Menulis musik dan beberapa pernik-pernik budaya populer lainnya

Pornografi: Diblokir atau Diregulasi?

Kukuh Basuki

3 min read

Berdasarkan data National Center for Missing Exploited Children (NCMEC), kasus pornografi anak di Indonesia mencapai 5.566.015 kasus dalam empat tahun terakhir. Dengan demikian, Indonesia menjadi negara keempat tertinggi di dunia dalam kasus pornografi anak.

Masih dari NCMEC, tahun 2012 angka eksploitasi seksual di Indonesia mencapai angka 18.747, lebih tinggi dari Singapura dan Vietnam yang ‘hanya’ 199 dan 108 kasus. Hal ini mungkin menggugah kita untuk bertanya mengapa permasalahan ini begitu peliknya di Indonesia? 

Problem-problem terkait seksualitas di suatu negara tidak pernah mempunyai dimensi tunggal, selalu ada multi faktor yang berkontribusi menyebabkan persoalan itu muncul dan menjadi besar. Hanya saja permasalahan seksualitas di negara kita sering kali hanya dilihat dari perspektif moral dan meminggirkan perspektif lainnya. Dan yang paling parah adalah permasalahan seksualitas selalu dibangun persepsi seolah masyarakat saja yang bermasalah, padahal pemerintah juga mempunyai andil besar dari terjadinya problem seksualitas yang tak kunjung selesai.

Baca juga:

Regulasi dan Edukasi

Banyak orang pasti kaget melihat angka kasus pornografi anak di Indonesia mengalahkan negara-negara yang melegalkan film porno seperti Jepang, Amerika, dan Belanda. Padahal kalau dilihat dari masyarakat kita yang religius, adanya undang-undang pelarangan pornografi, dan juga norma adat istiadat pastilah kita mempunyai “perisai” yang lebih berlapis. Tapi fakta lapangan bunyinya berbeda. Negara-negara sekuler yang dianggap bebas seksnya lebih aman dan melindungi anak dari pornografi. Sebuah paradoks bukan?

Pemerintah kita sepertinya tidak pernah belajar kalau tindakan represi berupa pembatasan, pemblokiran, dan pelarangan itu tidak efektif. Yang diperlukan masyarakat kita terkait pornografi adalah regulasi dan edukasi.

Negara kita tidak mempunyai pembeda yang jelas antara non consensual intimate image (NCII) dan porn. Baik pornografi yang dibuat dan didistribusikan secara sepihak tanpa persetujuan subyek  ataupun pornografi yang mendapatkan persetujuan subyek semuanya dihukumi sama, yaitu ilegal. Hal itu tentunya berbeda dengan yang terjadi di Jepang, Amerika, dan Belanda. Mereka sudah mempunyai regulasi khusus tentang pornografi. Hai itu membuat proses produksi dan distribusi konten pornografi bisa lebih terkontrol, tidak kacau, dan relatif jauh dari jangkauan anak. Begitu juga pemeran dalam pornografi juga diatur sehingga mempekerjakan anak di dalamnya, apapun alasannya, adalah tindakan ilegal dan akan dihukum berat. 

Regulasi yang jelas seperti itu terbukti cukup efektif untuk melindungi anak dari konten-konten pornografi ataupun terhadap tindakan eksploitatif di dalamnya. Hal itu akan sangat berkebalikan dengan Indonesia yang inginnya menutup semua akses terhadap pornografi dengan melarang semua bentuk pornografi. Hasilnya? Bisa kita lihat dari data yang ada. Indonesia masuk dalam daftar 4 besar eksploitasi anak dalam konten pornografi sedunia. Indonesia sangat tidak aman untuk anak dalam hal eksploitasi pornografi.

Pendidikan Seks 

Pendidikan seks masih dianggap menakutkan di negara kita. Banyak yang mengganggap pendidikan seks akan mendorong anak untuk melakukan seks bebas. Kalaupun ada sekolah yang melaksanakan pendidikan seks, hanya memberikan sekenanya saja tanpa ada proses evaluasi atau keberlanjutan. Hal itu membuat informasi yang diterima siswa hanya sepotong-sepotong dan membuat semakin bingung.

