Nihilis Jenaka
Aku memindaimu dibangkitkan kali kedua—lewat tubuh seorang nihilis muda dengan tato di lehernya
amor fati, lukisnya
Segaris denganmu, IQ-nya mendadak 200+ pasca kehilangan twinflame-nya
Bertopeng komikal agar tak terlihat paling menggelegar
Dan Rawi tumpah di kepalanya kala dia mulai berisik tentang raksi Qada dan Qadar
Aku memuisikannya, Pena-nya adalah gong kebangkitan peran gandaku
Sketsa-nya adalah empat kaki Thoroughbred yang meringkik vokal:
Perempuan halal memimpikan apa saja, bahkan setelah menjadi ibu!
merci mille fois!
(Depok, 2022)
–
Sekotak Demotivasi
Seorang optimis mendayungkan sampan ke puncak magenta—menjaring ikan dari mangata ke angkasa
Poseidon menghadang, meludahinya sedikit khotbah, lalu membekalinya sekotak demotivasi bertuliskan mantra dari pena bulu Angsa:
Yang melekat akan kalah sebelum menyentuh galah
Yang menerbangkan mimpi hanya berteman dengan nyalak anjing di malam sepi
Hiduplah renjana, setenang arus membisik muara
(Depok, 2022)
–
Chipko Ba’
Lima belas Kamariah ini, mari kita berchipko ba’—memeluk pohon dengan nyawa bak Hindu Bisnoi India, meski buldoser pelindis hutan sejengkal dari garis netra
Sungguh balada memindai alam dan manusia lampau saling rasa—tatkala jutaan penganut modernisme mendadak omen berjuta muka, dan aku senada lisong nirnyala
Secubit injeksi untuk neuron dan dendrit, rasanya boleh ya?
Ataukah setitik kebangsatan agar telingaku tak mudah menerima bisikan
Ataukah segelas besar apatisme karena overdosis altruisme menyingsing mati muda
Ataukah sepiring elegi seperti gelak Cioran dan aliansinya
Ataukah sebaris kidung one sheep… two sheep… three sheep
Hingga korneaku terbenam tak bersisa
(Depok-2022)
–
Elegi dalam Amplop Sukacita
Matsuri terhampar membelah julang sakura, ramai punggung mengepak ria
“Okame… itu Okame!”
Euonia riang menggema
Okame menapak seringkih sutra, pipi gemuknya memucat surai
Cahaya kamera padang bersahutan—para madewi kegirangan memindai
Tersurat aksara prasasti terpendam, Hsshh! Okame itu representasi ketololan patriarki—tentang istri yang menghabisi diri tuk baktinya pada suami
“Okame… itu Okame!”
Para madewi terperosok mariana kebutaan, persis pandir gegap-gempita sejarah kebangsaan
(Depok, 2022)
–
10 Jari Kecil di Darul Hayawan
Harusnya kau berbaris berbalut merah putih—namun kau lintuh-rintih
Swastamita rautmu kala kutanya, singkat, tak ada biaya
Kuberanikan lagi menyoal,
Ramanda-mu seleweng selatan, Biyung-mu serong utara, Adingmu dua, dan status barumu, kepala keluarga
Kau menagak remah tersipu—menilik tapak tanganmu
Sepuluh jari lidimu kelam abu, semir dan berus adalah karibmu
Kerdilku kembali mengganjil, kusodorkan prospektus beasiswa—bukan GNOTA
Matamu memicing hina sambil bermadah
Jika aku ke sana, zuriahku mengaum lapar terkapar sia
Bukankah Darul-Hayawan dijanjikan untuk orang tersiksa-maka di sinilah, Arunika-ku berdansa sepuasnya
(Surabaya, 2016)
*****
Editor: Moch Aldy MA