Penggemar kretek, mengurus blog pribadi pojokbebal.wordpress.com di waktu senggang.

Persiapan Pembunuhan dan Puisi Lainnya

Faisal Akbar

1 min read

Persiapan Pembunuhan

Pagi ini, aku mengelus pisau
membebaskan revolver tatkala siang membuncah
menciduk gergaji saat petang mengambang
menyelipkan pemarut tumpul ketika senja beringsut pergi

kain kafan kupilih, raih yang paling putih!
sebidang tanah telah tergali, kedalamannya setimpang dengan kebengisannya
aku pun memanggil hujan demi eksistensi sebuah fragmen abadi
babak hampir tuntas, aku merangkai senyum banal di ujung bibir

alat tetaplah alat, mustahil menyulih dasar kalbu
malam itu, aku mempersiapkan pembantaian terbesar abad ini
aku ingin membunuh kata
lalu memisahkannya dari makna yang menggerogotinya

Pengadilan Kata

Di persidangan itu, kulihat kata tertunduk lunglai
biarlah dirinya merenung di antara bangku kosong
jemarinya dilumuri darah, pekat!

sepi adalah nama lain dari ruangan itu
ubinnya menitikkan embun
langit-langitnya digelayuti kematian
temboknya dihiasi sedu sedan

tiada saksi yang membelanya
tiada pengacara yang melindunginya
tiada putusan yang menyelamatkannya

hakim mendedau ke arah kata, menanyakan perbuatannya terhadap makna
kata mengibarkan pengakuan keji
ia menyekap makna, menidurinya tiap malam hingga lumpuh

Karena Hanya Itu yang Kita Punya

Nak, piring ini masih kosong
takkan ada nasi hari ini
curahkan segenap risau
jangan sampai dilahap rusak, lantas mampus

le, centong ini kian mengering
cuma serpih kegelisahan yang tersisa
angkatlah payung itu untuk bernaung
rinai ini mengandung dusta

nduk, rantang ini hanya akan dijejali air mata
maka luruhkan anganmu yang terlampau tinggi itu
pandangilah cakrawala yang membentang
darinya, kamu bisa terlelap ratusan warsa

rampungkan segenap tangismu
malam ini, kita akan makan dengan kata-kata
karena, hanya itu yang kita punya

Surauku dan Gurauannya

Pintu surauku menyingkap ketimpangan yang diteliti sang teknokrat bebal
gagangnya digenggam si miskin sebelum azan tuntas, lalu disentuh si kaya kala ikamah menemui akhir

permadani surauku mendengar si kaya mengharap limpahan harta, lantas ditiduri si miskin untuk menganyam mimpi-mimpi dikara

dinding surauku membingkai doa tentang bagaimana membangun pencakar langit baru, sembari menyerap permohonan akan kehadiran cara membayar utang di penghujung bulan

jendela surauku berbisik lirih akan mangkatnya moralitas orang pinggir, seraya mengendapkan soal glorifikasi harkat manusia borjuis

sejak itu, aku pun tahu, ada setangkup gurauan yang menepi di sela-sela atap surauku yang menua dengan gontai

Jangan Parkir di Situ

Lahan parkir itu mampu mengeja cahaya, selancar orator menggebrak mimbar
bukan huruf per huruf, melainkan kandela per kandela
aku mulai mempertanyakan, apakah tempat ini hanya persinggahan
ataukah dimensi nirmakna belaka?

di tanah itu, kering dan basah bersatu padu, menyapa kemuning yang abstrak tak keruan
aku pernah melihat persil itu ditumbuhi kecongkakan, kebuntuan, hingga nasib semu

aspalnya dibalut aneka candu terindah, cukup menggetarkan nafsu
trotoarnya mengisahkan adil yang tak adil, mendekati telanjang

kawanku si pengemis tua lenyap dari bawah palem tempat ia senantiasa terlelap
diusir lantaran mengganggu rust en orde!
pepohonan tempatku berteduh kini sunyi, bagai isak di waktu subuh
parkiran itu kelewat jalang, pelat nomornya politis
kita disuruh saling libas, lamun menjelma mayat sendiri-sendiri

jika ingin selamat, kumohon, jangan parkir di situ!

*****
Editor: Moch Aldy MA

Faisal Akbar
Faisal Akbar Penggemar kretek, mengurus blog pribadi pojokbebal.wordpress.com di waktu senggang.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Dapatkan tulisan-tulisan menarik setiap saat dengan berlangganan melalalui email