Merayakan Kembar Jiwa dari Braga Mgndw

Regi Mokodongan

2 min read

“Dalam malam-malam kelam yang kita datangi. Terangi jalanku, temukan jiwaku. Jalan Panjang sunyi ini, sewindu hati mencari. Terang hati kutemui kembar jiwa yang ku nanti. Sinar bulan dimatamu bergemuruh di dadaku. Tenang hati mendekapmu, luruh lara di hidupku”. ( Kembar Jiwa, Braga Mgndw)

Luka dan kesedihan seperti hantu yang selalu memberi rasa takut pada manusia. Sebenarnya ada apa dengan luka dan kesedihan? Apakah kesedihan adalah neraka yang harus kita hindari dan perangi?

Begitu banyak yang takut dihampiri oleh luka dan kesedihan. Namun lewat larik-larik dari album Kembar Jiwa, Beranda Rumah Mangga (Braga) Mongondow (Mgndw) mengubah kesedihan dan rasa takut menjadi penuh makna.

Braga merupakan salah satu band musik lokal asal Mongondow, yang didirikan pada 2015 dan mulai bergelita membuat karya dengan ciri khasnya. Menurut saya Braga sukses menarik hati para pendengarnya lewat sentuhan nada dan liriknya, sesuai dengan keresahan yang dialami oleh banyak orang.

27 Desember 2024, adalah hari yang paling saya nantikan, sebab album penuh dari Braga akhirnya dirilis. Penantian yang tak mengecewakan. Sebab semua lagu yang ada di dalam album ini memenuhi ekspetasi saya. Sejak dulu saya merindukan band lokal yang bisa membawa satu nuansa keresahan, kesedihan, sekaigus balutan rasa syukur dalam lirik-lirik karyanya. Lagu-lagu yang ada di dalam “Kembar Jiwa” bisa kita nikmati dengan reflektif sekaligus berjoget.

Baca juga:

Jati Diri dalam Nada

Semua ketukan dalam lagu ini membawa nuansa kedaerahan Mongondow. Mereka bukan hanya sekadar membawa pesan dan nada, tapi juga nilai dan budaya dalam satu nuansa baru. Modern, enak didenagar, tapi memiliki ciri khas lokalnya.

Braga sangat bangga akan Jati diri mereka sebagai bagian dari masyarakat lokal Mongondow. Nilai-nilai budaya Mongondow diejawantah dalam nada yang membangun sebuah komunikasi musikal. Ketika mendengar lagu-lagu Braga, saya meraskan seperti ada spirit kebesaran, spirit untuk dilirik bahwa karya ini adalah karya anak Mongondow yang dibesarakan dengan nilai dan adat istiadat yang sangat kaya.

Kembar Jiwa

Sebersit pertanyaan dari saya, mengapa harus diberi nama kembar jiwa? Mari coba kita urai lirik-lirik sekaligus makna yang ingin di sampaikan dari bait-bait lagi ini.

Pertama, kenangan atas waktu. Pada lirik pembuka lagu. Braga seperti ingin menceritakan sebuah kenangan indah, yang dilewati oleh dua anak manusia. Bisa kita interpretasikan antara suami dan istri, antara orang tua dan anak atau antara laki-laki dan perempuan yang sedang menjalin asmara. Tapi saya ingin membawa penafsiran bagian pertama ini pada sebuah jalinan keikhlasan yang tak menghitung untung-rugi, yang kita dapatkan dari cinta antara orang tua dan anak.

Namun dalam lagu ini mereka juga ingin menujukan sebuah ironi dari cinta, yaitu perpisahan. Kita seolah mendiami sembuah tempat yang lapang, yaitu rumah yang dibangun atas cinta.

“semua sempat yang pernah kita lalui. Telah menghidupkan bunga-bunga yang mekar, tumbuh dan meliar. Tapi akhirnya waktu akan sempit, namun dari kesempitan itu kita harus menyediakan hati yang lapang untuk kita diami. Hati yang meluas, sekaligus tak menyentuh batas”.

Semua yang kita lewati adalah kesempatan, di mana bermekaran imaji indah. Ia tumbuh dan hidup dengan sesukanya, mendiami sembuah lorong waktu yang saat itu kita merasa lapang. Di dalamnya ada cinta dan ketenagan di hati.

“Dalam ratus hari yang pernah kita salami. Basahi jiwaku, membasuh lukamu. Dalam malam-malam kelam yang kita datangi. Terangi jalanku, temukan jiwaku. Jalan Panjang sunyi ini, sewindu hati mencari. Terang hati kutemui kembar jiwa yang ku nanti. Sinar bulan dimatamu bergemuruh di dadaku. Tenang hati mendekapmu, luruh lara dihidupku.

Pada bagian kedua, mereka ingin menceritakan sebuah proses dari menemukan jati diri. Terjadi kegundahan, kalut dan ketenangan. Seketika saya disadarkan bahwa dalam proses menemukan ketenangan diri, kita harus memiliki teman. Teman sejati yang tidak pergi saat kita nelangsa, juga tidak merasa paling berkontribusi saat kita mencapai kesuksesan.

“Kembar Jiwa” adalah sosok pertama menjadi pembasuh luka hati kita. Ia menyadarkan kita tentang kecewa dalam hidup adalah hal biasa dan nantinya pasti usai juga. Ia juga menyadarkan kita bahwa rasa bahagia akan keberhasilan juga tak akan selamanya, sehingga kita harus menyiapkan kegagalan yang ada di depan. Kesadaran itulah yang bisa kita dapatkan pada bait “Jalan Panjang sunyi ini, sewindu hati mencari. Terang hati kutemui kembar jiwa yang ku nanti”. 

Terakhir lagu ini ingin menceritakan proses penerimaan dan syukur atas semua orang yang pernah ada. Apakah kita pernah berterima kasih atas semua orang, baik yang menerima luka kita, atau pun yang hanya memberi luka? Maka bait terkahir lagu ini ingin mengajak kita berdamai melalui kata “terima kasih”.

Semua yang datang telah memberi makna dalam hidup kita. Maka ucapkanlah terima kasih sebab telah memberikan sebagian kesempatan waktu hidupnya bagi kita bagi kita.

“Berterima kasihlah pada semua yang memberimu hidup dan kebaikan. Berterima kasihlah pada semua yang memberimu sunyi dan ketenangan. Berterima kasihlah pada semua yang menerima pulangmu dalam kehampaan. Berterima kasihlah pada semua yang memberimu kasih dan setia yang tak lekang”

Gorontalo, 2 Januari 2025 (*)

 

Editor: Kukuh Basuki

Regi Mokodongan

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Dapatkan tulisan-tulisan menarik setiap saat dengan berlangganan melalalui email