Menyelami Arcane: Cerita dengan Banyak Pesona

Antonius Harya Febru Widodo

5 min read

Arcane, serial animasi berdasarkan permainan gim League of Legends yang mendapat pujian kritis, tidak hanya menawarkan visual yang memukau, tetapi juga narasi yang kaya dengan lapisan makna filosofis. Serial ini menggabungkan storytelling yang kuat dengan eksplorasi konsep filosofis mendalam, membangun jalinan subplot yang memperkaya main plot dan memberikan pengalaman menonton yang menggugah pikiran.

Kekuatan Storytelling: Menghubungkan Subplot dan Main Plot

Salah satu kekuatan utama Arcane adalah kemampuan narasinya dalam menghubungkan subplot dengan main plot. Subplot-subplot seperti hubungan kompleks antara Vi dan Jinx, perjuangan Viktor melawan keterbatasannya, serta visi Silco untuk kebebasan Zaun, semuanya diarahkan untuk memperkuat tema utama serial ini. Setiap subplot memiliki implikasi langsung terhadap jalannya cerita utama, menciptakan kesan dunia yang hidup dan saling terkait.

Vi, misalnya, digerakkan oleh satu tujuan utama: menyatukan kembali hubungan dengan adiknya: Jinx, karakter yang polos ketika masih bernama powder dan berubah menjadi manifestasi kekacauan. perjalan Vi ini tidak bisa dibilang mudah. Setiap langkah Vi diwarnai oleh kenangan masa kecil mereka, trauma, dan kesalahpahaman yang terus membayangi. Vi adalah sosok yang berusaha membangun kembali ikatan keluarga di dunia yang penuh dengan konflik dan kekerasan. Perjuangannya memberikan emosi yang mendalam pada narasi utama, menjadikan reuni dengan Jinx sebagai inti emosional cerita.

Sebaliknya, Caitlyn hadir sebagai simbol kebalikan. Berasal dari keluarga Piltover yang kaya dan penuh privilese, Caitlyn memilih jalur yang tidak lazim dengan menjadi penegak hukum yang melawan ketidakadilan. Sepanjang perjalanannya, dia belajar bahwa dunia tidak sesederhana aturan dan hukum yang diyakini. Hubungannya dengan Vi memperlihatkan transformasinya dari seseorang yang naif menjadi pemimpin yang tangguh. Di akhir cerita, Caitlyn memainkan peran penting dalam menyatukan Piltover dan Zaun, meskipun awalnya tindakannya menuju jalan yang menyerupai seorang diktator. Pembangunan karakter Caitlyn menunjukkan bagaimana kekuasaan dapat membuat kabur niat baik, tetapi juga memberikan harapan bahwa harmoni dapat dicapai melalui pengorbanan.

Main plot Arcane—perebutan kekuasaan, kemajuan teknologi, dan dilema moral—secara tidak langsung membuat para penontonnya menjelajahi isu-isu filosofis secara mendalam. Melalui struktur naratifnya, serial ini mempertanyakan apakah tujuan yang lebih besar dapat membenarkan cara-cara yang merugikan, sebagaimana terlihat dalam perjuangan Jayce dan Viktor. Hubungan antara subplot dan main plot inilah yang memberikan kedalaman emosional dan intelektual pada cerita.

Ambiguitas Moral: Konflik Baik dan Jahat

Arcane dengan cerdas menantang dikotomi tradisional antara baik dan jahat dengan menghadirkan karakter yang ambigu secara moral. salah satu karakter yang digambarkan sebagai sosok antagonis adalah Siloc, dia menggunakan cara kejam untuk membebaskan Zaun dari tirani Piltover. Namun, tindakannya juga mencerminkan semangat revolusioner yang tulus, membuat dua buah cabang pemikiran reflektif: apakah dia pahlawan bagi Zaun atau penjahat bagi Piltover?

hal-hal seperti ambiguitas ini juga diceritakan melalui subplot yang dibintangi oleh Jayce, yang berusaha menggunakan teknologi Hextech–yang dia ciptakan bersama Victor– untuk kebaikan bersama tetapi secara tidak sengaja memperburuk ketimpangan sosial. Serial ini menggunakan narasi untuk mengungkap konsep moral luck, di mana hasil dari sebuah tindakan seringkali mempengaruhi penilaian moral terhadap tindakan tersebut. Konflik ini memaksa penonton untuk menghadapi dilema moral tanpa jawaban mudah, mencerminkan sifat subjektif dari etika sebagaimana dijelaskan oleh Nietzsche.

