Penulis dan jurnalis freelance, Mahasiswa Program Master of Communication di Victoria University of Wellington.

Menyindir dan Menggugat lewat Meme

Tussie Ayu

3 min read

Membaca tulisan Kukuh Basuki, Hidup di Kolam Meme, mendorong saya untuk menyambung diskusi tentang meme internet. Bagaimana asal muasal kata meme, relasinya dengan gen, hingga perannya dalam membentuk kebudayaan telah dibahas dengan gamblang dalam tulisan Kukuh. Namun, ada satu elemen penting yang luput disebut dalam tulisan tersebut, yaitu bagaimana kini meme telah berkembang menjadi alat untuk berpikir kritis.

Selama ini meme internet terkesan sepele dan hanya digunakan untuk hiburan. Ketika satu sesi kuliah ‘Mass Media and Popular Culture’ yang tengah saya jalani di Victoria University of Wellington membahas tentang meme, saya berpikir apa pentingnya meme untuk dibahas dalam satu sesi perkuliahan di jenjang magister? Ternyata banyak hal yang bisa dikaji dari meme.

Meme adalah bagian dari budaya populer, budaya rakyat yang kita konsumsi dan produksi setiap hari. Meme adalah pesan yang disampaikan masyakarat yang penting untuk kita mengerti apa maknanya. Meme dapat membantu kita memahami fenomena yang sedang terjadi dalam masyarakat. Keluh kesah masyarakat dapat ditangkap dalam meme internet.

Salah satu contoh terbaru adalah ketika 19 April lalu Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengunggah meme internet tentang pencairan gaji ke-13 dan THR bagi Aparatur Sipil Negara (ASN) pada akun Instagram resminya. Dalam unggahan tersebut, Sri Mulyani mengaku kerap menerima kiriman meme internet dengan berbagai versi menjelang Hari Raya Idulfitri. Meme ini umumnya merupakan sindiran jenaka mengenai kapan THR dan gaji ke-13 akan dibayarkan pemerintah. Sindiran ini pun kemudian dijawab dengan manis oleh Sri Mulyani dengan mencairkan THR dan gaji ke-13 bagi ASN.

Unggahan Sri Mulyani tentang THR dan pencairan gaji ke-13 merupakan sinyal bahwa pemerintah menangkap kritikan masyarakat melalui meme internet. Sinyal ini dapat diartikan bahwa meme internet dapat menjadi alat bagi masyarakat untuk mengomunikasikan ide dan kritik mereka.

Mudah Diproduksi dan Direproduksi 

Sesungguhnya meme tidak hanya terbatas pada meme internet seperti yang biasa kita lihat di media sosial. Meme juga bisa ditularkan melalui mode, perilaku, sistem kepercayaan, seni dan produk budaya lainnya. Meme internet yang populer saat ini hanyalah sebagian kecil dari wacana meme secara luas, yang bertujuan untuk menyebarkan ide dan kemudian ide tersebut dapat direproduksi kembali oleh orang lain. Ketika Kim Kardashian mengenakan baju Marylin Monroe pada Met Gala 2022, sejatinya baju itu telah menjadi meme fesyen. Kardashian mereproduksi kembali baju terkenal itu, yang pertama kali dipakai Monroe ketika menyanyikan lagu Happy Birthday kepada Presiden John F. Kennedy pada tahun 1962.

Kini meme internet dikenal masyarakat lebih luas daripada meme jenis lainnya, terutama seiring dengan perkembangan media sosial. Media sosial pun semakin melanggengkan wacana ‘prosumer’ yang pertama kali digagas oleh Alvin Toffler dalam bukunya The Third Wave (1980). Menurut Toffler, prosumer merupakan bagian dari masa ekonomi gelombang pertama, di mana produsen dan konsumen merupakan pihak yang tidak dapat dipisahkan. Pola ini sebenarnya telah bergeser dalam masa ekonomi gelombang kedua yang ditandai dengan revolusi industri, di mana terjadi pemisahan antara produsen dan konsumen.

Namun di era media sosial seperti saat ini, ternyata wacana prosumer dapat kembali dihidupkan. Hal ini terlihat dalam dunia media massa, di mana masyarakat bisa memproduksi konten dan menyebarkannya melalui media sosial, kemudian informasi ini kembali dikonsumsi oleh masyarakat.

Baca juga:

Fenomena ini berbeda jika kita bandingkan dengan dua puluh tahun lalu, di mana media arus utama yang merupakan produsen utama dalam media massa. Dua puluh tahun lalu, produser televisi dan radio, serta editor koran dan majalah merupakan penentu utama informasi apa yang layak disebarkan kepada masyarakat. Sedangkan masyarakat hanya menerima sebaran informasi dari media massa.

Di era media sosial seperti saat ini, masyarakat bisa turut menentukan informasi apa yang layak disebarkan dan dikonsumsi. Penyebaran informasi bisa dilakukan melalui video di YouTube, unggahan di media sosial, dan tentunya melalui meme internet.

Meleburnya peran produsen dan konsumen media massa dalam era media sosial seperti ini, ternyata merupakan kesempatan bagi masyarakat untuk menggunakan meme internet sebagai alat pengasah pemikiran kritis. Di era awal Reformasi, kritik dapat dilakukan melalui demonstrasi turun ke jalan atau tulisan dalam media massa. Kini kita menemukan bentuk kreatif lain untuk melakukan kritik atau sindiran kepada pemerintah. Salah satu media kritik yang tidak bisa dilewatkan, tentu saja sindiran melalui meme internet.

Dibandingkan dengan kritik konvensional melalui demonstrasi atau adu argumen dalam tulisan di media massa, meme internet memiliki keunggulan, yaitu dapat menyampaikan ide dan kritik dengan cara yang sangat halus, bahkan jenaka. Prinsipnya mungkin mirip dengan karikatur atau komik strip yang ada di media massa konvensional, namun perbedaannya adalah meme internet lebih mudah diproduksi oleh seseorang, kemudian dapat direproduksi kembali oleh orang yang lain.

Perlu Strategi

Meskipun sepertinya sangat menjanjikan, namun meme internet juga memiliki kekurangan, yaitu bersifat cepat naik dan mudah tenggelam. Meminjam istilah yang dipopulerkan oleh Andy Warhol, meme internet bersifat ‘fifteen minutes of fame’. Fenomena ini merujuk pada ketenaran dalam media sosial yang berumur pendek.

Meme internet mudah dibuat oleh siapa saja, namun tetap dibutuhkan stategi agar pesan yang ingin kita sampaikan bisa tersalurkan dengan baik. Pakar semiotika dan linguistik dari Universitas Toronto, Marcel Danesi, menyebutkan bahwa meme yang berhasil adalah yang bisa diproduksi dengan mudah, gampang dipahami dan mudah pula untuk dibagi kepada orang lain.

Bagi orang-orang yang tidak punya cukup energi untuk ikut berdemonstrasi turun ke jalan, atau tidak memiliki akses untuk menuangkan ide dalam bentuk artikel di media massa, kini meme internet dapat menjadi alternatif untuk menuangkan ide kritis. Meme internet jelas bisa diperhitungkan sebagai alat yang ampuh untuk menyebarkan ide, sindiran dan kritikan terhadap berbagai fenomena dalam masyarakat atau kebijakan pemerintah.

—00—

 

Tussie Ayu, Mahasiswa Program Master of Communication di Victoria University of Wellington

Tussie Ayu
Tussie Ayu Penulis dan jurnalis freelance, Mahasiswa Program Master of Communication di Victoria University of Wellington.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Dapatkan tulisan-tulisan menarik setiap saat dengan berlangganan melalalui email