Penyiar Radio Banua Malaqbi dan peresensi di Resensi Institute

Orde Paling Baru dan Puisi Lainnya

Syafri Arifuddin Masser

2 min read

Orde Paling Baru

sebagian orang adalah negara bagi diri sendiri.
sebagian lagi adalah negara bagi orang lain.
sebagian lain orang lain bagi negara dan
sebagian lagi adalah diri sendiri tanpa negara.

kau memilih yang mana?
ada negara yang merangkul dengan memukul.
ada negara yang melipur dengan menggusur.
ada negara yang menyayang dengan menambang.
ada negara yang murah senyum tapi diam-diam jadi penyamun.

kau berdiri di pihak siapa?
kita bisa hidup berkawan negara dan mati di ujung bedilnya.
kita bisa bahagia tanpa negara tapi negara penuh jejal kuasa,
kita berulangkali dijegal penguasa.

kau ada untuk apa?
negara adalah gelanggang pertarungan.
yang menang jadi kaisar yang kalah jadi martir.
yang menang dapat makan besar, yang kalah pasti tersingkir.
siapa pun yang menang, rakyat tetap terpinggir.

yang tertuang dari benci akan tertampung dalam dendam.
yang tertanam dengan kekerasan akan menuai kepalan tangan.

hukum alam memang tak bisa ditentang.
yang jauh berjalan ke masa depan akan kehilangan jejak masa lalu.
negara bikin undang-undang baru, kita terkurung mendekap pilu.
aih, ternyata ini orde paling baru.

(Mamuju, 2020)

Mencintai Negara

kaubentangkan lenganmu sebab hanya pelukan
yang mampu meredam kobar api pemberontakan
tetapi negara terlalu sibuk menumbuhkan duri
di dalam tubuh dan sekujur dirinya.

ia terus saja berkata: “kau harus tetap mencintaiku
—bagaimanapun caranya, berapapun harganya.”
ia ingin selalu menjadi penawar atas rasa sakit
yang ia ciptakan sendiri.

negara tak ingin kaudekap. ia belum benar-benar selesai
dengan urusannya: pejabat korup; kabut asap; hutan terbakar;
gelombang kecamuk referendum; komunikasi yang gagal;
dan rasa percaya yang kian tanggal.

“pelukan tak menyelesaikan urusan…” pikir negara.

negara ingin tak perlu ada yang sibuk mengurusinya.
ia bisa menyelesaikan persoalannya sendiri
pun sebenarnya ia tak benar-benar sendirian.
negara sedang tak baik-baik saja.
ia selalu ingin kuat walau ia sedang sakit akut.

yang kita tahu dan negara benar-benar lupa:
kita pernah mencintainya dengan segenap raga
dan kini ia selalu menatap kita penuh curiga.

(Mamuju, 2019)

Apa yang Kau Pikirkan ketika Memikirkan tentang Jakarta?

jakarta tak pernah tidur dan membenci waktu libur.

liburan terbaik bagi jakarta adalah senja merah saga
yang menyala menerpa jalanan macet kota saat petang
& di pagi hari fajar kizib telah menjadi teman perjalanan
waktu kerja makin terasa & hati kosong semakin terisi
kesibukan melahap jakarta yang sibuk memikirikan diri
sendiri. berbagai siniar menyorot jakarta dari dekat
& di kejauhan kota lain telah tenggelam.

jakarta kota tua yang enggan menua.
kemerlip lampu menghiasi malam yang teramat riuh.

tubuh yang dilumat kerja bersimpuh memeluk peluh.

berharap hari esok tungkai kakinya masih kukuh
menjalani nasib yang semakin tak tertempuh.

(Mamuju, 2022)

Kanjuruhan yang Malang

selongsong demi selongsong peluru kaleng
melayang di udara, mengepulkan asap di dada
mencekik di kerongkongan, menindih suara
memerihkan mata, memerahkan amarah.
telinga menangkap teriakan demi teriakan
dan dalam hati keriuhan mencekam
gerakan pelan bergerak, degup jantung melambat
sengal napas berhenti.

“Ibu! Ibu! Ibu!” suara dari kejauhan terdengar
kencang, ibu mencari suaminya: “Mas! Mas!”
lelaki muda berlari memapah anak bukan
anaknya dan “bam!” satu senjata meletus lagi
semua terhambur, tendangan kungfu berlaga
di lapangan sepak bola.

kaki menginjak dan terinjak, tungkai bergetar
dentuman tembakan masih saja menggelegar
semua mencari pintu, tapi tak ada yang keluar
secercah cahaya surga menyelinap masuk
mendekap satu per satu para penggemar.

Kejahatan yang Disangkal

seorang aparat menangkap seorang bandit
di tanganya terdapat bukti dan di sekitarnya
banyak saksi.

aparat mencerca dengan banyak pertanyaan
untuk menemukan pengakuan:
“Kalau salah bilang saja!”
“Bukan!”
“Tidak!”
“Itu bukan saya!”
“Tidak mungkin saya!”
“Itu OKNUM!”

(Mamuju, 2022)

*****

Editor: Moch Aldy MA

Syafri Arifuddin Masser
Syafri Arifuddin Masser Penyiar Radio Banua Malaqbi dan peresensi di Resensi Institute

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Dapatkan tulisan-tulisan menarik setiap saat dengan berlangganan melalalui email