Selalu ada yang dikorbankan demi kepentingan manusia. Seolah-olah hanya manusia yang memerlukan kehidupan yang aman dan nyaman. Makhluk hidup lain dianggap hanya sebagai benda mati saja di mata manusia. Itulah yang muncul di pikiran saya setelah menonton Pom Poko. Salah satu anime dari Studio Ghibli yang disutradarai oleh Isao Takahata.
Pom Poko menceritakan kehidupan rakun di Bukit Tama yang terancam karena pembangunan yang dilakukan manusia. Bukit Tama mulai digunduli dan tanahnya diratakan untuk dijadikan pemukiman bagi para pekerja di Tokyo. Para rakun menyadari bahwa habitat mereka terancam. Mereka memutuskan untuk melawan.
Ada mitos yang berkembang di Jepang bahwa rakun bisa mengubah wujudnya, termasuk menjadi manusia. Inilah senjata yang digunakan oleh para rakun. Tetua rakun melatih para rakun muda untuk mengubah wujud. Sayangnya tidak semua rakun bisa melakukannya. Untuk menyempurnakan perubahan bentuk, tetua rakun mengutus Tamasaburo ke pulau Shikoku dan Bunta ke pulau Sado untuk menemui ahli perubahan bentuk.

Sembari menunggu kepulangan Tamasaburo dan Bunta, mereka tidak ingin membuang-buang waktu. Para rakun memulai perlawanan untuk membatalkan pembangunan. Mereka melakukan segala cara. Pertama, mereka mengacaukan pembangunan di malam hari dengan menyamar menjadi pekerja. Alhasil, banyak truk yang terjatuh ke jurang karena ditipu oleh para rakun. Akan tetapi, keberhasilan mereka hanya berlangsung singkat. Manusia menganggap hal itu hanya kecelakaan kerja. Pembangunan pun tetap dilanjutkan.
Kegagalan itu tidak membuat para rakun menyerah. Mereka melakukan rencana kedua, yaitu menakuti manusia dengan hal-hal yang mistis. Mereka menyamar menjadi hantu dan siluman untuk menakuti para pekerja di malam hari. Rencana ini sempat berhasil menghentikan pembangunan. Namun, ujung-ujungnya tetap menemui kegagalan
Kegagalan demi kegagalan yang mereka alami mulai membuat para rakun putus asa. Di tengah keputusasaan itu, Tamasaburo datang membawa tiga ahli perubahan bentuk. Ketiga ahli bersama para rakun Bukit Tama bekerja keras untuk kelancaran rencana selanjutnya. Rencana yang dipilih adalah melakukan pawai siluman di tengah-tengah kota.
Hari H pawai tiba, semuanya berjalan sesuai rencana. Para penduduk memadati jalan membawa perasaan kagum yang teramat besar. Mereka belum pernah melihat pawai sebesar ini sebelumnya. Pesan-pesan lingkungan yang dibawa para rakun dalam pawainya hampir berhasil jika salah satu ahli perubahan bentuk tidak merengang nyawa di tengah-tengah pawai. Sebelumnya, dia memang berkata bahwa aksi pawai siluman ini memerlukan energi yang sangat besar dan mungkin akan mengorbankan nyawa mereka.
Baca juga: Kebenaran dan Keraguan dalam Fiksi Jepang
Keadaan semakin tidak memihak para rakun saat Direktur taman bermain Wonderland mengaku bertanggung jawab atas pawai semalam. Dia mengaku hal itu dilakukan untuk promosi taman bermain. Gonta, salah satu rakun yang memang sangat bernafsu untuk menghabisi manusia, tidak terima dengan hal itu. Dia mulai mengumpulkan massa untuk melakukan rencana terakhir dengan menggunakan kekerasan. Gonta dan rekan-rekannya berkelahi dengan polisi yang ingin menggusur lahan para rakun. Mereka kembali kalah.
Dengan berbagai kegagalan yang dialami, para rakun akhirnya pasrah dengan pembangunan yang terjadi. Mereka yang bisa berubah bentuk memutuskan untuk hidup menjadi manusia. Sementara mereka yang tidak dapat berubah bentuk berupaya untuk beradaptasi dengan lingkungan yang baru. Mereka mengais makanan sisa dari manusia di tanah mereka sendiri.
Oleh Manusia, Untuk Manusia
Proses pembangunan yang dilakukan manusia seringkali tidak mengindahkan aspek-aspek keberlanjutan bagi makhluk hidup lain. Habitat rakun dalam Pom Poko dikorbankan untuk kepentingan mereka. Manusia memiliki pemukiman yang baru sementara para rakun kehilangan rumah. Pembangunan dengan cara seperti ini menggunakan paham antroposentrisme.
Baca juga: Suara Bumi dalam Perikemanusiaan
Antroposentrisme secara sederhana adalah paham yang menganggap manusia sebagai pusat dari alam semesta. Artinya semua yang dilakukan termasuk hal-hal yang berkaitan dengan lingkungan hidup harus didasarkan pada kepentingan manusia. Manusia berupaya menundukkan alam beserta isinya.
Para rakun yang telah hidup selama ratusan tahun di Bukit Tama dipaksa tersingkir dari rumahnya sendiri. Manusia juga tidak melakukan apa-apa untuk mengganti kerugian yang dialami oleh rakun. Mereka tidak berupaya untuk memindahkan rakun tersebut ke habitat yang baru. Mungkin manusia menganggap hal itu tidak penting untuk dilakukan.
Kejadian-kejadian seperti ini juga terjadi di kehidupan sebenarnya. Manusia hanya bisa membangun sana sini tanpa memperhatikan kehidupan di luar mereka. Yang lebih parah lagi, mereka mengorbankan manusia lain untuk kepentingan manusia yang lebih kaya.
Anime ini indah namun menyedihkan dan menyakitkan di waktu yang bersamaan. Tawa dan keluarga mereka bisa saja dirampas oleh manusia. Namun, para rakun tetap hidup dan tetap melawan.