Situasi di rumah juga tidak jauh berbeda. Tabunya pembicaraan tentang seks membuat anak tidak mempunyai orang terdekat dalam membicarakan permasalahan tentang seksualitasnya. Walaupun sudah ada beberapa orangtua yang progresif, masih banyak orangtua lainnya yang tidak suka jika anaknya bertanya terlalu kritis tentang seksualitas. 

Pada intinya Indonesia secara umum belum menjalankan pendidikan seks secara komprehensif yang menurut standar World Health Organization (WHO) adalah memberikan generasi muda informasi yang akurat dan sesuai usia tentang seksualitas serta kesehatan seksual dan reproduksi mereka. Pendidikan seks komprehensif ini idealnya diberikan secara konsisten, berkelanjutan dan proporsional disesuaikan dengan tingkatan usia. 

Dalam pendidikan seks yang komprehensif ini juga diharapkan menjadi ruang aman bagi anak untuk bertanya, berdiskusi, dan berkonsultasi tentang permasalahan seksualitas yang dialaminya dalam sepanjang masa tumbuh kembangnya. Di sinilah literasi tentang pornografi bisa diberikan sehingga anak mempunyai kesadaran untuk menghindari tontonan pornografi karena mereka paham dampak negatifnya. Hal itu akan lebih baik dan efektif daripada mengancam, melarang, atau menakut-nakuti anak untuk tidak mengakses pornografi tanpa mereka tahu alasannya apa.

Kurikulum pendidikan seks yang komprehensif juga memberikan pedoman kepada anak-anak bagaimana melawan pelaku pemotretan atau perekaman yang tidak bertanggung jawab. Mereka diajarkan ke mana harus melaporkan sehingga pelaku bisa segera ditindak secara hukum dan konten ilegal itu tidak tersebar. Dengan hal itu kesempatan pelaku untuk membuat konten-konten pornografi anak semakin kecil. Selama ini anak dijadikan sasaran konten pornografi karena mereka dianggap lemah dan tidak tahu harus bagaimana jika mereka menjadi korban atau dipaksa oleh pelaku melakukan tindakan tidak senonoh.

Perspektif Baru

Permasalahan pornografi pada anak merupakan kenyataan pahit yang harus diakui di negara kita. Tanpa perhatian yang serius dari pemerintah maka kejadian-kejadian ini akan terus berulang. Faktanya, dengan strategi yang sudah dilakukan pemerintah yaitu pemblokiran dan pembatasan penggunaan internet, Indonesia masih menjadi negara yang tidak ramah anak terkait rentannya mereka dalam kasus eksploitasi pornografi dan seksual. 

Pemerintah harus benar-benar bekerja untuk menyusun regulasi terkait pornografi dan setelah itu menjalankan produk hukum secara tegas agar pelanggar dari regulasi itu dihukum berat. 

Tingginya angka pornografi pada anak menunjukkan bahwa undang-undang pornografi yang ada sekarang tidak mampu melindungi anak dari bahaya eksploitasi sehingga harus segera dibentuk undang-undang yang baru yang lebih baik. Selanjutnya pemerintah harus mau membuat kurikulum pendidikan seks yang komprehensif dan menjamin untuk benar-benar terlaksana dalam pendidikan formal di sekolah maupun informal di keluarga.

Daripada melakukan blokir-blokir situs internet yang seringkali salah sasaran, pemerintah harus lebih bekerja keras untuk membuat sistem regulasi atau sistem hukum pornografi yang baru dan menjamin hak asasi seluruh anak Indonesia yaitu mendapatkan pendidikan seksual yang komprehensif sebagai pertahanan mereka melawan pelaku eksploitasi pornografi pada anak. (*)

Kukuh Basuki
Kukuh Basuki Menulis musik dan beberapa pernik-pernik budaya populer lainnya

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Dapatkan tulisan-tulisan menarik setiap saat dengan berlangganan melalalui email