Perempuan Piring
Kau jejal-jejalkan cinta bocor itu
Panggung adalah kelahiran
Kaki-kaki itu pernah menggigil
Seperti kelopak tulip dan musim hujan
Hadirin mengelucak seperti burung
Merayumu, memanggil-manggil sebuah adegan
Talempong yang berbunyi
Tubuh berdecak-decak
Jemari adalah napas piring-piring
Berdansa, bernyanyi, berdoa
Perempuan piring, pecah!
Hadirin menebar bunga
Kau mendobrak luka-duka
Telapak kaki mengusang
Sebentar lagi akan pulang
Setelah pertunjukanmu malam itu
Kunjungilah aku,
Ada luka yang segera kutuntaskan
(2023)
–
Aku Mencipta Apiku Sendiri
Napasku berakhir terbakar
Kamar tidur dengan jendela besar
Aku goyah, untuk mati yang pertama
Lahir bersama kecemasan
Lalu menyaksi separuh dusta
Yang meluncur dari kejadian-kejadian
Terlantar mimpi-mimpi tua
Aku terdampar kasar
Menyerbu seribu celaka
Sendirian. Menguntai api;
Dan Tuhan tak kunjung tiba.
(2023)
–
Nyali yang Tersisa
Tak ada petang yang lebih perak daripada saat ini
Kau menebas jam-jam celaka
Aku mengunyah kematian yang hilang-timbul
Sebentar lagi kita akan tiba
Meniup seratus nyali, tak lagi bersembunyi
Cinta tak terbuang, tersimpan di kasur panjang
Kesepian bercerceran, di bibir jalan kita tinggalkan
Jika suatu saat,
Nanah meleleh dari dahi kita
Lalu kasih kita cedera
Atau putus asa, menganga dari mulut kita
Kita hanya perlu berdiri sendiri-sendiri
Menerjemahkan peristiwa petang ini
(2023)
–
Saat Bunda Ngemil Jantungku
Wajahku, corat-coret lumpur
Singlet abu, koyak-moyak di punggung
Kaki lepuh, menangkap-nangkap angin
Menguber layangan bocah desa sebelah
Darah tergelincir, bogem melesat ke pipi merah
Magrib terbang ke langit-langit
Daster berkibar ibu mereka memanggil
Sapu lidi mengunyah badan cungkring mereka
Telinga selebar lapangan bola, jeweran ibu mereka yang juara
Aku sendirian
Menyeret kaki tak bersendal
Menabrak ayah yang patung
Teras rumah hitam dan putih
Di saat semacam itu,
Bunda ngemil jantungku
Tubuhnya yang kalah
Tenggelam dalam pusara
(2023)
–
Waktu Aku Mengingat Kau
Anjing!
(2018)
–
Secangkir Marhaen di Meja Indonesia
Biarlah dahimu bercucur nanah
Belulang remuk seribu kali
Lawan mengarak kata menyerah
Kita tak harus bergegas pergi
Kopi tubruk kecintaanmu,
Roti tawar olesan mentega dan gula
Soekarno membubung aku
Guntingan carik-carik nestapa
Tak usah lagi, mencekik nyawa
Anak muda mengembara
Kopi tubruk kekasihmu,
Petani ibu-ibu kita
Soekarno membentangmu
Bunyian kebebasan
Kisah mesra jembatan
Hidup, cinta berderak kalah
Tak usah risau, meraungi duka
Anak muda, harap belaka!
Kopi tubruk menyeruput aku,
Dan Soekarno menyandarkan kanvas
Marhaenisme lukisan perjuangan
(2018)
*****
Editor: Moch Aldy MA