Bersukacitalah dalam Pengharapan
kau selalu menginginkan peluk tanpa tanya
mungkinkah?
mungkinkah, berdekap-dekapan tanpa kenapa
tanpa memejamkan mata
bisakah
peluk tanpa bicara
berdekapan tanpa kepala
tak perlu lagi meminta & berjaga-jaga
kau benci
andai semua keluar dengan sendirinya!
sayup harap melahap kau
melahap hara-mu
hari demi hari
kau payah
selalu lalai merawat satu-satunya niscaya
bayangkan, seseorang yang halus akan datang membelah dadamu
menyucikanmu seperti malaikat kepada rasul
dan harapan tak menjadikanmu kayu yang koyak & rapuh
tak ada rayap di sana, hatimu terus membaru tanpa titik-titik kecewa
sampailah kau kepada napas yang selalu kau minta
yang kau sembunyikan & ragukan
kau tak perlu lagi mencari cara mengeluarkannya sendiri(an)
“semoga tidur yang peluk,” katanya.
(2023)
–
Mukjizat
aku merekatkan ingatan itu bersama dosa
agar kau terus hidup dan aku merasa bersalah:
telah mencuri banyak cahaya
bahwa aku adalah gelap yang bersembunyi
dalam selimut lebat yang akan mengantarmu pada puing-puing neraka
tetapi aku rela menjadi bahan bakar neraka
agar mereka tahu dari kacamata dosa
cinta tetap bisa menyala
bahwa cinta ini adalah
api yang mencium neraka
api abadi yang berani menaklukkan sementara
dalam mimpi: ia yakin
api ini, api yang dingin
yang menyelamatkan Ibrahim.
(2022)
–
Segumpal Darah
sepertinya, kalender, jarum jam,
serta kemacetan
sudah tiada artinya
semua lagu jadi pisau bermata dua
lantai seperti aspal
kepala ini hujan
tiap pintu terbuka membelah
deras semua rasa yang mana harus dihentikan
kepalamu terus memutar mantra pisau Billie Ellish:
what i was made for
what was i made for?
what was i made for?
bom-bom meledak di tubuh hampa
hatimu papa tak ada seseorang yang bisa memapahnya
kau butuh rokok untuk kepala
mengapa telinga mendengar semuanya
dan bibir tak mampu berkata
segumpal darah ini penuh perahu tanya
ia bilang bacalah
tetapi kau terus bertanya
tak bisa membaca dirimu sendiri
apalagi kitab suci
kau terbelah dan terus terisi batu
yang tak satu pun orang melihatnya
(2023)
–
Rantau Tubuh
kau menoleh
tiada siapa-siapa di sini
selain kau yang tersedak
air matamu sendiri
kau dengar suara-suara itu
terus memanggil meraba sisa
tubuhmu mengelupas
menguarkan cahaya-cahaya pulang
cahaya-cahaya rumah
memintamu kembali
bisakah aku pulang
walau tanggal tulang-belulang
keropos mengapur
menulis sisa-sisa celaka
(2023)
_
Namamu (bukan) Firdaus
Pak, kita tak bertemu di Surga
anakmu sudah menjadi puisi
maukah kau membacanya
maukah kau membacaku
Surga yang bersembunyi
berlari dari nyala
membuat setapak kecil
dalam hitam
kami masih rusa itu
terburu oleh warna, daging dan darah
aku bukan Surga yang dibicarakan itu
aku bukan Firdaus
aku tak pernah ada di puisi-puisi
yang pernah kau baca
juga orang-orang suci tulis
Maukah kau membacaku sebelum kakimu menginjak tanah Surga
tanpaku? tanpa paku-paku-mu
aku yakin Ibu akan memaafkanku.
(2023)
*****
Editor: Moch Aldy MA
Saya mau menulis 3000-an puisi, dan 3000-an pantun. Saya sudah posting sekitar 275 puisi, dan 1300 pantun. Silakan berkunjung ke web saya :
https://jelajahalampuisi.blogspot.com
https://ribuanpantun.blogspot.com
Selamat membaca.