Perkara Selesai dan Puisi Lainnya

aji royan nugroho

1 min read

samar

malam melempar aku di kamp konsentrasi tidur
berdenging firman-firman tuhan di setengah maut
apabila sunyi di tepi samar
dan aku belum selesai menyebutmu:
masih dalam gelapku

sebelum cerah
malam perhitungan hari-hari baik
jisim tubuhku melayang mendekatinya
dari doa yang ke empat puluh
taruhlah aku kembali untuk,
merakit keadaan demi menunda takdir

Bantul, 2024

melawat samudera dan berdiang pagi

melawat ke selatan dan bertandang untuk kenangan:
di sini pagi belum terlambat, mari aku ceritakan untuk boleh disebut
kisah pengelana gadis pantai, ia tidak menepi di garis laut
dan membangun kastil-kastil pasir yang surut dari anak panah
angin yang berlari menghias ia bermain

kau tahu, gadis itu sedikit senyumnya dan mengikis jelaga yang
membubung lalu berdiang disengat matahari pagi, manakala
kepiting pasir mengintip dari liang ingin mendengar kisah
pengelana gadis pantai yang seorang diri

antara ia dan samudera merayakan bercerita, satu tengelam;
satu lagi mengembus nafas pelan yang panjang. gadis berkisah seperti
mengulang waktu lagi, ia tak bisa menahan rasanya berdarah dan berbohong seperti ini
samudera mengantar ombaknya pelan di ujung kakinya:
seperti melerai dirinya

samudera, bukankah kau lebih tahu ini tidak lebih dari sebuah perayaan kehilangan
ataukah kesalahan ini tidak bisa dihapus untuk menghentikan ia pergi
sunyi saat ia dan samudera, seperti ini dan biarkan gadis itu
bersandar dengan keluhnya bahwa kepergian tak bisa dihentikan

Bantul, 2024

perkara selesai

di waktumu yang melorot, kau sudah banyak berbicara keresahan
setapak jauh yang ditinggalkan, sisakan saja tangkai-tangkai yang kelopaknya
banyak mahkota; di sana lebat menghujanimu dengan api dan jerebu

begitulah teori bercerita, semerbakmu dari jarak derap langkah
membawa nama, terhitung sejak duka menjadi hari yang pertama

ada yang merusuh kau, kau yang badai
mempertentangkan perapian hingga lidah-lidah api
kembalilah engkau yang abadi

bahwa setiap yang bernapas,
akan menyudahi hidup yang penuh
tanda koma

Bantul, 2024

quo vadis, mimosa?

sebelum menutup pergi di sudut laut, setelah ia membadai
turun menghentikan langkahnya dan memutuskan mengakhiri berlari.

tanpa anak-anak kalimat yang menyusul dari buih-buih bibirnya, hanya saja
keringat tetap tak berhenti setelah jalan beberapa mil jauh, lalu
mengambil lengkung sore dari matanya yang sama-sama sedang jatuh.

sambil meraih minum, ombak-ombak menjadi penyembuh dari pembunuh tak terlihat:
dalam mencari arah pergi umur yang masih saja menganiaya; menangkis pergulatan rindu.
suara ombak itu membisik jelas tanpa pernah ia mengantar percakapan lebih awal.

begitu tahunya laut tentang seseorang yang tak pernah mengatakan sebelumnya dari suara yang setia. mungkin kesendirianya sering lepas meracau dan bersunggut, diamnya membantah, hanya ombak jinak yang meluruh semua itu.

perjalanan di bibir halaman laut, seseorang telah menghitung lagi antara jarak yang didapati
dan menerima jika saat ini hanya sampai di sini. antara lengkung laut yang damai, seseorang menitip rindu yang begitu sesak.

dengarlah laut dari seseorang itu yang hatinya sedang berkecamuk, seseorang yang lelah berlari dan menghampirimu seolah ingin mengatakan dalam batinnya. ia ingin menunjukan duri-duri mimosa yang malu tak mau disentuh siapa pun.

laut, bicarakan dengan matahari yang memukau, bahwa kisah seseorang akan sampai tujuannya. yakinkanlah pada seseorang itu jika penantian panjangnya telah usai.

Bantul, 2024

*****

Editor: Moch Aldy MA

aji royan nugroho

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Dapatkan tulisan-tulisan menarik setiap saat dengan berlangganan melalalui email