Absurditas tentang Seekor Kupu-kupu
o, pagi apakah ketika sebatang kakiku adalah setangkai bunga bagi seekor kupu-kupu? pagi melankoli, pagi tanpa secangkir kopi, atau sekadar pagi tanpa bunga mewangi di pagi melankoli tanpa secangkir kopi—
sejenak aku ingin menebak, kupu-kupu itu, dari manakah datangnya: “barangkali, ia terbang dari dalam pikiranku ketika aku coba membayangkan senyummu—senyum yang begitu mekar mentari, mekar pagi, mekar hari—senyum yang senantiasa terbit dari dalam ufuk hati”
namun, pada akhirnya aku pun menyadari, kupu-kupu itu tak ubahnya gambaran diriku—seorang tanpa mekar senyummu di pagi melankoli pagi tanpa secangkir kopi pagi tanpa bunga mewangi
Pare, 2024
–
Domba Penyeberang
Tuhan adalah sebilah pisau yang dengan diri-Nya sendiri telah dibelah seutas rambut menjadi tujuh bagian, satu bagiannya menjadi jembatan bagimu kelak menyeberangi jurang berwajah tak wajar: meriaskan rupa Jahannam. seutas rambut itu mengingatkanmu pada rambut Ibu; putih yang kausebut-sebut sebagai salju. ia mewarisimu satu domba dengan warna bulu tak jauh berbeda dengan rambutnya
“kurbankanlah domba putih itu, anakku,” pesannya dalam suatu mimpimu di malam menjelang hari raya Kurban dilaksanakan, “agar kelak, kaudapat menungganginya melewati jembatan Shirath untuk menyusul Ibu di sorga!” ketika kauterbangun, sembari gemetaran kau pun menyadari: domba putih itu, ialah satu-satunya warisan yang kaupunya dari Ibu, dan satu-satunya harta yang kaupunya di dunia
Pare, 2024
–
Perjamuan
—teruntuk Nabiyullah Muhammad SAW
sebuah pintu di hati-Mu, dan aku seorang yang sangat ingin memasukinya untuk selamanya. di dalam, Tuhan telah bersiap menjamuku dengan Air Rohani; minuman yang lebih putih daripada susu, lebih manis ketimbang madu, lebih harum dibanding segala parfum yang pernah ada di antara belahan Timur hingga belahan Barat. tapi di hati-Mu, matahari adalah mata yang selalu berusaha mengintip, dan awan-awan pun kemudian sedia bergeser dengan gerakan cukup familier. sementara di kejauhan sana, bintang terang bersanding rembulan benderang yang ingin sekali kupetik enggan menyamarkan diri sebagai khuldi yang seolah bersikeras mematangkan diri di pohon langit: sebab, rupanya ia benar-benar tak ingin siapapun terusir keluar begitu saja tak terkecuali diriku yang telanjur singgah di dalam hati-Mu yang senantiasa menghamparkan keindahan taman-taman sorga
Pare, 2024
–
Sore Itu, di Kafe Jokotingkir
—The Sesec Arpero Reunion, MMXX
sebentang persawahan menyediakan area, panorama, serta nostalgia yang semenjana. langit senja yang meleleh di barat menambahkan citarasa pada wedang secang, lemontea, lecytea, cappuchino, chocolatte, redvelvedlatte, matchalatte, yang kita nikmati sore itu. di hadapan kenangan, kita selamanya remaja tanggung yang senantiasa terngiang dengan segala candatawa serta kegokilan-kegokilan yang masih menggigil abadi di ingatan
maka,
kenang-kenanglah, kawan!
kenang-kenanglah selagi langit senja di barat masih belum akan benar-benar menjadi malam berbintang lalu memberikan sedikit penawar bagi hidup kita yang barangkali kini telah sedikit-sedikit nyeri dilukakan oleh duka,
oleh duka
Pare, 2024
–
Pulang yang Lain
aku rela membiarkan diri sendiri tersesat di kedalaman malam-gelap demi mencari pelita yang berkenan menuntun diriku kembali menuju pulang yang lain
Pare, 2024
*****
Editor: Moch Aldy MA