Menunggu Waktu untuk Menyukai Lagu Perunggu

Hardika Ilhami

2 min read

Beberapa waktu lalu, di sosial media X, dokter Tirta membuat unggahan tentang dirinya yang mulai menyukai lagu-lagu band Perunggu. Saya yakin, di luar sana banyak juga yang mulai mengidolakan Perunggu sebagai band favorit mereka.

Pertama kali saya mendengarkan Perunggu lewat story Instagram rekan saya yang menggunakan backsound lagu berjudul 33x. Liriknya cukup menarik bagi saya, dan warna musiknya terasa familiar di telinga saya. Padahal kalau dilihat dari namanya, sepertinya saya belum pernah mendengar lagu dari band ini.

Saya lanjut mencarinya di Spotify, setelah mendengarkan sambil membaca liriknya, saya merasa lagu ini gue banget! Ketika melihat video musiknya di YouTube, saya merasa amat sangat terwakili sebagai perantau yang harus jauh dari orang tua.

Baca juga:

Setelah saya selami lebih dalam lagu-lagunya, saya jadi makin sering mendengarkan musik serta mengikuti perkembangan mereka. Saya jadi yakin Band ini akan bertahan lama. Setidaknya di playlist ponsel saya.

Tidak Melulu tentang Cinta-cintaan

Salah satu yang menurut saya membuat Perunggu layak jadi band yang diperhitungkan adalah dari lirik-lirik lagu mereka. Beberapa waktu terakhir, kita disuguhkan penyanyi-penyanyi solo yang musiknya khas dengan cinta-cintaan. Bagi saya yang sudah berkeluarga dan bekerja penuh waktu, musik cinta-cintaan kadang kurang mewakili saya. Apalagi saya biasanya mendengarkan musik sebagai mood booster ketika saya bekerja.

Lagu-lagu cinta bukannya tidak bagus, tapi bagi orang-orang seperti saya, kadang kesalahan dalam memilih lagu saja akan berpengaruh pada tugas-tugas saya di hari itu. Lebay? Memang, tapi coba saja sendiri. Beberapa orang pasti akan berpandangan sama seperti saya.

Relevansi lagu dengan keadaan pendengarnya di momen itu sangat penting menurut saya. Sebagai contoh, lagu cinta akan semakin enak didengar ketika sedang mengalami jatuh cinta juga. Lagu sedih dirasa akan semakin mendukung kesedihan kita ketika didengarkan saat patah hati. Begitu juga lagu-lagu dari Perunggu, yang menurut saya sangat relevan dengan keresahan banyak orang saat ini.

Sebagai contoh di lagu terbarunya yang berjudul “Pikiran yang Matang”, yang bercerita tentang ketidakpedulian dengan drama-drama di sekitar. Penggalan lirik “Hidupmu biar kau yang tahu, Banyak yang butuh perhatianku” menjadi semakin cocok bagi saya ketika di suasana di kantor sedang tidak kondusif dan banyak bertemu drama atau orang yang sebenarnya tidak terlalu berefek pada kehidupan saya, jadi tidak perlu terlalu dipikirkan.

Begitu pun di lagu 33x, yang video klipnya bercerita tentang anak yang harus bekerja jauh dari orang tua, kita disuruh untuk memikirkan ulang tentang sebenarnya apa yang kita cari lewat penggalan lirik-liriknya. Lagu ini seperti memberi tahu saya untuk istirahat terlebih dulu ketika mandek dalam kehidupan. Lihat lagi tujuan awal, tidak apa jika melamban terlebih dahulu. Penggalan lirik “Ini hanya sementara, bukan ujung dari rencana” seperti memberi kekuatan tambahan ketika saya tertimpa masalah. Entah tekanan kerja, keluarga, atau ekspektasi sosial.

Itu baru 2 dari sekian banyak lagu Perunggu, belum lagi ada lagu “Biang Lara” yang bercerita tentang merayakan kesepian, atau lagu “Tapi” yang membahas tentang ibu. Perunggu cukup pandai merangkai lirik lagu yang sangat mewakili kehidupan dengan kehidupan dewasa. Setidaknya bagi orang-orang yang seumuran saya.

 Segar tetapi Penuh Nostalgia

Yang membuat saya tertarik selain liriknya, warna musik yang disajikan Perunggu juga terasa sangat familiar di telinga saya. Dalam beberapa lagunya saya serasa sedang mendengarkan lagu Peterpan di tahun 2000an.

Backing vocal dan irama gitarnya terasa seperti lagu-lagu dari Ariel cs. Namun, di beberapa lagu kadang iringan drum Perunggu jadi mirip seperti lagu-lagu Sheila on 7. Sebagai contoh di lagu berjudul “Pastikan Riuh Akhiri Malammu”. Jika didengarkan, irama gitar dan drumnya seperti mendengarkan Sheila on 7 di awal karier mereka. Hanya saja suara vokalnya bukan Mas Duta.

Baca juga:

Dari wawancara dalam podcast bersama Soleh Solihun, para penggawa Perunggu bilang bahwa genre musik mereka adalah alternative/rock dengan sentuhan retro 90an yang dikemas dengan musik-musik modern.

Agak sulit dicerna memang kalimatnya, tapi ketika menempel di telinga, kita akan paham dengan apa yang mereka jelaskan. Terasa familiar tanpa kehilangan rasa “baru” sepertinya jadi kalimat yang mudah dicerna untuk menjelaskan warna musiknya.

Viral karena Autentik dan Minim Gimik

Ketenaran Perunggu menurut saya lambat tapi pasti. Lagu-lagu mereka terkenal bukan karena sensasi. Perunggu terkenal murni karena autentik dengan minim gimik. Karya-karya yang mereka hasilkan terasa lebih jujur dan sederhana.

Di awal berdirinya, Perunggu tidak terlalu mengejar popularitas tapi fokus pada kualitas. Hal itu malah justru yang membuat mereka menarik. Mereka bukannya tidak melek pada tren, mereka jelas sadar tentang hal itu. Bisa dilihat dari akun Instagram resminya, mereka juga rajin membuat postingan tentang relevansi musik mereka dengan keadaan pendengarnya saat ini.

Saya rasa Perunggu adalah salah satu band yang layak diperhitungkan di Indonesia saat ini. Walaupun segmentasi pendengarnya terbatas, para penikmat musik umum perlu mencoba mendengar dan meresapi terlebih dahulu lirik-liriknya. Percayalah, bagi yang belum mendengarkan, kalian hanya tinggal menunggu waktu untuk menyukai lagu-lagu Perunggu.

 

 

Editor: Prihandini N

Hardika Ilhami

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Dapatkan tulisan-tulisan menarik setiap saat dengan berlangganan melalalui email