Baca juga:

Filsafat Identitas dan Transformasi

Arcane adalah eksplorasi mendalam tentang identitas dan transformasi. Jinx, sebelumnya Powder, mengalami krisis eksistensial yang menggambarkan filsafat Sartrean tentang kebebasan dan otentisitas. Dia tidak mendefinisikan dirinya berdasarkan norma-norma masyarakat tetapi melalui pilihan dan tindakan yang diambil, meskipun itu berarti mengadopsi kekacauan sebagai identitasnya.

selain karakter Jinx, perjalanan Victor mencerminkan pencarian transendensi melalui teknologi. Usahanya untuk melampaui keterbatasan fisiknya mengangkat pertanyaan tentang apa artinya menjadi manusia dan apakah mengejar kesempurnaan sepadan dengan kehilangan kemanusiaan. Serial ini secara efektif menggunakan subplot Victor untuk menyelidiki konsep transhumanisme dan kritik Heidegger terhadap teknologi, menunjukkan bagaimana kemajuan– dalam bahasa victor “Glorious Evolution”— dapat mengasingkan manusia dari kemanusiaan itu sendiri.

Seni Visual yang Memikat

Keindahan Arcane tidak hanya terletak pada narasi dan karakternya, tetapi juga pada gaya seni visualnya yang unik dan musiknya yang memperkuat suasana, menciptakan pengalaman mendalam yang sulit dilupakan.

Gaya seni Arcane menggabungkan elemen lukisan tangan yang kaya dengan teknologi CGI modern. Hasilnya adalah dunia yang terasa hidup, kompleks, dan emosional. Setiap adegan, mulai dari lorong-lorong gelap Zaun hingga menara megah Piltover, dirancang dengan detail yang luar biasa. Palet warna, tekstur, dan pencahayaan yang digunakan dalam setiap frame tidak hanya memperindah visual tetapi juga memperkuat tema yang sedang dieksplorasi. Misalnya, kontras antara Zaun yang suram dan Piltover yang penuh kemewahan mencerminkan ketegangan sosial dan ekonomi antara dua wilayah tersebut.

Detail kecil, seperti riak air di gang Zaun atau cahaya matahari yang memantul dari perhiasan di Piltover, menunjukkan dedikasi Riot Games dalam menciptakan dunia yang tidak hanya indah secara estetis tetapi juga kaya secara naratif. Setiap latar menjadi bagian dari cerita itu sendiri, berbicara tanpa kata-kata kepada penonton tentang karakter dan konflik yang ada di dalamnya.

Musik: Bahasa Universal yang Menyatukan

Musik dalam Arcane memainkan peran yang sama pentingnya dengan visualnya. Dengan kolaborasi dari artis-artis ternama seperti Imagine Dragons, musik di dalam serial ini tidak hanya menjadi latar tetapi juga medium untuk menyampaikan cerita dan emosi. Lagu seperti Enemy menggambarkan konflik internal dan hubungan antar karakter, memperkuat keterlibatan penonton dengan cerita.

Namun, yang membuat musik Arcane begitu istimewa adalah keragamannya. Serial ini memasukkan soundtrack dalam berbagai bahasa, memberikan warna unik pada setiap adegan tanpa harus menjelaskan arti liriknya. Contohnya adalah lagu seperti Isha Song yang melibatkan harmoni vokal dengan bahasa mandarin tiongkok yang menenangkan yang terasa magis, meskipun arti bahasanya tidak dijelaskan dalam subtitle. Selain itu, ada juga satu lagu berbahasa Prancis berjudul Ma Meilleure Ennemie (Musuh terbaikku) yang lembut, memberikan suasana melankolis, Love Hate Love, antara Powder dan Ekko di salah satu momen penting cerita.

Baca juga:

Tidak hanya itu, Riot Games  juga menciptakan bahasa unik yang mereka desain sendiri untuk melengkapi dunia Runeterra (nama semesta dunia arcane). Bahasa buatan ini mencerminkan budaya dan tradisi karakter atau wilayah tertentu, menciptakan lapisan imersi tambahan. Misalnya, dalam adegan-adegan yang melibatkan tradisi Zaun atau Piltover, lagu-lagu ini digunakan untuk memperkuat identitas lokal dan memperjelas perbedaan antara kedua wilayah.

