Nyanyian Wadas dan Puisi Lainnya

Yusuf Bastiar

1 min read

Nyanyian Wadas

Bunga-bunga revolusi
merengek-rengek keluar
tahun ini
dari benih-benih
rahim biru pucat
tanpa darah
tiada api
apalagi cinta (?)

satu kawan melenggang
menjauh tanpa senyuman
tiada keyakinan

datanglah kepadaku, atau
aku mendatangimu, kawan (?)
kita orang kecil
memburu cita-cita besar
di kota kecil tropis pula

kita sama-sama anak petani
diisap negara dan pupuk kimia
dan kesengsaraan ini menjadi
nyanyian perlawanan kita
bersama orang-orang Wadas
menjadi keteguhan mereka
melawan kelaliman kekuasaan
seperti tambang dan penolakan
dan perjuangan dan kemenangan
dan setan tanah harus dikalahkan!

kita sama-sama jauh
dari tanah kelahiran
datanglah kepadaku
atau aku mendatangimu (?)
mari ingat kembali
ayat-ayat suci
yang pernah kita rapalkan bersama
di tanah Wadas, anak-anak
tak berdosa mati menjadi bebunga.

(Imogiri, 5 Mei 2022)

Perempuan yang Sedang Menyusun Kata

Perempuan muda
melayang-layang
serupa metafora
di jari-jari ayu
tragedi dan peristiwa
cinta dan asmara
benci dan memusuhi
pergi dan meninggalkan
membucah kata-kata
di jarinya
di mata bulat besarnya
ada cahaya
menyala-nyala
menjelma keruwetan hidup
di sampingnya

tapi mengapa kau tak menulis:
“daun gugur jatuh di dada kurus lelakiku
yang habis ditikam-tikam pentungan polisi itu.”

(Yogyakarta, 7 Mei 2022)

Aku Katakan, Aku Mencintamu

aku mengenalmu kau mengenaliku
aku hendak mengatakan padamu
kukatakan, aku mencintaimu
sebagai lelaki
kau berhasil membakarku
dengan api pemberontakkanmu.

tapi
kita tak punya cerita
menikmati senja di kota lesu
kulihat dari jendala kamar kos
langit biru lebam
tak ada pesta pengiring matahari tenggelam di punggung gedung.

apakah kau masih ingat
kita sama-sama pernah
berada dalam ketegangan
yang sama, yang ngeri
dikejar-kejar setan tanah
dan iblis tanah
dan demit tanah
dan hantu tanah
yang berjalan cepat
seperti bangsat mencuri tanah

kita sempat bertukar pandang
hingga terbayang
hingga sekarang
wajahmu menjelma keteguhan
serupa perlawanan orang desa

aku katakan sekali lagi
aku mencintaimu
mari bakar kembali
api pemberontakkan itu.

(Pekalongan, 17 Mei 2022)

Gerimis Bulan Mei

kita pernah hanyut
menerabas gelap malam
gerimis bulan mei
saling mengenali
cinta yang baru
kita sadari.

wajah ayu lesu
gerimis membasahi
terjang-menerjang
kita pulang
membawa semerbak
wangi kembang melati
di dada, di kepala, di hati.

kita saling mengetahui
isi hati
tapi
kita memang tak pernah mau
saling mengakui
kita lebih suka mendengar
dongeng-dongeng orang nakal
yang membuat kita
kadang bertengkar
membangunkan mimpi-mimpi
yang paling menakutkan.

(Pekalongan, 20 Mei 2022)

*****

Editor: Moch Aldy MA

Yusuf Bastiar

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Dapatkan tulisan-tulisan menarik setiap saat dengan berlangganan melalalui email