MA

Amos Ursia
Amos Ursia Bermain-main transdisiplin.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Dapatkan tulisan-tulisan menarik setiap saat dengan berlangganan melalalui email