Gabungan seni visual yang memukau dengan musik yang penuh emosi menjadikan Arcane lebih dari sekadar tontonan; ini adalah pengalaman artistik yang menyatu dengan cerita. Baik itu adegan pertempuran yang intens, momen refleksi yang tenang, atau konflik emosional antar karakter, setiap elemen visual dan musik bekerja bersama untuk menciptakan narasi yang tak terlupakan. Dalam Arcane, seni dan musik tidak hanya melengkapi cerita, tetapi menjadi jantung dari cara cerita itu disampaikan.

Pertanyaan Filosofis yang Membentuk Narasi

Sebagai narasi yang kaya akan tema filosofis, Arcane mengangkat pertanyaan mendalam tentang hubungan antara kebebasan dan keteraturan, menciptakan cermin yang merefleksikan perdebatan filosofis klasik. Konflik antara Piltover dan Zaun menjadi representasi nyata dari ketegangan ini. Piltover melambangkan visi Hobbes tentang pentingnya keteraturan untuk menghindari kekacauan, sementara Zaun mencerminkan semangat kebebasan Rousseau yang menolak keteraturan sebagai belenggu yang menindas. Melalui dinamika ini, Arcane menggambarkan dilema universal: bisakah kebebasan sejati hidup berdampingan dengan keteraturan, atau apakah keduanya selalu berujung pada konflik yang tak terhindarkan? Pertarungan ideologis ini tidak hanya mempengaruhi struktur sosial kedua wilayah, tetapi juga menciptakan konsekuensi emosional dan politik yang mendalam bagi karakter-karakter yang terlibat.

Arcane juga mengeksplorasi peran teknologi dalam kehidupan manusia melalui Hextech, sebuah inovasi yang berpotensi menjadi simbol pembebasan sekaligus ancaman penindasan. Karakter seperti Jayce dan Viktor mewakili dua pendekatan etis yang bertolak belakang terhadap teknologi: Jayce mendukung utilitarianisme yang berorientasi pada manfaat terbesar bagi banyak orang, sementara Viktor lebih condong pada prinsip deontologi yang menempatkan nilai moral pada tujuan yang dipegang teguh. Konflik ini memperlihatkan bagaimana teknologi tidak pernah netral; ia selalu menjadi refleksi dari niat, moralitas, dan kekuatan manusia yang mengendalikannya. Dengan menggambarkan dampak teknologi yang ambigu ini, Arcane mengundang penontonnya untuk merenungkan apakah kemajuan yang kita kejar saat ini benar-benar membebaskan atau justru menciptakan belenggu baru yang lebih halus.

Last but not least, Arcane menyentuh tema relasi manusia yang rapuh di tengah trauma dan kesalahpahaman, khususnya melalui hubungan kompleks antara Vi dan Jinx. Trauma masa kecil yang mereka alami membentuk cara mereka melihat dunia dan satu sama lain, menciptakan jurang emosional yang sulit dijembatani. Hubungan mereka menjadi landasan eksplorasi konsep Levinas tentang “yang lain,” menyoroti tantangan dalam memahami subjektivitas orang lain secara utuh. Dengan menggali kedalaman psikologis ini, Arcane menunjukkan bagaimana pengalaman trauma dapat merusak atau memperkuat ikatan manusia, sekaligus menawarkan pengingat akan pentingnya empati di tengah dunia yang semakin kompleks.

Keseimbangan Antara Filsafat dan Storytelling

Kesuksesan Arcane terletak pada kemampuannya menyatukan storytelling yang kuat dengan eksplorasi filosofis yang mendalam. Dengan menghubungkan subplot-subplot yang memperkaya main plot, serial ini menciptakan dunia yang hidup dan narasi yang mendalam secara emosional. Melalui karakter yang kompleks dan tema yang menggugah, Arcane bukan hanya sebuah cerita tetapi juga meditasi tentang sifat manusia, moralitas, dan masyarakat.

Pada akhirnya, Arcane mengajukan pertanyaan-pertanyaan mendasar yang mendorong penonton untuk merefleksikan kehidupan mereka sendiri: Bagaimana kita menghadapi ambiguitas moral? Apakah kemajuan selalu sepadan dengan ongkosnya? Dan, yang paling penting, bagaimana kita menciptakan makna dalam dunia yang penuh konflik dan ketidakpastian? (*)

 

Editor: Kukuh Basuki

 

Antonius Harya Febru Widodo

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Dapatkan tulisan-tulisan menarik setiap saat dengan berlangganan melalalui email